32nd Pole

28.9K 3.3K 270
                                    

32nd POLE

~~||~~

Pukul sebelas malam, acara di ballroom selesai. Sesuai rundown, jam tidur sudah masuk. Akan tetapi, beberapa guru dan siswa masih betah berlama-lama di ballroom untuk karaoke bersama. Beberapa juga ada yang kembali ke kamar untuk beristirahat.

Inara dan teman-temannya, termasuk golongan yang masih setia duduk di ballroom meski hanya sekadar berbincang-bincang seraya menikmati makanan kecil yang disediakan.

"Gue laper, tapi lagi diet," komentar Biana saat melihat Inara dengan santainya memasukkan puding cokelat yang diambilnya dari prasmanan.

"Makan buah ae. Setahu gue, masih ada pepaya sama semangka deh." Sabrina menimpali.

"Gue mau tidur gengs." Aneke menutup mulutnya ketika akan menguap.

"Nggak asyik lo, Ke! Waktu-waktu kayak gini, tuh, jangan dihabisin buat ngebo." Diana berseru.

"Lusa pagi kita udah pulang. Ntar lo kehilangan momen." Biana menambahkan.

"HELLAW." Kylar tiba-tiba duduk di sebelah Sabrina. Disusul oleh Rahagi, Dio, Alfan, dan Gala.

"Suara lo nggak bisa lebih selow dari itu ya, Lar? Budek nih kuping gue!" omel Sabrina seraya menutup kedua telinganya.

"Hehe, jangan marah-marah atuh. Ntar cepat tua lho."

"Bodo amat, Lar."

"Kalian kok jadi sering terlihat bersama, sih?" tanya Biana ketika keempat lelaki yang lain bergabung di meja bundar yang ditempati kelima perempuan itu.

"Biasa. Urusan baseball."

"Oh, iya! Ntar balik dari sini ada pertandingan baseball, ya. Cheers ngisi acara, kan?" Biana menatap Diana dan Sabrina bergantian, yang dibalas dengan anggukan oleh keduanya.

"Gue juga liputan entar." Aneke menambahi. Perempuan itu memang tergabung dalam ekskul jurnalistik.

"Inara yang bahaya, nih." Gala bersuara.

Semuanya menoleh ke arah Gala, menunggu apa yang akan dikatakannya.

"Komdis, man." Alfan menggelengkan kepalanya tidak percaya.

"Wuidih, serius lo, Na?" tanya Kylar terkesan. "Maksudnya... dengan muka imut-imut lo itu? Jadi komdis? Kalo Sabrina sih, gue percaya-percaya aja kalau dia jadi komdis."

"Maksud lo, tampang gue sangar. Gitu?!"

Kylar menunjukkan cengirannya. "Hehe. Tau aja. Senang deh, peka."

"Kurang ajar!" Sabrina menghadiahi Kylar beberapa pukulan ringan di bahu dan lengannya.

"Eh, ampun, ampun! Gue bercanda doang bor."

"Haduh, berisik banget emang." Diana memutar bola matanya.

"Tapi kalau menurut gue sih, di balik tampang imut-imut Inara, ada rahasia besar yang terpendam." Kylar menyipitkan matanya setelah Sabrina berhenti memberinya pukulan bertubi-tubi.

Keadaan sesaat hening. Inara yang mendengar itu berhenti mengunyah pudingnya. Jantungnya tiba-tiba berdetak cepat. Terlebih ketika menyadari beberapa pasang mata tengah melihat ke arahnya–beberapa yang lainnya menunggu kalimat Kylar.

Mata-mata.

Kalimat itu terlintas di otaknya.

Gue jadi merasa jahat karena udah melanggar privasi Blackpole.

AntipoleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang