Bagian 9.

657 42 0
                                    

Aku khwatair dengan semua ini. Terlebih lagi daniel pergi dengan cepat. Apa aku menyukainya? Astagfirullah. Aku takut jika aku mencintai daniel aku akan hilang mencintai Allah.

Bluk
Aku menyandarkan tubuhku ke sebuah bangku berbahan kayu ini. Pikiranku goyah. Ya Allah aku mohon Lancarkan ururusannya.

"Dek kenapa?"

Jeng jeng

Hayalanku membuyar seketika. Suara mama telah terdengar di telingaku. "E-e iya ma?"

"Kok kaget gtu mukanya?"

"Tak apa ma. Mama ingin bicara apa?" Aku menatap mama senyum

"Kamu masih mengajarkan nak?"

"Iya."

"Tapi mama dengar, salah satu anak disana ada yang sedang sakit parah."

"Inalilllahi. Siapama?" Aku terkaget dan wajahku mulai terlihat semakin panik lagi.

"Mama tidak tahu. Coba kamu kesana. Siapa tahu ada orang yang tahu anak yang sedang sakit itu. Soalnya daerah situ saat weekend seperti ini ramai dikunjungi orang." Jelas mama bingung

"Baik ma terimakasih. Assalamualaikum ma." Dengan cepat aku berangkat kesana. Walau dengan duit yang pas pasan aku meniatkan diri untuk pergi menjenguk.

Diperjalanan ke daerah sana dan hampir ingin sampai. Aku semakin kaget karena anzani sedang membereskan kediaman belajar kita. Masyaallah

"Anzani!"

Anzani menengok ke arahku dan tersenyum. "Eh kamu. Sedang apa kesini?"

"Aku yang harusnya bertanya seperti itu." Aku menghampirinya sambil tersenyum.

"Seperti yang kamu lihat. Aku sedang membereskan tempat buku dan menyapu."

"Rajin sekali kamu. Tapi, ada anak yang sedang sakit parah kata mamku." Ekspresi wajahku memurung

"Inalillahi. Siapa itu?"

"Aku tidak tahu. Tanyakan saja. Ayo kita tanya ke ibu ibu itu." Aku dan anzanipun segera menghampiri ibu ibu yang sedang menyapu luar itu dengan sangat terburu buru.

"Assalamualikum bu. Kita numpang tanya. Apa salah satu anak disini ada yang menderita penyakit parah?" Aku bertanya dengan ramah dan santun.

"Ada mba. Anak saya itu."

"Oh begitu bu. Boleh kita lihat?"

"Iya boleh. Tapi tidak terlalu parah kok mba. Hanya penyakit kulit biasa." Aku dan anzani terus tersenyum sampai aku melihat anak muridku yanh tertidur lemah di kasur.

"Maaf rumahnya sempit mba." Kata ibu ini duduk di samping anak ini yang tertidur

"Tidak apa bu." Anzani tersenyum lebar

Ya Allah, kasihan sekali dia. Walau penyakit kulit. Tapi aku takut jika penyakit kulit seperti ini adalah kaker kulit. Astagfirullah. Aku tidak boleh berfikir kejauhan. Aku terus memandangi bocah kecil ini tidak tega.

"Maaf mba. Mau dibikin teh gak?" Kata ibu ini membuyarkan tatapanku.

"E-enggak bu makasih." Jawab anzani lagi.

Telah beberapa menit aku disana. Aku meniatkan untuk pulang. Dan aku, anzani memilih untuk segera pulang dengan memberi uang kecil kepada ibu ini. Aku berharap semoga bocah kecil yang ganteng ini bisa cepat cepat kembali lagi untuk belajar.

"Terimaksih ya bu. Maaf kita merepotkan." Ujar ku keluar dari kamar

"Iya. "

Dengan assalamualaikum aku keluar dari rumah ini dan segera menghampiri rumah belajar lagi. Diperjalanan hatiku lega sekali bisa menengok muridku.

"Zahra?"

"Ya?"

"Tadi murid kita kan?"

"Iya. Semoga dia cepat sembuh amin.."

"Iya benar zah. Tapi, bukannya kamu sekarang ada jadwal untuk belajar bersama daniel?" Tak sangka kita sudah sampai dan anzani secepatnya duduk di tempat duduk

"Gimana ya ni diceritakannya. Aku saja masih ragu karena dia pulang sangat terburu buru." Aku juga ikut duduk disamping anzani.

"Kenapa tidak kamu telfon?"

"Aku takut mengganggunya ni."

"Daniel tidak akan marah jika kamu bertanya lah zahra. Kamu harus tau dia itu memang kelihatannya saja dingin tapi hatinya sangat hangat zah."

"Kok kamu tahu?"

"Aku teman dari kakanya dulu. Jadi aku tahu deh." Anzani menggeser kakinya ke kanan kekiri seperti anak kecil sekali.

"Oh begitu. Yasudah kamu ingin pulang atau masih betah disini?" Aku berdiri dan melirik keadaan rumah belajar ini.

"Kamu kalo mau pulang duluan aja. Gue masih betah dan mau nunggu jemputan hehe." Anjani menyengir dan melihatkan giginya yang rata sekali.

"Iyadeh iya. Assalamualaikm anzani. Duluan yaa." Kataku mulai pergi

"Iya walaikumsalam."

***
Saat aku ingin membuka pintu ka dina sudah terlebih dahulu membukanya. Jadi aku terkaget bukan kepalang sudah melihat ka dina yang raut wajahnya juga sama kagetnya.

"Astagfirullah bikin kaget saja."

"Ih! Kaka yang bikin kaget!!"

"De tolongin kaka dong. Kaka cape banget dan si siska anak kaka yang cewe mau pergi ke taman, temani ya." Kata kaka yang mengusap keringetnya.

"Ya iyaaa."

"Yasudah titip anak kaka. Tuh lagi main tanah, nanti jangan lama lama ya. Ngerasain gimana punya anak kali kali hehe."

"Iyaka iya." Dengan cepat aku menghampiri siska yang menungguku.

"Kaka ayo ke taman."

"Iya sayang."

Ketika sudah sampai di taman aku langsung menghampiri ayunan dan siskapun langsung bermain dengan anak anak kecil yang ada disana.

"Ehemm." Ada suara yang bikin aku penasaran tapi aku hiraukan saja.

"Ehemm." Suara itu semakin dekat. Akhirnya aku mencari suara itu dan benar saja. Ada daniel berada disampingku yang juga menduduki ayunan.

"Kamu bikin aku kaget." Aku mengakhiri meliriknya dan mmpokuskan kembali melihat ponakanku siska yang sedang asik bermain dengan temannya.

"Maaf tadi aku tinggal. Kamu gak khawatirkan?"

Khawatir banget.

"Enggak."

Tuh kan aku boong. Maafkan aku.

"Kamu udah shalat asar?"

Otakku mulai kaget. Hatiku sangat sangat sakit karena hampir lupa untuk shalat. ya Allah maafkan hambamu ini.

"Astagfirullah aku lupa. Daniel tolong jaga adikku ya. Dia petempuan yang memakai baju pink itu. Tolong jaga adikku." Dengan cepat aku menitipkan adiku dan segera aku pergi ke mushola taman. Untung saja disini ada mushola.

"Iya. Tenang saja ada gue."

Dengan cepat aku pergi ke mushola itu. Dan saat diperjalanan aku berbicara. "Aku sudah diingatkan untuk kembali kejalan-Mu."

"Karena aku mencari cinta yang bisa mendekatkanku kepada Tuhanku. Bukan sebaliknya."

"Dan itu kamu, Daniel."

****

Assalamualaikum😄 telat banget updatenya ya? Semoga gak mengecewakan:) ada yang tak terduga di next bagian. Baca terus. Makasih😍


Fatimah AzahraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang