22nd POLE
~~||~~
Inara memperhatikan wajah tidur Rahagi. Lelaki itu sepertinya terlalu lelah. Inara penasaran, apa yang Rahagi dan Vara bicarakan hingga efeknya hingga seperti ini.
"Rag. Udah nyampe rumah nih." gadis itu menepuk-nepuk pundak Rahagi.
Lelaki itu menarik rambutnya sebelum membuka mata. Kepalanya terasa sakit. Mobil milik Rahagi–yang selama ini jarang digunakannya–sudah masuk ke dalam garasi.
Berani banget lo nyetir malam-malam, Na. Padahal biasanya pas siang juga nggak berani. Mana belum punya SIM. Kalo mama tahu bisa habis nih gue, batinnya.
Inara keluar dan memutar mobil.
"Ayo." gadis itu menarik tangan Rahagi agar beranjak.
Dengan malas, Rahagi keluar dari mobil. Kepalanya terasa berat. Kalau saja Inara tidak menahan tubuhnya, mungkin tubuh Rahagi sudah limbung dan berakhir di lantai garasi.
"Loh? Kok panas, Rag?" tanya Inara kaget ketika tangannya tidak sengaja menyentuh tangan Rahagi. Tangan kiri Inara lantas berpindah ke dahi Rahagi.
"Ya ampun..."
Dengan kekuatan super, Inara berusaha menahan tubuh Rahagi agar tidak terjatuh. Ia membopong Rahagi untuk jalan memasuki rumah.
"Rahagi kenapa?" tanya Tyas begitu Inara masuk ke rumah melalui pintu garasi yang terhubung ke ruang makan. Semuanya sedang berkumpul di meja makan untuk menghabiskan makan malam.
Bayu dan Gafar yang melihat Inara kesulitan membopong Rahagi, langsung berdiri dan mengambil alih Rahagi. Kebetulan, keduanya baru saja menghabiskan makan malam mereka.
"Kenapa lo, Rag?" tanya Gafar.
Inara meluruskan otot-ototnya. "Kayaknya demam deh, Ma, Bang," jawabnya.
"Yaudah, mama siapin kompres ya."
"Iya, biar papa bantu cariin obat di lemari."
"Papa sama mama lanjutin aja makannya dulu. Biar Inara yang siapin kompresan."
"Iya, Ma, Pa. Ntar Bayu yang nyari obatnya."
"Kita bawa Rahagi ke kamar dulu ya." ucap Gafar.
"Padahal dia jarang sakit, lho," gumam Wira.
Inara yang mendengar itu hanya bisa diam. Separah itu ya, urusan masa lalunya.
"Inara ke atas dulu ya, Ma, Pa, Kak Naya," pamitnya.
Tyas dan Wira mengangguk seraya mengatakan bahwa mereka akan menyusul ke kamar Rahagi. Sementara itu, mata Naya masih senantiasa mengawasi Inara yang sudah menghilang dari pandangan.
"Ma, Pa, saudara tiri itu mahram* nggak sih?"
Pertanyaan Naya mengejutkan Wira dan Tyas.
"Emang kenapa, Nak?" tanya Wira.
Gadis yang tengah menyelesaikan kuliah hukumnya di semester lima itu tersenyum canggung. "Hehe. Tugas kuliah Naya ada nyangkut ke situ, Pa."
Maaf, Pa. Naya bohong, batinnya merasa bersalah.
# # #
Begitu Gafar dan Bayu sampai di kamar, hal yang mereka lakukan pertama kali adalah membaringkan tubuh Rahagi. Mereka melepaskan sepatu dan kaus kaki Rahagi. Bayu membuka dua kancing teratas kemeja yang dikenakan Rahagi, memberi ruang pada Rahagi untuk bernapas.

KAMU SEDANG MEMBACA
Antipole
Teen Fiction•Completed• Kita ada di kutub yang berbeda. Sekolah yang terkenal disiplin dan memiliki segudang prestasi bukan tidak mungkin memiliki murid yang nakal dan pembangkang. Luarnya memang begitu, tetapi dalamnya siapa yang tahu? Inara tidak terl...