17th Pole

30.9K 3.5K 170
                                    

17th POLE

~~||~~

"Kalo gitu gue balik dulu," pamit Rahagi.

"Hati-hati lo bawa Inara! Jangan ngebut-ngebut," kata Dimas.

"Udah kayak emaknya aja lo, Dim." Karel melempar kaus kaki ke muka Dimas.

"Kan kamu bapaknya. Kita suami istri, kan?" Dimas tersenyum genit ke arah Karel.

Lelaki itu hanya bergidik ngeri. "Gue mau pulang juga."

"Hati-hati ya, By," ucap Dimas dengan nada yang dilembut-lembutkan.

"Najis. Hi." bulu kuduk Karel merinding mendengar suara Dimas.

"Duluan, Bang," pamit Inara.

"Iya, Nara. Hati-hati ya," jawab Keenan.

"Modus lo, Nan!" seru Rama. "Eh, tapi semoga selamat sampai di rumah ya, Inara."

"Sama aja lo, Bangke."

"Ntar sampai di rumah langsung tidur jangan begadang," ucap Rama.

Inara tersenyum. "Aman, Bang!" gadis itu mengacungkan jempolnya.

"Uuww, Bang," seru Dimas.

"Bang kang baso," timpal Farel.

"Daripada lo kang tambal ban." Dika menanggapi.

"Berisik ae lo pada. Udah pulang sana," usir Radit.

Inara keluar dari rumah tersebut. Ia baru saja mengikuti pertemuan Blackpole. Tidak ada hal penting yang dibahas pada pertemuan kali ini. Gadis itu berdiri di pagar, menunggu Rahagi mengeluarkan motornya.

"Hati-hati lo," ujar Bayu kepada Rahagi seraya melirik Inara yang berdiri di pagar. Lelaki itu sudah berada di atas motornya–lengkap dengan helm di kepalanya. Sementara Rahagi baru akan menghidupkan mesin motornya. Mereka berdua memang membawa motor masing-masing.

Rahagi mengangguk sekilas, tanda mengerti maksud Bayu.

"Gue duluan, Na," pamit Bayu saat melewati pagar.

Inara mengangguk seraya tersenyum. "Hati-hati, Bang."

Bayu mengangguk. "Kalau Ragi ngebut-ngebut, pukul aja," candanya.

Gadis itu tergelak. "Nggak berani."

"Ragi doang itu. Yaudah, sampai ketemu di rumah, Na." lelaki itu kemudian menggas motornya, meninggalkan kompleks rumah Radit.

Inara belum melepas pandangannya dari motor Bayu saat sebuah suara mengagetkannya.

"Cepat," ucap Rahagi seraya menyodorkan helm.

Inara mengambil helm itu dengan malas, bosan dengan Rahagi yang selalu mendesaknya.

"Lo baru datang juga," gerutu Inara seraya memakai helmnya.

"Nggak usah ngomel."

"Dih." Inara mendelik kemudian naik di boncengan Rahagi.

"Udah?" tanya Rahagi seraya menoleh ke samping.

Gadis itu hanya mengangguk. Motor milik Rahagi melaju membelah jalanan kota yang dipenuhi lampu-lampu. Selama di perjalanan tidak ada yang membuka suara. Lagi pula, Inara juga tidak nyaman jika harus berbicara dalam keadaan seperti ini–Rahagi yang membawa motor. Ia tidak ingin fokus Rahagi terbagi dan mereka bisa mengalami kejadian yang tidak diinginkan–kecelakaan, misalnya.

Namun, Inara tidak bisa menahan rasa penasarannya ketika motor Rahagi berbelok ke kanan sedangkan jalan ke rumah mereka lurus.

"Kok belok?" tanya Inara sedikit berteriak.

AntipoleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang