14 • Hah?

1.3K 231 29
                                    

Ini gak normal. Gak normal.

Sherly menggelengkan kepala berulang kali. Masih gak percaya jika sekarang dia boncengan dengan seorang cowok ganteng yang baru dilihatnya pagi tadi meskipun, itu cowok sudah tinggal bersama Sherly sejak beberapa hari belakangan.

Oke. Ini benar-benar gak normal. Sherly memejamkan mata dan mengatur pernapasannya yang sedari tadi terganggu hanya karena seseorang yang saat ini mengendarai motor milik Delia.

"Hei,"

Suara itu membuat Sherly kembali ke dunia nyata sebelum mendekatkan kepala kepada Lian yang menoleh sesaat sambil mengangkat kaca helm Delia yang dikenakannya. Beruntung, helm Delia berwarna hitam-merah, bukan warna-warna cewek sejenis pink atau biru muda.

"Y—ya?"

Demi apa seorang Sherly Amanda Wisena bisa gagap bicara di hadapan seorang cowok?

"Mau langsung ke apartment atau mau ke mana dulu?"

Ini berlebihan, memang. Tapi suara Lian seperti candu buat Sherly. Suaranya berat dan memiliki ciri khas sendiri yang membuat suara itu terngiang dengan jelas dalam pikiran Sherly. Seperti menghipnotis.

"Sena."

Suara itu menarik kembali Sherly ke dunia nyata. Sherly berpikir dan sesaat kemudian, tangan Sherly memeluk cepat pinggang Lian ketika motor melewati polisi tidur beruntun. Tapi setelah sadar akan hal itu, Sherly segera menarik tangannya menjauh dari pinggang Lian sambil menahan napas.

"Mau langsung balik atau jalan-jalan dulu?" Lian mengulang pertanyaannya, mengubahnya sedikit.

Sherly memejamkan mata sekilas sebelum menjawab pelan, "Terserah." Tapi Sherly yakin, Lian bisa mendengar jelas jawaban Sherly.

"Jujur, aku gak suka tiap ada cewek yang ngomong terserah. Jadi, kamu ada saran mau ke mana kalo kita pergi? Atau mau langsung balik aja? Kamu pasti capek."

Berasa dinasihatin pacar, anjir. Sherly kegirangan sendiri, tapi tetap mencoba untuk terlihat cool dan biasa aja meskipun, kadang dia lepas kendali.

"Ke...kafe aja, gimana? Ngobrol sambil ngopi atau makan indomie, gitu."

Lian mengangguk. "Aku gak tau di mana. Arahin, oke?"

"Oke."

Gak butuh waktu lama, motor yang Lian kendarai sudah berhenti tepat di depan sebuah kafe yang sebenarnya gak begitu jauh dari apartment tempat mereka tinggal. Mereka masuk ke dalam kafe, Sherly memimpin karena memang dia yang sudah hafal seluk beluk kafe dan Lian mengikuti dari belakang.

Langkah Sherly dan juga Lian terhenti saat seorang pelayan tersenyum ramah dan berdiri di hadapan Sherly sambil berkata, "Eh, si mbak lagi. Temennya mana, mbak?"

Sherly tersenyum tipis. "Oh, si Delia? Dia lagi pulang kampung."

Memang Sherly dan Delia sering ke kafe ini kalau mereka lagi gak mood. Kafe ini dekat dengan apartment dan suasananya cukup menyenangkan. Banyak lukisan unik yang dipajang di tiap dinding kafe. Termasuk replika lukisan Monalisa berukuran besar, kesukaan Sherly.

"Sekarang bawa pacar, ya?" Si pelayan cewek yang sepertinya berusia beda tipis dengan Sherly melirik Lian sambil mengerling genit.

Sherly memutar bola mata dan menoleh ke Lian yang tersenyum tipis kepada si pelayan yang kelihatannya langsung klepek-klepek. Cuek, Sherly ngelingkarin lengannya di lengan Lian. Lian cukup terkejut akan hal itu, terlihat jelas di wajahnya.

"Tempat biasa, mbak. Kosong, kan?" Kali ini, suara Sherly terdengar dingin.

Si pelayan yang seperti kelagapan, menundukkan kepala dan mengangguk. "Oh, ayo, mbak dan mas. Saya anter, ya."

Lian BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang