Chapter 21

9.2K 616 13
                                    

“Woi, Alvin! Jangan dimakan semuanya, woi!” teriakkan Adrian membuatku menoleh kearahnya. Adrian tengah mengejar Alvin yang tengah mengambil sepiring penuh oleh daging asap yang baru saja aku dan Bella panggang di halaman belakang villa milik Ayah Alvin. Aku menggeleng-geleng melihat mereka yang seperti anak kecil, tak lama, Kak Evan mulai bersekongkol dengan Alvin untuk menjauhkan piring itu dari Adrian.

Kami sampai disini sehari lalu, jadi ini merupakan hari kedua kami disini. Besok siang, kami akan bersiap-siap untuk kembali ke Jakarta. Sore menjelang malam di Bandung terasa dingin meski aku berada didekat panggangan. Sialnya, aku lupa membawa jaket. Aku melirik Bella yang merasa sama sekali tidak kedinginan karena dia mengenakan jaket. Dengan senangnya dia terus memperhatikan makanan yang dipanggangnya bersamaku, sesekali dia menimpali candaan yang dilontarkan Alvin, Adrian, ataupun Kak Evan.

Aku menghembuskan napas berat, uap dingin keluar dari mulutku sedikit terlihat. Sesekali aku memeluk diriku sendiri saking dinginnya. Apalagi aku hanya mengenakan kaus lengan pendek dan celana jeans selutut.


PLUK

“Pake nih, Ev! Gue liatin dari tadi lo kedinginan. Lagian pake baju begituan sih,” Kak Evan tersenyum. Aku melongo menatapnya, namun segera memasang wajah cemberut.

“Yeh, gue cuma bawa kaos doang, Ka—“ duh, salah. “Van,” kataku sambil nyengir. Aku merapatkan jaket yang diberikan dirinya padaku. Aku mendongak, teringat sesuatu. “Loh, lo nggak pake jaket...,Van?” Uh, rasanya susah sekali merubah kebiasaanku yang memanggil Kak Evan dengan kata “Kak” menjadi “Evan”.

Kak Evan mengerutkan keningnya. “Nanti lo gimana? Lo nggak bawa jaket pasti, ‘kan?” Aku tersenyum tak berdosa.

“Dasar! Kebiasaan!” dia menepuk dahiku. Aku segera mengelus-elusnya.

“Ehem, mesra banget berdua.” Suara dibelakangku membuatku menoleh. Bella sedang melipat kedua tangannya didepan dada. Dia tersenyum menggoda. Aku menatapnya datar.

“Mesra apanya?”

“Udah lah, Ev. Nggak usah bohong,” Bella tersenyum kecil.

Loh, bohong apa? Apa jangan-jangan dia sudah tahu semuanya?

“Bo-bohong apanya, sih? Kalo ngomong yang jelas dong, Bel!”

Bella menghela napasnya. “Kalian berdua pacaran, ‘kan? Kenapa nggak bilang-bilang?”

Hah?

Aduh, sepertinya Bella tertular virus Adrian tentang “salah pemahaman”. Tapi karena dia tidak tahu yang sebenarnya, jadi maklumi sajalah.

“Iya nih, berdua mesra banget,” timpal Adrian yang ikut-ikut nimbrung. Dia duduk disampingku. “dari kemaren deket banget. Dari nyuruh Evelin makan, tidur, bahkan sampe waktu di mobil aja, Evelin tidur dipundaknya Evan. Gue curiga,” Adrian menyipitkan matanya. Kak Evan menoyor kepalanya kencang.

“Perhatiin aja lo, Yan. Kenapa? Cemburu sama gue?” goda Kak Evan. Adrian langsung melayangkan tatapan kita-kenal ke Kak Evan. Aku hanya menggeleng-geleng.

“Udah lah, ngaku aja lo berdua.” Alvin kemudian menghampiri kami semua. Tiga pasang mata manusia menatap Kak Evan dan aku meminta penjelasan. Aku melirik Kak Evan yang ternyata sedang melirikku.

Harus apa aku sekarang?

“Ngaku apaan sih? Nggak jelas lo pada!” tukas Kak Evan sambil berjalan mendekati panggangan. Diambilnya keripik kentang yang berada didekat sana kemudian memakannya dengan santai.

Aktingnya bagus sekali.

“Ngaku lo pacaran sama Evelin, lah! Apaan lagi?” seru Adrian yang terlihat mulai jengkel. Loh, dia kenapa?

EvelinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang