57th Pole

9.8K 1.3K 497
                                    

57th POLE

~~||~~

Sepuluh tahun kemudian...

Bandara Internasional Frankfurt, Jerman.

Perempuan itu mendorong koper seukuran kabin miliknya dengan sedikit tergesa. Perutnya lapar sekali. Ia melirik jam tangan coklat muda yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Waktu setempat menunjukkan pukul tujuh malam, sedangkan pesawat yang akan membawanya terbang menuju Indonesia dengan transit di Singapura direncanakan lepas landas pada pukul 22.00.

Masih banyak waktu, batinnya.

Setelah masuk ke restoran pizza dan memesan makanan, Inara mengeluarkan ponselnya dari dalam saku untuk mengecek beberapa email dan pesan yang masuk. Jempolnya menekan notifikasi LINE yang baru saja masuk.

Gafar : Udah masuk imigrasi?

Inara : Belum. Makan dulu, Bang, laperrr

Gafar : Oh, oke. Kabarin

Inara : Iye, bawel amat dari tadi

Gafar : Udah mulai durhaka ya semenjak jadi tua

Inara hanya membalasnya dengan stiker tertawa. Iseng, ia membuka ruang chat grup Blackpole yang sudah sangat berdebu. Satu tahun ini benar-benar tidak ada pembicaraan sama sekali di grup, walaupun tahun-tahun sebelumnya juga tidak seramai dahulu sebelum ia lulus dan akhirnya diterima kuliah di Jerman. Paling hanya berisi undangan pernikahan yang dibalas dengan ceng-ceng-an sebentar lalu grupnya sepi kembali.

Emang udah pada sibuk semua, batinnya.

Ia bisa memaklumi itu karena sepuluh tahun bukan waktu yang sebentar, dan hidup mereka tidak hanya terfokus pada Blackpole saja. Apalagi, setelah nama Blackpole bersih dan pihak sekolah netral terhadap keberadaan Blackpole, organisasi ini memutuskan untuk menutup segala bentuk recruitment anggota baru. Akhirnya, angkatan di bawah Inara menjadi angkatan terakhir yang bisa bergabung di Blackpole. Umur semakin tua, sudah banyak hal yang harus diurus--apalagi yang sudah berkeluarga, sehingga tidak ada waktu lagi untuk bercanda-canda seperti dulu.

Akan tetapi, kalau boleh jujur, Inara rindu masa-masa itu.

Selain itu, ia juga rindu kumpul lengkap bersama keluarganya. Selama sepuluh tahun ini, hanya empat kali ia pulang ke Indonesia. Yang sangat disayangkan, jadwal kepulangannya ke Indonesia tidak cocok dengan Rahagi, sehingga ia tidak pernah lagi bertemu dengan kakak tirinya semenjak malam itu. Malam di mana ia mengutarakan perasaannya dan meminta Rahagi untuk saling menyayangi sebatas kakak-adik saja. Sejujurnya, ia sangat terluka dengan kenyataan yang harus ia hadapi saat itu--bahkan hingga kini, karena Rahagi masih memiliki tempat di hatinya.

Kayaknya gue gagal, Rag. Gue nggak bisa megang kata-kata gue sendiri.

Inara sering berandai, apakah di sana Rahagi juga masih merasa terluka, sama seperti dirinya? Apakah Rahagi bisa mencabut perasaannya dan melanjutkan hidupnya tanpa bayang-bayang Inara?

Inara belum siap jika nanti ia bertemu dengan Rahagi yang ternyata sudah memiliki kekasih.

# # #

Setelah selesai makan, mood Inara sudah lebih baik dibanding sebelumnya. Ia lantas menggeret kopernya menuju pos pemeriksaan terakhir sebelum akhirnya bisa masuk ke ruang tunggu.

AntipoleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang