Bagian 19.

544 21 0
                                    

Jika yang terbaik adalah seperti ini, jika takdir cinta telah dirancang dengan rinci seperti ini. Biarkanlah aku terima semuanya. Biarkan aku tersenyum walau hati sangat menyesakan di dengar. Mungkin ini adalah takdir yang telah Allah siapkan untukku dan dia. - Zahra.

Hari ini mungkin adalah hari aku dan dia LDR sementara, seperti janjinya, sebelum kita akan menikah dia akan pergi ke palestina untuk membantu saudara muslim disana. Disatu sisi aku merasa bahagia, disisi lainnya ada seribu kecemasan yang aku pikirkan entah banyak sekali yang aku pikirkan.

Daniel dan kawan kawan berpamitan kepadaku dan juga ibuku yang ada dirumah saat ini.

"Doain ya semoga selamat sampai tujuan dan bisa kembali lagi kesini." Ujar daniel sambil membawa kopernya.

Aku mengangguk.

"Zahra, jaga baik baik dirimu aku akan kembali. Tak usah khawatir, ada ridho, rizki sama andre jangan takut." Ujar kembali daniel sambil tersenyum teduh menatapku.

Kenapa begitu sesak?

"Iya selow aja zah kan ada kita. Kalo dia mau gebet yang lain kita bakal jitakin kepala dia." Sahut andre sambil merangkul daniel dengan tawa yang lebar disetiap senyuman mereka.

"Jaga baik baik diri kalian." Kataku sambil tersenyum melihat mereka.

Mereka semua mengagguk bersamaan, dan daniel menghampiriku sambil memberikan sebuah tasbih berwarna coklat. Sangat antik sekali.

"Ini buat kamu. Inget ya, ada seseorang yang harus kamu doakan setiap harinya. Inget juga, kalo aku akan slalu mendoakanmu juga." Kata daniel tersenyum lalu memberikan tasbihnya kepadaku.

Aku mengangguk.

"Bu, jaga baik baik dia ya." Kata daniel teriak sebelum ia masuk kedalam mobilnya.

Ibuku tersenyum samar melihat daniel pergi.

Semakin lama, detik demi menit dan massapun berlalu. mobil daniel smakin lama smakin tak terlihat. Menghilang karena waktu tlah membuatnya tidak kekal.

Kalian tahu? Betapa menyakitkan melepasnya pergi padahal, dua minggu lagi kita akan menikah. Bolehkah ku ikut pergi? Daniel, aku ingin ikut.

***

Aku menyiapkan undanganku dan keperluanku sendiri. Otak sepertinya sudah ingin segera copot karena banyaknya hal yang membuatku sakit dan terluka.

Akupula menyiapkan segala sesuatu hanya sorang diri tanpa ditemani daniel. Walau aku tahu bahwa aku percaya dia akan baik baik saja disana.

"Zahra?" Tanya anzani menepuk pundakku.

"Eh iya ni?" Aku serentak kaget karena ada tangan yang menepuk pundakku kencang.

"Kamu melamun terus ada masalah?"

"Gak ni, iam okay."

"Gausah bohong, raut wajah kamu aku bisa baca. Kamu kenapa?"

"Gak ni, iam okay." Aku menunduk refleks, karena aku tahu bahwa anzani pasti bisab menebak semuanya.

"Kamu takut terjadi sesuatu soal daniel?"

Aku diam.

Anzani lalu memegang pipiku serentak. "Gausah galau sayang, sekarang kamu liat deh betapa mulianya daniel. Inget, ada Allah yang jaga dia, ingetin dia tentang kamu dan segala yang terbaik untuk kamu dan dia."

Fatimah AzahraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang