Bagian 3

8.3K 248 14
                                    

Bunda Rita menuntun Diana menuju ruang depan panti ini, Diana berjalan dengan menunduk hatinya gelisah tak tentu arah. Sebenarnya dia ingin menolak tawaran Bunda Rita bahwa dia akan di adopsi. Hanya saja, Diana pun tak nyaman berada di panti asuhan ini. Meskipun Bunda Rita dan Staff panti asuhan memperlakukannya dengan baik. Jika ada yang ingin memberi hidup lebih baik, kenapa tidak bukan? Siapa tau calon orang tuanya ini sangat menginginkan hadirnya seorang anak, dan Diana berharap dia akan menemukan keluarga yang benar - benar mencintainya.

"Selamat siang Bapak Andhika Prama dan Rohali Delia" Diana memberanikan diri mengangkat wajahnya yang menunduk melihat calon orang tuanya. Diana yang baru berusia 12 tahun belum terlalu bisa menilai rupa wajah kedua orang tuanya. Yang terlihat oleh Diana adalah, calon ayahnya begitu tampan juga gagah dan calon ibunya yang cantik. Mereka pasangan yang serasi. Dinilai dari wajah dan pakaiannya sepertinya mereka orang yang berada.

Diana duduk menghadap calon orang tuanya. Ibu Rohali Delia menatapnya dengan senyuman, senyuman yang lembut. Diana membalasnya dengan senyuman canggung

"Teh Rita, ieu nya anakna? Geulis pisan ya teh, aku suka" ujar Rohali

"Iya Rohali, ini Diana. Ayahnya sudah meninggal Nininya juga.. Sementara ibunya sudah pergi meninggalkan dia" cerita Diana

"Ya ampun kasihan ya. Diana cantik banget loh teh" Bunda Rita mengelus rambut Diana dengan sayang

"Gimana Mi, kita adopsi Diana atau yang lain?" tanya Andhika kepada sang istri yang berbinar - binar menatap Diana

"Ambil Diana aja Pi, mami suka. Diana geulis pisan pi"

Andhika mengangguk dan menatap Bunda Rita. Bunda Rita yang paham maksudnya segera bangkit dari tempatnya

"Baiklah, Bapak Andhika mari ikut saya. Akan saya siapkan surat - suratnya"

Andhika bangkit dan mengikuti Rita menuju ruang kerjanya. Rohali bergerak mendekati Diana yang masih menunduk diam

"Hei sayang" sapanya. Diana mengangkat wajahnya dan menatap Rohali

"Nama aku Rohali. Kamu bisa panggil aku dengan sebutan mami. Karena mulai hari ini, aku adalah mami kamu sayang"

Diana mengangguk menatap bola mata Rohali yang coklat membuat Diana menaruh harapan bahwa kini dirinya akan bahagia bersama kedua orang tua barunya. Kelihatannya mereka berdua menyukainya dan Diana bersyukur dalam hatinya.

"Semua udah beres, sekarang tinggal nunggu Diana merapikan barang bawaanya saja" ujar Andhika kepada Rohali setelah sejam lebih berada di ruangan Bunda Rita. Bunda Rita keluar dari ruangan dengan wajah memerah lalu menghampiri Diana

"Sayang, ayo kita siap - siap" ujar Bunda Rita sembari mengatur nafasnya. Diana bangkit dan mengikuti Bunda Rita untuk merapikan barang bawaanya

"Bun.." panggil Diana di sela mereka merapikan baju - baju Diana

"Kenapa sayang?"

"Apakah Ibu Rohali dan Bapak Andhika orang baik?" tanya Diana. Bunda Rita berhenti merapikan baju Diana lalu menghela napas pelan

"Sepengetahuan Bunda sih mereka baik Diana, semoga selamanya mereka akan baik. Hidup kamu akan banyak berubah jika bersama mereka. Dengerin bunda ya Diana, sebagaimana pun pahit hidup kamu sekarang, nanti atau suatu hari nanti percayalah di akhir rasa pahit itu akan ada rasa manis yang kamu rasakan" pesan bunda Rita. Bunda Rita memeluk Diana erat dan berbisik tanpa suara

"Maafkan Bunda.."

***

Diana menatap nanar rumah besar di hadapannya. Rohali memeluk Diana dengan lembut. Kini mereka tidak lagi di Bandung. Rohali dan Andhika membawanya ke Jakarta. Diana menghela napas saat Rohali merangkul dan menuntunnya masuk ke dalam rumah.

"Ayo masuk" ajak Rohali. Diana mengikuti orang tua barunya masuk ke dalam rumah. Saat pintu terbuka

Bruk!!

Seorang wanita muda menabraknya hingga membuat Diana limbung

"Astaga, Santhi! Kamu apa - apaan sih?"

"Maaf mami.. Aku baru nyender di pintu malah mami buka pintu" ujar wanita muda itu. Matanya beralih pada Diana yang berdiri di sebelah Rohali

"Siapa Mi?" tanya Shanti melipat tangannya di dada dan bersender pada dinding sebelahnya

"Ini Diana, temen baru kamu" seru Rohali dan tersenyum kearah Diana. Diana hanya terdiam menunduk dengan pemikirannya sendiri

"Mi, papi masuk dulu cape. Nanti malam kita akan kedatangan tamu" ujar Andhika

"Oke papi. Mami mau siapkan Diana supaya nanti malam gak canggung ketemu tamu - tamu. Shinta, kamu ajak yang lainnya bersiap juga" Shinta mendengus jengkel

"Oke mami!" lalu melangkah meninggalkan Rohali dan Diana

Rohali mengantarkan Diana ke kamarnya untuk beristirahat "Diana, kamu istirahat dulu. Mami mau keluar sebentar ada beberapa keperluan yang harus mami siapkan untuk kamu"

"Mami.." panggil Diana pelan

Rohali menoleh "Kenapa?"

"Nanti malam boleh gak Diana gak ikut ketemu tamu mami? Diana kan..."

"Loh kenapa? Mami mau kenalin kamu ke beberapa temen mami. Malam ini kamu harus terbiasa melayani tamu mami ya"

"Iya mami" ujar Diana tanpa mengerti dengan jelas maksud melayani tamu dari ucapan Rohali. Mungkin di pikiran gadis belia itu 'melayani tamu' sama dengan membuatkan teh atau menyiapkan kue untuk tamu mereka

Rohali meninggalkan Diana yang mematung di dalam kamar yang luas ini. Seumur hidupnya belum pernah dia melihat kamar sebesar ini. Luas kamar ini sama dengan luas rumah lamanya di Bandung. Interiornya begitu menakjubkan buat Diana semua seperti hayalannya kala mendengar dongeng almarhum ayahnya dulu. Istana besar dengan dia yang menjadi putrinya. Sungguh hayalannya seolah menjadi kenyataan.

Tbc

Woman (not) For SALETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang