Chapter 26.1

8.5K 566 2
                                    

Keringat dingin mengalir kepelipisku. Sedari tadi kuremas-remas tanganku sendiri gugup. Jantungku berdegup kencang membuat diriku gemetaran sendiri. Kugigit bagian bibir bawahku kuat-kuat, tak peduli walau berkali-kali Kak Evan mengingatkanku untuk berhenti melakukannya tapi aku tak peduli. Mataku jelalatan mengerling kesana kemari, berusaha mencari seseorang yang kutunggu sejak tadi. Sudah berulang kali aku menarik napas lalu membuangnya sampai Bella berkata. “Ayolah, Ev! Biasa aja. Alvin pasti dateng, kok,” Meski kuyakin Bella tidak yakin dengan apa yang barusaja ia katakan.

Iya, Alvin, sang penyanyi utama yang akan tampil pada urutan ke dua puluh tiga untuk pentas seni ini, sekarang tidak terlihat batang hidungnya. Di telpon tidak diangkat, di sms tidak dibalas, di Line, BBM, ataupun social media lain yang ia punya tidak dibalas sama sekali. Di baca saja tidak! Kak Evan dan Bella—yang sudah diberitahu bahwa aku dan Alvin akan ikut berpartisipasi dalam pensi ini—sudah mencoba menghubunginya juga namun tidak ada yang dibalas olehnya. Kalau Adrian, jangan tanya, dia sedang berlatih di ruangan band—meski kelompok band-ku tidak terpilih lagi tahun ini—karena dia harus menggantikan anggota band tersebut yang sedang berhalangan hadir hari ini.

Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi saat terakhir kali aku mengecek jamku. Acara sudah dimulai satu jam lalu. Kusandarkan tubuhku pada dinding dibelakangku. Saat ini aku sedang berada di ruangan yang berada disamping back stage. Aku, Kak Evan, dan Bella. Kak Evan sedari tadi berkutat dengan ponselnya sedangkan Bella sedari tadi hanya bolak-balik tidak jelas didepanku. Aku menghela napas.

“Bel, kalo lo nggak berhenti sekarang juga, gue bisa tambah nervous ini!” seruku padanya. Bella berhenti sambil menoleh kearahku. Dia tersenyum meminta maaf. Bella pun berjalan mendekatiku dan bersandar pada dinding disebelahku. “Gugup?” tanyanya pelan. Aku menahan napas sebentar kemudian membuangnya kembali.

“Banget. Gue ... gue takut, Bel. Gue takut! Gue masih kebayang-bayang sama kejadian itu!” Lututku lemas. Tubuhku pun merosot kebawah. Kutelungkupkan kepalaku diantara kedua lututku yang tertekuk. Bisa kurasakan tanganku bergetar, bahkan aku tidak bisa mengepalkan tanganku dengan benar. Kurasakan sebuah tangan mengelus punggungku.

“Tenang, Ev. Lo percaya Alvin, ‘kan? Dia yakin kejadian itu akan terulang lagi,” hiburnya, masih sambil mengelus-elus punggungku. Aku semakin membenamkan wajahku kedalam kedua lutut.

“Tapi bahkan Alvinnya aja belom dateng, Bel! Dan gue masih nggak tau lagu rahasia yang bakal kita nyanyiin nanti. Gue ... gue ....” Tangan Bella menggenggam tangan kananku. “Tenang, Ev. Semuanya bakal baik-baik aja. Oke?” Kubalas genggaman tangannya. “Oke.”

“Iya, Ev. Semuanya bakal baik-baik aja, gue janji.” Kurasakan tangan Kak Evan menggenggam tangan kiriku erat. Aku membalasnya dengan sama eratnya, berusaha mengumpulkan keberanianku dan kepercayaanku. Aku menutup kedua mataku pelan lalu membukanya. Aku mendongak, mencoba melihat keadaan sekitar yang semakin ramai.

“Makasih, buat kalian berdua.” Aku menoleh pada Bella, kemudian pada Kak Evan. Dia tersenyum, senyuman yang dapat menenangkan. Setidaknya, perasaanku sedikit lebih tenang, namun rasa khawatir akan kehadiran Alvin yang tak kunjung terlihat masih bergejolak dalam pikiranku.

*~*

*~*

“Alvin ....” tanganku meremas-remas tanganku yang lain. Kali ini, aku lebih panik lagi. Giliran kami tinggal berselisih tiga performance lagi, dan sampai sekarang Alvin masih belum terlihat. Keringat dingin kembali mengalir kesekujur tubuhku. Meski udara pendingin yang berhembus bahkan sebelum acar dimulai, rasanya tubuhku panas. Aku gelisah. Aku gugup. Aku ... aku ... aku tak tahu apa yang harus aku pikir dan lakukan sekarang. Alvin, lo dimana, sih? Kenapa lo  ... kenapa ... ah, sudahlah.

EvelinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang