Bagian 14

724 42 1
                                    

Cahaya matahari pagi menyengat tepat dimataku. Aku skarang berjalan menuju kampus dengan ransel yang aku bawa.

"Zahra!!" Teriak anzani sambil menghampiriku dengan botol minum yang ia pegang.

Aku tersenyum

"Kamu kenapa? Harusnya hari ini kamu harus siap siap lah."

"Maksud mu apa anzani?"

"Temen reynol ingin melamarmu."

Bluk!
Mengapa rasanya menyakitkan.

"Sudahlah, mari kita ke kelas." Kataku mulai berjalan.

*

Skripsiku telah aku berikan kepada dosen yang terhormat. Namun kenapa hati ini belum bisa melupakan daniel yang begitu aku ingin lupakan? Ya Allah, jika memang dia jodohku dekatkanlah kepadaku. Jika tidak aku mohon jauhkanlah.

"Zahra."

Aku keget dan segera menoleh ke arah Daniel yang ada di sampingku.

"Ya?"

"Ini untukmu." Daniel memberi sebuah Bros bunga yang cantik entah ia ingin bermaksud apa.

Aku mengambilnya. "Terimakasih."

"Bagaimana kabar bapakmu?" Katanya sambil menatap langit. Kini aku dan dia sedang ada di Gedung atas kampus. Pemandangannya memang indah diketinggian lantai 3.

"Oh ayahku, dia baik baik saja." Aku masih saja menatap bros bunga berwarna merah itu. Sesekali aku mencuri curi kesempatan untuk melihat senyuman daniel yang sedang terkesima dengan pemandangan langit.

"Indah sekali ya, gue baru tau kalo senja itu lebih indah dilihat dari ketinggian." Katanya melirik ke arahku.

Aku kaget, dan segera berpaling dengan melihat bros bunga yang ada ditelapak tanganku.

"I-iiya."

"Suatu saat, gue akan menepati janji gue terhadap diri gue sendiri."

"Janji apa?"

"Ingin meminangmu."

Deg

Deg

Aku kaget bukan kepalang, mataku terbuka lebar mendengar perkataan daniel yang asal ceplos itu. Atau memang benar? Ya Allah sungguh apakah ini mimpi? Bangunkanlah aku.

"Tapi, gue gayakin." Kata daniel seketika membuat aku menjadi bingung lagi.

Aku masih terdiam. Aku sudah habis pikir memikirkannya.

"Beberapa hari lagi, gue bakal ke Suatu tempat dan itu memakan banyak waktu. Tapi gue yakin, jika memang kita berjodoh halangan apapun tidak akan menjadi penghalang." Kata daniel tersenyum sambil melirikku teduh, aku tidak sanggup untuk melihat matanya langsung. Aku sedari tadi hanya bisa menatap bros atau keindahan senja yang ada disini.

"Zahra?"

"E-ee iya?"

"Gue pergi dulu ya. Atau mau aku antar pulang?" Kata daniel berbalik badan.

"Gue bisa naik bis niel."

"Serius?"

"Iya."

"Maaf ya gue langsung cabut, gue mau kerumah temen bokap gue. Hati hati dijalan zahra. Assalamualaikum." Kata daniel berjalan.

"Waalaikum salam."

Daniel akhirnya pergi setelah memberi dan mengatakan hal yang membuatku senang.

Fatimah AzahraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang