Chapter 1

28.5K 1.3K 20
                                    

KRIING!

Alarm jam wekerku membangunkanku dari tidur cantikku. Dengan malas, aku mematikan alarm itu dan segera menyibakkan selimut yang menyelimutiku semalam. Aku mencoba duduk dipinggiran tempat tidurku, memandang sinar matahari yang mengintip melalui jendela kamar yang berbentuk persegi itu. Sinar matahari mulai mengenai lantai-lantai kamarku. Kuperkirakan sekarang sudah jam enam lewat. Kulirik jam weker yang bertengger manis diatas nakas. Jam enam tigapuluh. Yah, perkiraanku meleset sedikit.

Berpikir sebentar, haruskah aku mandi sekarang? Aku rasa iya. Jadi, aku mengambil handuk dan berjalan memasuki kamar mandi yang ada didalam kamarku. Setelah sepuluh menit, aku keluar dari sana. 

Aku pun bersiap-siap. Aku memakai seragam smp lamaku, memakai sepatu dan menguncir rambutku menjadi dua bagian lalu memberinya pita berwarna ungu. Setelah itu, aku mengalungkan papan nama yang terbuat dari kardus bekas yang mana di papan nama itu tertulis Anastasya Evelin Anderson. Ini untuk MOS.

Yah, hari ini hari Senin. Aku akan mengikuti MOS pertama dan terakhir di salah satu sma ternama di Jakarta. MOS di sekolahku tidak ribet, simple sekali malahan. Kalian hanya perlu mengikat rambut kalian menjadi dua bagian lalu memakaikan pita berwarna ungu, lalu memakai papan nama dari kardus besar yang bertalikan tali rafia.

Ohya, kalian tahu namaku? tentu saja, aku kan sudah menyebutkannya diatas. Tapi biar lebih kenal lagi, baiklah. Namaku Anastasya Evelin Anderson. Anak ke dua dari dua bersaudara. Aku memiliki rambut berwarna pirang kecoklatan, kulit putih, wajah berbentuk persegi, iris mata yang berwarna biru-sedikit abu-abu dan aku memakai kacamata. Tinggiku sekitar 150 senti, pendek? Memang.

Aku lahir di Jakarta. Tapi wajahku tidak menyiratkan bahwa aku adalah orang Indonesia. Papaku keturunan Inggris-France sedangkan Mamaku keturunan France-Indonesia. Saat Mamaku akan melahirkan, Mamaku tengah ada di Jakarta karena Omaku dari Mama sedang sakit dan saudara-saudaraku yang ada disana sedang sibuk-sibuknya. Papaku saat itu sedang ada meeting dengan partner kerjanya di Amerika.  Aku tipe cewek yang hmm ... pendiam, cuek, tak peduli sekitar, tapi  itu hanya pada orang yang belum mengenalkum

Aku punya seorang kakak, lebih tepatnya saudara kembar. Kak Evan namanya. Lengkapnya, Sanders Evan Anderson. Kami tak terlalu mirip, karna kami bukan kembar identik. Dia mempunyai rambut berwarna coklat tua alih-alih hitam, iris mata yang berwarna coklat tua, wajah berbentuk persegi, kulit putih dan tinggi. Yah, tingginya sekitar 175 senti. Kak Evan tipe cowok yang hmm ... bisa dikatakan coolcuek tenang dan juga pintar. Tapi aslinya percaya dirinya keterlaluan, iseng, dan ngeselin. Ohya, Kak Evan sejak smp dia sudah famous.

Saking famous-nya, tak ada seorang pun yang tahu kalau aku adalah saudara kembarnya. Kenapa? karena aku melarangnya dan mengatakan bahwa menjadi saudara kembar seorang Evan merupakan tanggung jawab besar karena setiap hari pasti ada saja segerombolan cewek yang mendekatiku untuk bertanya-tanya tentang Evan dan pasti aku akan menjadi pusat perhatian, ini hanya dipikiranku sih. Lagipula pesona Kak Evan memang besar layaknya personil One Direction dan ditambah dengan kepintarannya. Jadi, aku tidak berlebihan, 'kan? Dan kalian tahu kan bagaimana aku saat aku menjadi pusat perhatian? Jadi setelah mendengar itu, Kak Evan hanya mengangguk pasrah. Itulah yang menjadi alasanku kalau Kak Evan bertanya sejak smp.

Baik, kembali pada kenyataan. Setelah dirasa penampilanku pas, aku berjalan menuju pintu kamarku dan memutar kenop pintunya, aku menyembulkan kepalaku lalu aku melihat Kak Evan tengah keluar dari kamarnya dengan tas yang disampirkan dipunggungnya. Penampilannya hampir sama sepertiku, kecuali dia memakai celana dan tidak di kuncir sedangkan aku memakai rok dan dikuncir.

"Bareng Papa?" tanyaku padanya. Dia mengernyikan dahi. Aku sudah tahu apa jawabannya. Dia menggeleng. Aku menghembuskan napas panjang.

Kami bersama-sama turun kebawah dalam diam. Sampai di tingkat satu, aku melihat Papa tengah menikmati sarapannya, dia sudah rapih. Aku dan Kak Evan berjalan mendekati meja makan dan Papa kemudian menyelesaikan makanannya dengan segera dan mengambil kunci mobilnya.

EvelinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang