35 • Kehilangan

1.2K 187 12
                                    

Delia mengernyitkan dahi dengan pemandangan yang ada di hadapannya saat ini. Hari Sabtu pagi alias hari libur dan Sherly bangun jauh lebih awal darinya. Gak tahu kapan Sherly bangun, tapi yang jelas, saat Delia bangun tepat pukul setengah tujuh, sekelilingnya sudah dalam keadaan rapih dan Sherly sedang menyiapkan sarapan untuk mereka berdua.

"Lo kenapa dah? Kesambet setan baik? Baru kemaren uring-uringan, sekarang kayak orang gila baru dikasih permen." Delia bersandar ada kusen pintu dapur, tangannya terlipat di depan dada dengan mata yang fokus kepada Sherly.

Sherly meliriknya sekilas sambil tersenyum lebar. "Gue buatin makanan kesukaan lo alias nasi goreng buat kita sarapan! Mending lo duduk tenang dan berdoa semoga kali ini gue gak salah masukin garem sama gula halus. Abis lo gak nandain, sih."

Mata Delia melotot. "Ya bedalah! Sumpah, itu lo bener gak masukinnya? Kok gue takut? Jangan-jangan lo campur sianida juga lagi!"

Sherly memutar bola mata. "Enggak tenang. Cuma gue campur baygon, tiga kali semprot."

Delia terkekeh geli sebelum beranjak ke meja makan. Delia menarik salah satu kursi dan duduk di sana. Matanya masih menatap fokus Sherly yang tumben-tumbenan mau main di dapur, masak lagi. Sherly itu anti main di dapur. Katanya gak kuat napas kalo kebanyakan ngehirup asep. Lagian, Sherly di dapur itu sama aja kayak ngebunuh diri sendiri. Ini apartment pernah hampir kebakaran karena pas lagi masak air, Sherly ketiduran. Itu panci sampe kering dan pantatnya gosong. Pokoknya, Sherly gak ada bakat di dapur.

Jadi, sesungguhnya Delia sangat meragukan hasil masakan Sherly kelak.

"By the way, Lian mau ke sini entar." Sherly buka bicara, masih sambil asyik memasak.

"Emang dia udah sembuh?" Delia bertanya bingung.

Sherly mengangguk. "Iya. Dia di Jakarta malahan. Kayaknya nginep di rumah Adi. Tapi hari ini mau nginep di sini. Kayak biasa, tidurnya bareng gue."

"Anjir, kayak biasa?! Lo udah berapa kali tidur sama Lian?!"

"Seringlah." Sherly menjawab santai dan langsung mendapat pelototan dari Delia.

Delia memejamkan mata dan mengelus dada. "Astaghfirullah."

"Gak usah pikir yang macem-macem. Lian yang gue maksud itu Lian yang anak sodara gue! Yang imut itu, loh! Mau dititipin lagi di sini. Gak apa-apa, kan?" Sherly menoleh sambil menaik-turunkan alisnya.

Tentang masalah Lian yang menjadi anak kecil, hanya sebagian orang yang tahu dan Delia masuk ke dalam orang yang gak tahu. Bukan hanya Delia, bahkan Ibu tiri Lian atau mungkin Ayahnya masuk ke dalam kategodi yang gak tahu. Lalu tentang Lian yang koma kemarin, mungkin yang mereka pikirkan adalah: Lian punya penyakit atau kecelakaan. Padahal enggak kayak gitu.

Delia menghela napas dan mengangguk. "Gak apa-apa, sih, kalo Lian yang kecil itu. Gue seneng ada dia di sini. Kalem terus dia pendengar yang baik walaupun, tiap gue curhat di cuma mangut-mangut gak ngerti." Delia kemudian tersenyum miring, "Tapi kalo Lian yang dewasa, gue juga gak keberatan dia nginep di sini. Asal lo jangan gantung diri aja kalo dia naksir sama gue. Kalo dia beneran bisa naksir sama gue, gue gak akan nolak soalnya."

"Idih. Kegeeran lo!"

Delia tertawa geli.

*****

"Lo seriusan gak apa-apa?"

Adi menatap Lian yang sudah hampir seharian terlihat pucat menahan sakit. Keduanya berada di kost-an Adi, meneliti obat yang Lian bawa dari ruangan sang ayah. Seingat Adi, Lian belum tidur sama sekali sejak dia sampai di Jakarta dan sekarang, obat sialan itu pasti sedang menimbulkan efek sakit luar biasa. Dalam waktu singkat, Lian akan berubah jadi anak kecil dan Lian menahannya sejak tadi.

Lian BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang