41st Pole

24.2K 3.2K 561
                                    

41st POLE

~~||~~

Gadis itu masuk ke dalam kelas dengan mata panda miliknya. Dua hari ini gadis itu tidak bisa tidur dengan tenang. Selain itu, ia merasa bersalah karena sudah mendiamkan chat dari Sabrina dan Gala. Bukan chat di grup mereka bertiga. Akan tetapi, private chat dari masing-masing.

Ratu Sabrina : Na lo sakit apa? [08.03]

Ratu Sabrina : Na jangan terlalu dipikiriin yaa [08.27]

Ratu Sabrina : Gue mono sendirian [09.29]

Ratu Sabrina : Tiga jam lo nggak baca chat gue [10.52]

Ratu Sabrina : Gue tau lo megang HP Na [10.52]

Lain lagi dengan pesan Gala

Gala Raditya : Gue denger dari Sabrina lo sakit [09.16]

Gala Raditya : Sakit apa lo tumben-tumbenan banget [09.17]

Gala Raditya : Na I'm sorry [11.11]

Andai lo tahu, Gal. Sabrina suka sama lo.

Kemarin, Inara tidak masuk karena sakit kepala. Ia yang jarang-jarang begadang dan insomnia, tiba-tiba diserang penyakit susah tidur itu. Alhasil, di pagi hari kepalanya terasa berdenyut dan Tyas, ibunya, memaksa Inara untuk beristirahat dulu di rumah.

Saat memasuki kelas, yang dilihatnya adalah pemandangan seperti biasa di pagi hari. Beberapa siswi sedang bergosip ria di kursi bagian depan. Dilihatnya Sabrina berada dalam kelompok tersebut.

Sebisa mungkin Inara berusaha membuat dirinya tidak terlihat oleh Sabrina.

"Eh, Na! Udah sekolah lo. Tumben-tumbenan banget sakit." panggilan seseorang membuat perempuan itu meringis.

Beberapa teman sekelasnya melihat ke arahnya. Gadis itu tersenyum–berusaha tidak kaku.

"Hehe, iya, Ke," jawab Inara untuk pernyataan Aneke.

"Eh ya, kemarin Bu Aminah nyariin lo."

"Oh ya?"

Aneke mengangguk. "Ntar samperin deh beliau. Kayaknya khawatir banget sama anak kesayangannya."

Inara tertawa geli mendengar ucapan Aneke.

Bisa Inara sadari, Sabrina tengah menatap ke arahnya. Gadis itu menarik ujung-ujung bibirnya membentuk sebuah senyuman. Inara membalasnya dengan canggung kemudian duduk di kursinya.

# # #

"Gue ke kantin, Na. Lo mau nitip apa?" tanya Sabrina setelah perdebatan panjang antara pikiran dan batinnya. Gadis itu melontarkan pertanyaan tersebut dengan canggung. Sejak tadi pagi Inara menginjakkan kaki di kelas, ia sama sekali tidak bersuara, membuat Sabrina terbawa-bawa suasana.

"Nggak usah, Sab. Makasih ya." Inara mengangguk singkat kemudian kembali melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda karena mendengar pertanyaan Sabrina–menyalin catatan dari papan tulis ke bukunya.

"Oke deh." Sabrina beranjak dan berjalan keluar kelas sendirian.

Inara memperhatikan sahabatnya itu diam-diam melalui jendela. Gadis itu menghembuskan napas lega begitu melihat salah seorang teman Sabrina menghampirinya dan berjalan bersama menuju kantin. Setidaknya, ia lega melihat sahabatnya tidak sendirian.

Keadaan kelas hening. Hanya ada tiga siswi–termasuk dirinya–yang masih betah di dalam kelas untuk menyalin catatan. Setelah selesai, Inara meneguk air yang dibawanya dari rumah. Perutnya tiba-tiba keroncongan.

AntipoleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang