26 • Nginep

1.1K 203 14
                                    

Sherly masih berdiri membeku menatap tubuh Lian yang dipenuhi banyak peralatan medis. Saat Bayu bilang Lian berada di rumah sakit, gak pernah terlintas dalam benak Sherly jika keadaan Lian seperti ini. Sangat parah, sampai Sherly gak bisa menghitung sendiri berapa banyak alat medis di sekujur tubuh Lian.

Tangan Sherly yang terbalut sarung tangan menyentuh tangan Lian, menggenggamnya erat sambil berkata pelan, "Kenapa kayak gini, Lian? Kamu gak pernah bilang kalo kamu pergi ke Bandung buat ada di rumah sakit kayak gini."

Sherly menarik kursi dan duduk di kursi yang ada di samping ranjang Lian. Tangannya masih menggenggam erat tangan Lian yang tampak pucat. Sherly menatap sekeliling, kamar ICU. Sherly gak pernah suka yang namanya rumah sakit. Aroma obat-obatan rumah sakit membuatnya mual. Tapi untuk kali ini, Sherly mencoba mengabaikan rasa mualnya. Demi Lian seorang.

"Come on. Buka mata kamu, Lian."

Sherly menempelkan tangan Lian pada pipinya. Sungguh, Sherly gak atau belum menangis. Dia sebisa mungkin menahan diri untuk gak nangis. Sherly sudah menangis terlalu banyak setelah Lian berkata jika kemungkinan besar mereka gak akan bertemu lagi. Tapi ini hal yang berbeda.

Bukan perpisahan seperti ini yang Sherly inginkan.

Enggak, Sherly malah sangat berharap jika gak ada perpisahan antara dia dan Lian. Sherly ingin bahagia, bersama Lian.

Sherly sudah memastikan baik-baik jika hatinya memang seratus persen dimiliki Lian meskipun, Sherly tahu dia gak memiliki seratus persen hati seorang Andreas Julian Permana. Katakanlah Sherly seorang pengemis cinta, tapi apa salah? Sherly hanya ingin berjuang supaya Lian bisa mengetahui bagaimana perasaannya yang sebenarnya dan mungkin saja lambat laun, Sherly bisa memiliki seratus persen hati Lian.

Seumur hidup, Sherly hanya pernah benar-benar merasa jatuh cinta sebanyak dua kali. Kali pertama adalah saat dia masih berusia sepuluh tahun. Dia menyukai seorang cowok lebih tua yang tinggal di samping rumahnya. Sherly gak pernah tahu siapa nama cowok itu, tapi dia cinta pertama Sherly. Lambat laun, Sherly mulai melupakan cowok itu dan sekarang, dia bahkan gak ingat bagaimana wujudnya.

Kali kedua Sherly jatuh cinta adalah saat ini. Dengan Lian. Sherly gak muna. Awalnya, dia memang naksir Lian saat melihat foto yang ditunjukkan Marsha kepadanya. Tapi saat itu, Sherly masih ragu apakah itu Lian atau bukan. Lalu, saat Lian menunjukkan tubuh 24 tahunnya, Sherly gak tau harus berkomentar apa. Yang jelas, cuma cewek bodoh yang gak naksir Lian secara fisik.

Kemudian, Lian juga seseorang yang sangat gentle. Dia cowok yang terlihat dingin dan super cuek, tapi tiap bersama Sherly, sikapnya berubah dan Sherly menyukainya. Sherly suka Lian yang mau mendengarkan semua curhatan Sherly, tanpa pernah memotong atau menunjukkan tanda-tanda bosan. Sherly suka semua ucapan manis Lian yang membuat darah naik ke pipi Sherly. Sherly suka kecerdasan Lian. Sherly suka segala sesuatu tentang Lian. Sherly suka Lian dan itu bukan main-main.

"Bangun, please." Sherly berujar lirih, mencium punggung tangan Lian dan beberapa detik setelahnya, pintu ruangan terbuka.

Seorang suster yang memakai masker berdiri di dekat pintu sambil berkata, "Maaf, Kak. Waktu berkunjung habis. Kakak bisa dateng buat jenguk lagi besok jam 8 pagi dan 2 siang."

Sherly menoleh dan mengangguk. "Sebentar, Sust." Sherly beralih lagi menatap Lian dan tersenyum tipis, "Aku tunggu sampe kamu bangun. I love you, Andreas Julian Permana. Please, get well soon dan aku janji, aku bakal rajin belajar dan gak manfaatin kamu buat ngerjain semua tugas kuliah aku."

Sekali lagi, Sherly mengecup punggung tangan Lian sebelum bangkit berdiri dan melangkah pergi meninggalkan ruangan, sedari tadi mati-matian menahan tangis.

Lian BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang