Chapter 19

10.2K 637 5
                                    

Pentas seni yang diadakan sekolah beberapa minggu lalu berjalan dengan lancar. Aku tadinya tidak ingin datang, tapi Alvin dan Bella memaksaku untuk datang, yang lumayan juga bisa mengisi kekosongan acara yang tak ada sama sekali di hari itu.

Hari ini tahun ajaran baru. Dan tadinya, aku hampir saja bersorak didepan mading karena aku berhasil memasuki kelas IPA XI-1, kalau saja aku tidak melihat nama Kak Evan berada dalam urutan murid yang masuk ke kelas itu. Aku langsung berpaling dan segera berjalan menuju kelas baruku yang berada di lantai tiga tanpa menoleh kebelakang.

*~*

*~*

Aku tak tahu apa salahku sampai bisa-bisanya aku duduk bersama Adrian yang ternyata satu kelas, lagi, denganku. Walaupun tidak menjadi suatu masalah, tapi tetap saja. Bahkan sejak aku baru saja memasuki kelas, dia dengan kerasnya meneriakkan namaku lalu menarik tanganku dan dengan cepat aku sudah duduk dibarisan ketiga dari belakang dibagian kanan kelas dengan Adrian disebelahku. Dia hanya tersenyum tak bersalah lalu mengatakan, “Ev, satu taun ini, lo bakal duduk disebelah gue!” ujarnya sambil menunjuk stiker namaku yang tertempel diatas meja. Aku hanya menatapnya dengan tatapan pasrah dan segera mengalihkan pandangan.

*~*

*~*

“Gimana kelas lo, Ev?” tanya Bella ketika kami sedang berjalan beriringan menuju kebawah. Aku menghela napas panjang.

“Ya gitu, biasa aja.” Jawabku ogah-ogahan. “Kelas lo gimana, Bel?” tanyaku balik.

Bella mendengus. “Ah, nggak seru kalo nggak ada lo sama Alvin,” Bella tampak berpikir, “ohiya, sama Adrian!” serunya. Aku mengangguk-angguk.

Yah, aku, Bella, dan Alvin terpisah. Bella berada di IPA XI-5, sedangkan Alvin di IPA XI-2. Untung saja kami bertiga berada di jurusan yang sama. Kalau Adrian? Tak usah ditanya, kalian tahu sendiri ‘kan.

Sampai di parkiran, Bella tiba-tiba menepuk pundakku. “Ev, gue balik duluan ya? Lo udah dijemput belom?” tanyanya. Aku mengedarkan pandangan keseluruh tempat parkir, kurasa Pak Ujang belum datang menjemput, jadi aku menggeleng kearahnya.

“Belom, Bel. Lo duluan aja, gih.”

Bella mengerutkan keningnya. “Lo yakin? Disini udah sepi nih.”

Aku hanya mengangguk. “Iya, gapapa. Sana-sana, hush!” kataku sambil membuat gerakan mengusir.

Bella terkekeh. “Iyaiya. Dah!” dia melambaikan tangan dan dengan cepat dia  berlari kearah pintu gerbang sekolah.

Aku memandang punggungnya dari belakang yang kian lama kian menghilang. Aku tersenyum.

“Heh!” seseorang menepuk punggungku dengan keras hingga aku terdorong kedepan. Kacamataku melorot. Setelah berdiri dengan benar, aku membetulkan kacamataku dan segera berbalik untuk melihat siapa orang yang baru saja menepuk punggungku.

Dia menyeringai. “Kita ketemu lagi, little girl.” Ucapnya. Dia bersedekap. “Well, temen lo si Bella itu udah pulang, ya? Kasian banget deh lo, ditinggal ....” dia menggeleng-gelengkan kepalanya, diikut oleh kedua sidekick disamping kiri-kanannya.

Aku hanya diam memandangi mereka. Sudah bosan berurusan dengan senior gila ini.

Kak Fransis mengibaskan rambutnya. Dia kemudian mengipas-ngipas dirinya sendiri dengan tangannya. “Well, disini panas karna ada elo, ya? Iyasih, lo ‘kan sumber api neraka.” Dia tersenyum kecut.

Kemudian dengan keras dia menarik tanganku dan menyeretku kearah toilet perempuan yang berada didekat sini. Kami tidak memasukinya, hanya berada didepannya. Dia mendorongku kedinding disebelah, ditatapnya aku dengan pandangan tajam.

EvelinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang