30 • Ganti

1.1K 218 53
                                    

Sherly menutup pintu dengan pelan sebelum melangkah mendekati ranjang tempat Lian berbaring. Jantungnya berdebar-debar dan Sherly juga gak paham kenapa, suara Lian tadi sukses membuatnya salah tingkah sendiri dan gak bisa berpikir jernih seperti sedia kala.

Gimana bisa dijedor kalo gue aja deg-degan gini denger suaranya doang?

"Kepalanya jangan ditundukin, dong. Gimana aku bisa liat kamu kalo kamu liat ke lantai terus?"

Lagi, Lian berkata yang langsung membuat Sherly mengangkat wajah sambil tersenyum canggung. Jantungnya tambah berdebar gak karuan karena akhirnya, dia bisa melihat Lian yang sadar secara penuh. Cowok itu masih tampan dan akan selalu tampan di mata Sherly. Wajahnya pucat, tapi kali ini lebih pucat dari biasa. Matanya teduh, tapi kali ini lebih sayu daripada biasa. Dia tetap tampan. Lian tetap tampan di mata Sherly dan pastinya semua cewek di seluruh dunia akan setuju dengan pendapat Sherly.

Sherly menarik kursi sehingga dia duduk di samping kiri ranjang. Lian juga duduk bersandar sedari awal Sherly masuk. Beberapa alat bantu medis sudah dilepaskan, hanya tertinggal infus di tangan kirinya dan sebuah selang atau apapun itu yang sepertinya ditempelkan di dada Lian.

"Hai. Gak mau ngomong sesuatu gitu?" Lian kembali buka suara, tersenyum menggoda Sherly yang menatapnya gak kedip.

Mendengar suara Lian, Sherly buru-buru menggeleng cepat. "Enggak, enggak."

Lian terkekeh geli. "Gak apa-apa, deh. Puas-puasin aja dulu natap aku-nya. Nanti kalo udah selesai, baru cari topik buat ngomong." Lian tersenyum lembut yang membuat hati Sherly langsung ambyar seketika.

Ini cowok lagi sakit aja senyumnya kek gitu, apalagi pas sehat? Duh, jantung gue apa kabar kalo gue jadi istrinya kelak? Ambyar mulu.

Hening selama beberapa saat dan Lian gak pernah nyangka jika Sherly benar-benar ngelakuin apa yang Lian katakan tadi alias natap Lian tanpa kedip. Lian sampe salah tingkah sendiri dibuatnya karena tatapan Sherly itu tajam dan terlalu mengintimidasi.

"Kamu gak istirahat?"

Akhirnya, Sherly seperti tersadar dan mulai membuka suara. Lian menarik napas sebelum mengangkat satu alis dan bertanya balik, "Kamu gak istirahat?"

"Kamu kalo ditanya, jawab dulu pertanyaannya. Baru nanya balik." Sherly menjawab kesal.

Lian tersenyum tipis. "Aku kan udah jawab pertanyaan kamu yang ini, dari tadi. Kurang jelas, ya?"

Mata Sherly memicing. "Kapan kamu jawab? Aku aja baru nanya tadi dan aku nanyanya serius. Kenapa kamu gak istirahat sekarang? Baru sadar, udah mau begadang gitu?"

"Kenapa emangnya kalo aku mau begadang?"

"Enggak. Gak boleh begadang. Kamu harus tidur dan istirahat yang cukup biar cepet sembuh, oke?" Sherly menasehati dan Lian hanya tersenyum memperhatikan pergerakan bibir cewek itu.

Lian menghela napas lagi. "Kalo kamu nemuin aku lebih awal, aku pasti sekarang udah tidur dan istirahat."

Sherly bergidik. "Lah? Kenapa aku yang disalahin?"

Lian mengerucutkan bibir pucatnya. "Kamu bolot atau apa, sih? Dari awal, kan, aku udah bilang. Aku nungguin kamu, tapi kamu gak dateng-dateng. Tengah malem gini baru ke ruangan aku. Gak liat ini, aku udah merem-melek saking capeknya nungguin kamu dateng?"

Oke. Sherly cukup terkejut mendengar ucapan Lian. Lian menunggunya? Untuk apa Lian menunggunya? Lagipula, bukankah Lian yang mengatakan jika kemungkinan besar mereka gak akan ketemu lagi? Kenapa Lian menunggunya?

Lian BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang