20th POLE
~~||~~
"Belum bisa Inara pastiin sih, Bu. Soalnya, sejauh ini nggak ada hal-hal aneh terjadi selama Inara gabung di sana. Pelantikannya juga nggak bernuansa perpeloncoan. Cuma ya, medan yang dilalui emang berbahaya."
Gadis itu menyelipkan anak rambutnya yang terlepas dari kuncirannya ke belakang telinga. Di depannya, Bu Aminah menatapnya dengan tatapan tidak percaya.
"Nggak ada yang nawarin kamu buat nyobain rokok atau narkoba, gitu?" tanya Bu Aminah.
Inara menggeleng. "Mereka emang rata-rata pada ngerokok, Bu. Tapi kayaknya sangat memuliakan perempuan. Kalau ada Inara di ruangan, sebagian nyuruh sebagian yang lain buat matiin rokoknya."
Bu Aminah mengangguk. "Setiap dua minggu ibu tunggu laporan dari kamu ya, Inara. Kalau ada apa-apa, kontak saja ibu."
Inara mengangguk. Tiba-tiba, bunyi decitan di pintu ruangan Bu Aminah mengejutkan mereka. Seseorang dengan jambulnya melangkah masuk. Tatapan Inara terus mengikutinya. Ia takut, lelaki itu mendengar pembicaraannya dengan Bu Aminah.
Mata Rahagi tidak sengaja melirik Inara. Lelaki itu menaikkan alisnya, sebelum akhirnya beralih menatap Bu Aminah.
"Tugas yang ibu minta." lelaki itu meletakkan sebundel kertas di atas meja Bu Aminah.
Bu Aminah mengangguk. "Pokoknya ibu tidak mau menerima pengaduan lagi bahwa kamu membawa rokok ke sekolah."
"Hmm. Iya, Bu," jawab Rahagi malas.
"Sekarang kamu boleh keluar." Bu Aminah kembali menatap Inara. "Kamu juga, Inara. Boleh istirahat."
"Makasih, Bu." Inara bangkit dari tempat duduknya, kemudian menyalami tangan Bu Aminah. Ia sempat melihat Rahagi yang langsung balik badan tanpa pamit.
Perempuan itu lantas berjalan cepat dan menghadang jalan Rahagi. "Salam dulu," bisiknya.
Mata Rahagi menyipit. Sedang malas berdebat, lelaki itu akhirnya membalikkan badan dan menyalami tangan Bu Aminah. Yang disalami hanya kaget melihat perubahan perilaku Rahagi. Wanita paruh baya itu menatap Inara dengan senyumnya.
# # #
"Istirahat apanya. Bel masuk tiga menit lagi," komentar Rahagi setelah keluar dari ruang Bu Aminah.
"Sstt, nggak boleh gitu," kata Inara.
Mereka berdua berjalan beriringan menyusuri koridor. Beberapa pasang mata sempat melihat ke arah mereka. Namun, begitu dibalas dengan tatapan tajam milik Rahagi, mereka membuang pandangan.
"Itu mata tolong dikondisikan," ucap Inara kepada Rahagi.
"Kenapa ya, di dunia ini banyak banget orang yang kepo sama urusan orang lain." Rahagi berujar malas.
"Namanya juga humans." Inara mengangkat bahu. "Eh, ngomong-ngomong. Ini kan bukan arah kelas lo?" tanya Inara begitu Rahagi ikut berbelok ke kanan padahal kelasnya berada di koridor sebelah kiri.
"Siapa bilang gue mau ke kelas? Orang mau ngantin," jawab Rahagi cuek sambil memasukkan tangan kanannya ke dalam saku.
Inara mengangguk paham. Saat gadis itu akan masuk ke kelasnya, Rahagi menahan lengan kanan Inara dengan tangan kirinya, kemudian menarik gadis itu pelan agar mengikuti langkahnya.
"Siapa bilang gue mau ke kantin sendirian?"
Inara memutar bola matanya malas. "Dih, apaan sih, Rag. Gue nggak mau telat masuk kelas."
KAMU SEDANG MEMBACA
Antipole
Ficção Adolescente•Completed• Kita ada di kutub yang berbeda. Sekolah yang terkenal disiplin dan memiliki segudang prestasi bukan tidak mungkin memiliki murid yang nakal dan pembangkang. Luarnya memang begitu, tetapi dalamnya siapa yang tahu? Inara tidak terl...