From : Alvin
Ready for the show, girl?
Pesan yang kuterima dari Alvin beberapa menit lalu membuatku teringat akan sore itu. Sore dimana aku mengiyakan permintaan Alvin untuk bernyanyi bersamanya, yang sebenarnya-menurut dia-tidak bernyanyi juga. Aku juga disuruh untuk bermain piano. Piano! Hei, bagaimana dia bisa berpikir sampai sana?! Sedangkan dia akan bermain gitarnya.
Memang Alvin mengatakan seperti itu, dan sebagai gantinya, aku memaksanya bermain sebuah lagu untukku.
Alvin menghela napas pasrah. "Lo mau lagu apa?" tanya Alvin dengan ogah-ogahan. Dia tengah duduk di sofa dengan gitar hitam miliknya dipangkuan. Tangannya sesekali memeti senar gitar pelan, tatapannya mengarah padaku. Aku menimbang-nimbang, namun sayangnya tidak mendapat ide.
"Terserah. Lo yang mau main. Btw, lo baru pertama kali main gitar?" tanyaku penasaran. Alvin mengedikkan bahunya. "Nggak juga. Gue main gitar dari kelas lima sd, dan berenti sampe kelas sebelas. Baru-baru ini gue main lagi," jelasnya.
Niat iseng menghampiriku. "Buat gue, ya?" godaku iseng. Alvin menautkan kedua alisnya, dan dengan cepat tangan panjangnya langsung beralih kepipiku, mencubitnya. Aku mengelak namun sayangnya kecepatannya terlampau jauh dariku. Kuelus-elus pipiku pelan setelah dia melepaskan cubitannya. Alvin hanya nyengir dengan wajah tak berdosa.
"Apaan sih? Sakit tau!" keluhku padanya. Tanganku masih mengelus-elus pipi kananku yang terkena "serangannya" tadi. Cengiran Alvin melebar. "Dih, nggak merasa bersalah gitu!" aku cemberut. Kulipat kedua tanganku didepan dada. Kupandangi wajah Alvin dengan kesal.
"Marah ceritanya?" aku diam. Alvin menyingkirkan gitar dari tubuhnya dan bangkit berdiri menghampiriku. Aku memperhatikan gerakannya hingga telapak tangan kanannya menyentuh pipi kananku lembut. Tangannya bergerak perlahan mengelus pipiku. Kurasakan tangannya yang hangat menyentuh pipiku yang dingin. Mataku masih terarah padanya, membeku. Dengan telapak tangannya masih berada di pipiku. Dan ketika tangannya berhenti, rasanya seperti ada yang memberhentikan waktu.
"Udah nggak sakit, 'kan?" suaranya terdengar di telingaku membuatku tersadar. Aku menggeleng pelan. Dilepasnya tangannya dan segera kembali duduk di sofa. Ditaruh gitarnya diatas pangkuannya kembali.
Aku menghela napas. Rasanya seperti aku sejak tadi menahan napasku. Seketika rasanya seperti baru kehilangan sesuatu yang berharga bagiku ketika Alvin menarik tangannya menjauh. Namun kutepis hal tersebut, meski masih terbayang apa maksud sebenarnya dari hal yang kurasakan tadi. Sudahlah, lupakan.
"Jadi," Alvin memecahkan keheningan yang melanda. Aku menoleh kearahnya. "dengerin baik-baik, ya." Alvin tersenyum.
Dia menghembuskan napas perlahan, kemudian terdengarlah petikan senar dari gitar hitam Alvin.
Oh, her eyes, her eyes
Make the stars look like they're not shinin'
Her hair, her hair
Falls perfectly without her trying
She's so beautiful
And I tell her everyday
YeahI know, I know
When I compliment her she won't believe me
And it's so, it's so
Sad to think that she don't see what I see
But every time she asks me, "Do I look okay?"
I say,
KAMU SEDANG MEMBACA
Evelin
Teen FictionIni tentang hidupku. Tentang hidupku yang berubah sejak aku menjajaki masa sma. Beban menjadi saudara kembar dari cowok populer di sana yang dirahasiakan. Memiliki sahabat baru yang tak pernah kubayangkan dan sahabatnya yang juga te rnyata sahabat E...