Chapter 9

14.7K 797 11
                                    

Dan, hari ini datang juga.

Hari dimana aku, Kak Evan, dan Bi Surti akan menemani Mama untuk check up kesehatannya di salah satu rumah sakit yang ada di dekat rumahku. Dan tentu saja kami diantar oleh Pak Ujang.

Aku sudah bersiap-siap dengan tas kecil yang berisi sebuah novel, dompet, handphone, iPadku, dan sebuah buku kecil; sepasang converse di kaki; sebuah t-shirt berwarna merah tua dengan tulisan 'Let's go, Girls!' yang dipadukan dengan jeans tiga per empat menempel di tubuhku. Kuikat rambutku kebelakang dengan membentuk ekor kuda. Dan tentu saja aku tidak lupa dengan kacamata yang sudah bertengger manis di hidungku.

Baru saja aku keluar dari kamar, Kak Evan muncul dengan kemeja kotak-kotak berwarna merah dengan jeans dari dalam kamarnya.

"Gitu banget mbak, bajunya." Kak Evan berkomentar. Aku menundukkan kepalaku dan memandang pakaian yang kukenakan dari atas sampai bawah.

Biasa saja, tuh.

"Emang harusnya gimana?" Tayaku polos padanya. Kak Evan mendekat dan segera mengacak-acak rambutku.

Aku menepis tangannya. Namun sayangnya, rambutku sudah menjadi korban tangan jail Kak Evan.

"Lo cantik, Evy. Tapi lo nggak memanfaatkan kecantikan elo dengan pake pakaian yang 'seenggaknya' cocok lah. Lo lebih milih pake pakaian yang boyish, jadi keliatannya lo kayak tomboy, padahal nggak. Itulah kenapa lo nggak dapet-dapet pacar." ceramah panjang lebar Kak Evan membuatku pusing.

Seperti dia pernah pacaran saja!

"Cie, bilang gue cantik. Jangan-jangan lo naksir ya sama gue?" Godaku sambil menaik-turunkan kedua alisku.

Kak Evan merangkul bahuku. "Iyadong. Gue naksir berat sama elo, nih! Jadi pacar gue aja, Evy. Daripada elo jones...." Kak Evan menyeringa lebar, dia pun mengeratkan rangkulannya.

Ya ampun!

"Idih, gue nggak mau. Geli, tau!" Aku mencoba melepaskan rangkulan Kak Evan. Sialnya, dia tidak mau melepaskan, malah semakin mengeratkan rangkulannya. Sebuah ide muncul dalam benakku.

"Apa jangan-jangn, lo sister complex ya? Segitunya sama gue. Gue tau gue cantik, kak. Tapi sadar dong, gue saudara kembar lo sendiri. Bilangnya gue yang suka sama lo, eh ternyata...." Aku berdecak sambil menggeleng-gelengkan kepala dramatis.

Kurasakan rangkulan Kak Evan mengendur. Namun sejurus kemudian, dia mengapit hidungku dengan jari telunjuk dan jari tengahnya hingga membuat aku tak bisa bernafas. Dia tertawa terbahak-bahak.

"Lephas, kak! Lephas!! Lho jahat banghet sih!!" Aku melayangkan pukulan kearah perutnya. Saat pukulanku mendarat, dia melepaskan apitan tanganya.

Aku kembali benafas.

Tarik ... buang.

Tarik ... buang.

Kugosok-gosok hidungku pelan. Sudah kupastikan bahwa hidungku telah berubah warna menjadi kemerahan.

"Lo juga jahat, Ev. Masa gue dibilang sister complex, mukul lagi." Keluh Kak Evan sambil berjalan kearah tangga. Meninggalkanku yang terbengong di depan kamarku dan kamarnya. Sebelum pergi tadi, kulihat wajahnya menyiratkan kekesalan.

Wah, kalau sudah begini, namanya dia ngambek.

Percaya nggak kalau Kak Evan suka ngambek? Nggak percaya kan? Tapi sayangnya, kalian harus percaya.

Dan jujur saja, melihat wajahnya tadi itu sangat lucu. Seperti kau baru saja mengambil permen dari anak kecil, lalu dia merengek memintanya kembali. Dan dia tak akan berhenti merengek sebelum kau memberikan permennya itu.

EvelinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang