"Lo nggak usah sekolah deh." Pernyataan Kak Evan membuatku terkejut. Refleks, aku menoleh padanya.
"Loh? Kenapa? Gue udah enakan kok." ujarku sambil bangkit dan duduk dipinggir tempat tidur. Kak Evan menghampiriku dan duduk disampingku. Dia pun menggeleng-geleng.
"Lo nggak sayang banget sama badan sendiri," Dia menempelkan tangannya di dahiku lalu melepaskannya kembali. "Badan lo masih panas, Evy. Nanti kalo lo pingsan di sekolah, siapa yang repot? Gue kan? Belom lagi lo 'kan gamau ada yang tau kalo lo itu adek gue, nanti kalo gue tolongin lo nanti dikira ada apa-apa? Nanti gue lagi yang disalahin...." ujar Kak Evan. Nadanya seperti sedang mengeluh. Aku memutar bola mataku.
"Tapi, kan baru aja masuk sekolah. Masa udah bolos sih?" Protesku. Kak mengerutkan keningnya.
"Lo nggak bolos, oke? Tapi sakit. Lagian, siapa suruh sakit, hah? Lo sih aneh-aneh aja," cibir Kak Evan. aku mendengus pelan.
"Siapa sih yang pengen sakit? Lagian gue nggak aneh-aneh. Dan mana gue tau bakal ujan? Gue bukan peramal, kak!" Aku mencoba membela diriku sendiri atas kesalahan yang kuperbuat sendiri.
"Iyaiya. Tapi 'kan nggak segitunya juga, Evy. Sampe kapan lo terus ngehindar dari orang-orang?"
Aku terdiam sebentar. Memikirkan apa yang dikatakan Kak Evan. Aku pun mendongak, "Sampe lebaran taun cicak," jawabku asal disertai cengiran kecil. Kak Evan terlihat gemas dan malah mengacak-acak rambutku.
"Ish, nggak jelas. Udah, pokoknya lo nggak boleh sekolah."
"Tapi—"
"Sakit-sakit masih cerewet aja sih, lo!" Kak Evan bangkit berdiri lalu berjalan menuju belakang pintu kamar. Dia mengambil tas sekolahnya yang dia taruh disana kemudian dia menyampirkannya di bahu lalu menghampiriku.
"Nanti gue kasih surat sakit ke wali kelas lo, kok. Tenang aja. Kalaupun ada yang tanya, gue bilangnya lo tetangga gue, oke? Kayak akting lo waktu di depan Alvin." ucapan Kak Evan membuatku tersentak.
Oh, bisa-bisanya dia mengingat hal itu.
"Ohiya, soal Alvin. Gue butuh penjelasan. Gue kepo tau! Nanti ceritain ya!" Dia terkekeh. Aku cemberut. Sepertinya aku harus siap saat Kak Evan pulang sekolah nanti untuk di interogasi. Susah ya, kalau punya kakak–atau lebih tepatnya saudara kembar–kayak dia.
Akhirnya, Kak Evan menoleh pada jam dinding yang ada diatas pintu kamar. Sudah jam tujuh lewat. Dia pun berjalan menuju pintu kemudian membukanya.
"Gue sekolah dulu ya, Evy. Siap-siap gue interogasi nanti, bye! My Lovely Sister." Dia melambaikan tangannya sekali lalu keluar dari kamar. Pintu pun tertutup.
Dalam ruangan pribadiku ini , aku terdiam.
Berpikir.
Aku berpikir akan seperti apa aku nanti saat di interogasi oleh Kak Evan.
*~*
*~*
"Hah,"
Aku terbangun dari tidurku. Nafasku memburu. Keringat dingin mengalir keseluruh tubuhku. Padahal, sejak tadi pagi, aku sama sekali belum mematikan ac dan sampai sekarang masih menyala.
Dan entah mengapa, rasanya kerongkonganku terasa kering. Akhirnya, dengan malas aku menyibak selimutku dan berjalan menuju keluar kamar dan pergi menuju dapur.
Sampai di dapur, aku mengambil gelas dan mulai mengisinya dengan air dari dispenser. Aku meminumnya dengan sekali teguk. Rasanya kerongkonganku lega juga. Setelah itu, aku mencoba memikirkan kenapa aku jadi begini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Evelin
Teen FictionIni tentang hidupku. Tentang hidupku yang berubah sejak aku menjajaki masa sma. Beban menjadi saudara kembar dari cowok populer di sana yang dirahasiakan. Memiliki sahabat baru yang tak pernah kubayangkan dan sahabatnya yang juga te rnyata sahabat E...