13 • Tukang Ojek

1.3K 214 22
                                    

Motor Delia yang Lian kendarai berhenti tepat di depan gerbang kampus Sherly. Sherly segera turun dari motor seraya menatap cemas ke jam yang melilit sempurna di tangannya. Sherly tersenyum dan entah sadar atau enggak, dia langsung memeluk Lian senang sampai membuat Lian nyaris limbung dan berpotensi buat motor Delia rusak karena hal itu.

"Oh my God, Lian! You are a lifesaver! Gila! Gak nyesel naik motor berasa di arena MotoGP tadi ternyata keburu! Malah, masih lima menit lagi sebelum kuis!"

Sherly melepas pelukannya sambil beralih menatap Lian yang menatapnya datar. Sherly berpikir sejenak sebelum ikut memasang wajah datar dan memutar bola matanya. "Sori, refleks tadi. Aku kalo seneng suka meluk orang sembarangan."

"Seriusan?"

Lian balik bertanya, mengangkat satu alis dan menurut Sherly, itu cowok jadi bertambah kegantengannya pas ngangkat satu alis. Kayak karakter bad boy yang ada di film-film, apalagi kalo ditambah sama seringaian nakal. Duh.

Sherly menggeleng, menarik diri kembali ke dunia nyata dan mengangguk menjawab pertanyaan Lian. "Dua rius."

Tangan Lian yang putih mulus, tapi terlihat kekar dan minta digenggam itu bergerak buat ngacak rambut Sherly dengan gemas. Sherly hanya diam, otaknya gak pernah berhenti mikir yang aneh-aneh semenjak melihat Lian yang berusia 24 tahun untuk pertama kalinya tadi pagi. Sekarang, mereka sudah bertingkah seakan mereka sudah kenal lama.

"Kamu pendek, ya, ternyata. Kirain tinggi kita sama."

Bibir Sherly mengerucut. "Gak usah ngatain pendek. Gini-gini, aku termasuk paling tinggi di kelas!"

"Populasi orang Indonesia, kan, emang didominasi sama orang pendek. Jadi, jangan bangga jadi orang tinggi di antara orang-orang pendek." Lian berargumen santai.

Sherly bergedik kesal. "Ah, udahlah. Kelamaan ngobrol nanti jadi, lupa mau ada kuis, kan, tuh!"

Lian terkekeh. "Ya, udah. Sana masuk. Kerjainnya yang fokus. Jangan nyontek. By the way, aku pinjem motor Delia dulu, boleh? Mau keliling Jakarta melepas kebosanan." Lian tersenyum lebar, menampilkan barisan gigi putihnya.

Sherly mengangguk. "Iya, pake aja. Asal jangan dirusakin. Delia itu teliti banget, loh, kalo persoalan motornya. Jadi, pastiin gak lecet, barang sedikit." Sherly berkata penuh ancaman dan Lian mengangkat kedua jempolnya mengerti.

"Pulang jam berapa?" Lian bertanya sambil menyalakan kembali mesin motor.

"Menjelang sore. Jam dua-an, kayaknya."

Lian mengangguk dan merogoh saku celana. Dia mengeluarkan handphone-nya dan menyodorkan kepada Sherly. "Save nomor kamu di situ. Aku hubungin kamu kalo udah sampe di kampus ini lagi."

Sherly senyum gak jelas. "Kamu mau jemput aku?"

Sejujurnya, Lian gak habis pikir dengan sikap Sherly yang mendadak jadi seperti ini sejak melihat wujud nyata Lian yang berusia 24 tahun. Itu cewek jadi senyam-senyum sendiri, terus cengengesan dan kegakjelasan lainnya muncul begitu saja. Atau mungkin ini tingkah aslinya yang selama ini tersembunyi di balik wajah juteknya? Tapi gak apa-apa juga, sih. Lian lebih suka ngeladenin Sherly yang centil daripada Sherly yang kalem dan pasang muka jutek.

"Sana masuk kelas. Udah jam berapa ini?"

Pertanyaan Lian membuat Sherly melotot dan kebakaran jenggot. "Ah, iya! Kuis, kuis dan kuis! Ya, udah sana jalan-jalan! Sampe ketemu nanti!"

Cewek itu melangkah cepat memasuki kampus dan Lian hanya dapat menatap punggung Sherly yang menjauh dengan senyuman tipis di bibirnya. Setelah memastikan Sherly sudah aman di dalam kampus, Lian menyalakan mesin motor dan melajukan motor Mio itu menjauhi area kampus Sherly.

Lian BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang