19 • Jemput

1.3K 214 41
                                    

Sherly gak pernah suka yang namanya mendapat perhatian berlebihan dari banyak orang meskipun, dia juga sudah gak asing lagi dengan banyak perhatian yang dia dapatkan. Tapi saat ini, perhatian yang dia dapatkan berlebih. Pasalnya, biasanya hanya cowok yang merhatiin Sherly sambil sesekali ngegodain, sekarang Sherly juga mendapat perhatian dari para cewek.

Bukan, perhatian itu memang bukan untuk Sherly melainkan untuk Lian yang memang berjalan berdampingan dengan Sherly. Kata Lian, dia ada keperluan dengan Adi di laboratorium lagi, tapi sebelum itu Lian ingin mengantar Sherly ke kelasnya. Sebenarnya, Sherly sudah menolak berulang kali supaya Lian gak perlu mengantarnya, tapi Lian mendesak dan beralih kalau sebagai pacar yang baik, Lian cuma mau mastiin Sherly selamat sampai tujuan.

Gimana Sherly gak makin baper coba?

Bahkan Kevin yang biasanya kalau ngeliat Sherly langsung nyamperin dan ngajak jalan, kini malah memilih buat berbalik dan melangkah menjauh setelah melihat Sherly dan Lian. Tapi gak apa-apa, sih, kalau Kevin yang menjauh. Sherly juga makin gak enak sama Delia kalau dia biarin Kevin mendekat terus-menerus.

"Ini kelasnya?"

Sherly tersadar dari lamunannya dan ikut menghentikan langkah setelah melihat Lian yang berhenti. Sherly menatap pintu ruangan dengan nomor 205 pada gantungan pintunya sebelum beralih kepada Lian dan mengangguk canggung.

"I—iya."

Lian tersenyum lalu, mengelus puncak kepala Sherly. "Gak usah malu gitu. Anggap aja, kita lagi bantu Delia buat bisa dekat sama Kevin. Kalo Kevin tahu kamu dekat sama aku, kalo dia sadar diri, dia pasti bakal menghindar dan coba buat move on."

Sherly mengangguk kecil. "Iya."

Lian menarik tangannya yang semula berada di puncak kepala Sherly. "Nanti telepon aja kalo udah selesai. Jangan balik sebelum aku jemput."

Lagi, Sherly mengangguk. Lian tersenyum. "Belajar yang giat biar cepet lulus, ya. Fighting!" Lian mengangkat tangan yang mengepal memberi semangat kepada Sherly.

Perlahan, Sherly menarik napas dan ikut memperagakan apa yang Lian lakukan sambil berkata, "Fighting!"

"Ya, udah. Aku nyusul Adi, ya. Udah di lab dia. Sampe ketemu nanti."

Kemudian, Lian berbalik dan melangkah menuju ke laboratorium. Sherly mengikuti punggung lebar Lian yang semakin menjauh sambil memegangi dadanya yang berdebar gak karuan.

Lian berjalan cepat menuju laboratorium, mengabaikan tatapan para mahasiswi kepadanya. Sesampainya di depan laboratorium, Lian sudah disambut dengan tatapan cemas Adi. Adi menghampirinya, peluh membasahi wajah tampannya.

"Sumpah, Lian. Lo nekat banget! Bukannya gue udah bilang kalo obat itu gak bisa begitu aja lo minum?! Astaghfirullah. Gue panik pagi-pagi karena gak nemuin lo di manapun!"

Tangan Lian mendorong bahu Adi supaya melangkah masuk ke dalam laboratorium sambil berkata, "Di, please. Kita bicarain di dalam, oke?"

Adi memutar bola mata dan membuka pintu laboratorium. "Gue gak tanggung atas segala sesuatu yang terjadi nanti. Gue capek ngomong sama lo, tapi lo gak pernah mau denger baik-baik omongan gue."

Lian menutup pintu laboratorium. "Di, gue percaya sama lo. Jadi, gue percaya lo gak bakal ngapa-ngapain gue. Lagian, gue percaya juga dengan hasil kolaborasi kita." Lian menaik-turunkan alisnya.

Adi menghela napas menatap Lian yang berjalan mengambil asal sebuah tabung kemudian, mengeluarkan sebuah kertas dari saku jaket Adi yang dikenakannya. Lian baru hendak mulai berkerja, tapi ponsel-nya tiba-tiba bergetar.

Lian BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang