Err ... hai! Adrian disini. Gue untuk sementara mengambil alih teenfiction ini. Cuma satu bagian doang. Tenang aja, gue nggak maruk kok, cukup selama kurang lebih dua tahun gue jadi playboy di sekolah dan itu udah buat gue eneg. Apalagi ceweknya macam si Fransis. Dia itu—eh, udah-udah jangan ngomongin “mantan” pacar gue yang satu itu, toh orangnya udah lulus dan pindah ke Aussie.
Well, kenapa gue yang “mangambil alih” cerita ini untuk satu bagian? Pertama, karena si Evelinnya lagi “bersenang-senang” bersama dengan si Alvin—sang Author enggak tega buat mengganggu mereka.
Kedua, tadinya sang Author ingin menyuruh Evan atau Bella tapi karena mereka “sok sibuk” dengan urusan mereka masing-masing—yang gue yakin itu berhubungan sama gebetan mereka atau apalah—jadilah sang Author mencoret nama mereka dari daftarnya.
Dan terakhir, karena tinggal gue sahabat Evelin yang lagi nggangur, nggak ada kerjaan yang berarti, dan jones, jadilah sang Author dengan terpaksanya dan dengan keraguan mendalam—sumpah gue tersinggung dan merasa si Author ini lebay banget—memilih gue sebagai pengganti Evelin dalam cerita ini untuk satu bagian saja.
Oke, jadi selamat menikmati cerita versi gue,
Adrian Finn.
*~*
*~*
Pernah ngalamin rasanya pengen ngomongin sesuatu tapi enggak bisa? Tau rasanya? Gue tau. Sangat tau. Apalagi kala suatu saat kata-kata itu hampir keluar dari mulut, hampir enggak tahan buat disimpan lama-lama, tapi malah ketahan di ujung lidah. Dan akhirnya, kalian enggak jadi ngomong itu ke orang yang kalian tuju. Itu enggak enak banget, man. Trust me, it works!
Eh, kok malah jadi ngiklan?
Oke abaikan aja iklan lewat di atas. Bercanda doang, kok.
Baik, kembali ketopik pembicaraan. Tunggu, emang topik pembicaraan kita apa? Bukan, bukan yang di atas tadi. Tadi gue cuma curhatan asal. Sekarang gue bakal serius.
Nama gue ... yah, kalian pasti tahulah. Adrian Finn, anak dari pengusaha sukses yang merangkap menjadi kepala sekolah dari sekolah—yang dia bangun atas namanya sendiri—yang sama dengan sekolah yang udah gue jalanin selama ... dua tahun lebih. Tahun ini adalah tahun ketiga buat gue yang sekaligus jadi tahun terakhir gue sekolah disini bareng sahabat-sahabat gue; Alvin, Evan, Evelin, dan Bella.
Gue terkenal, pasti. Gue bukan kepedean atau apapun, tapi begitulah kenyataannya. Apalagi setelah warga sekolah tahu kalau gue itu anak dari kepala sekolah. Beuh, murid-murid cewek dari berbagai kelas langsung heboh datengin kelas gue sampe-sampe Pak Dirman—guru sejarah gue pas kelas sebelas—harus nyuruh itu rombongan cewek-cewek buat ke kelas mereka masing-masing.
Rusuh? Emang. Lebay? Banget! Begitulah sekolah gue, gue mah sabar aja. Apalagi gue sekarang udah punya “satu orang” yang selalu di hati—bahasa gue apaan—jadi gue tinggal tolak para kaum hawa yang nembak gue dengan rusuhnya. Untungnya gue enggak mati, kalo mati, gimana nasib “cewek itu” tanpa gue, ea.
Kalo kata Evelin, gue tingkat kepedean melebihi Evan. Emang bener sih, tiga puluh persen karena emang kenyataan sedangkan sisanya karena kelewatan.
Dulu ya, pas jaman-jamannya kelas sepuluh, gue itu udah terkenal playboy dan termasuk most wanted boys di sini. Tapi ya, kalian masih inget kan kenapa gue jadi playboy begitu? Kalo urusan most wanted boys sih karena gue-nya juga ganteng, keren, supel, pinter,kaya—sebenernya bokap yang kaya, bukan gue—jadi apa alasan buat gue enggak masuk kedalam daftar itu? Dulu sih gue peduli begituan, sekarang? Enggak, makasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Evelin
Teen FictionIni tentang hidupku. Tentang hidupku yang berubah sejak aku menjajaki masa sma. Beban menjadi saudara kembar dari cowok populer di sana yang dirahasiakan. Memiliki sahabat baru yang tak pernah kubayangkan dan sahabatnya yang juga te rnyata sahabat E...