Bagian 12

6.2K 228 17
                                    

Diana mengangguk dan tersenyum cerah saat Aslan melamarnya, mungkinkah ini jalan untuk memulai kebahagiaannya? Memulai lembar kehidupan baru? Kehidupan yang normal? Tidak perlu lagi menjual tubuhnya demi menggendutkan rekening kedua orang tua angkatnya,dia tentu ingin mengikuti jejak Vera yang akhirnya di persunting seorang pejabat dan bisa lepas dari belenggu hitam ini tapi dengan tetap mengirimkan uang ke Rohali dan Andhika

Saat menginjakkan kaki di ruang tamu, Diana dikagetkan dengan Rohali dan Andhika yang menunggunya. Diana menghela napas pelan, Diana melangkah mendekat kearah kedua orang tua angkatnya.

"Gimana Diana?" tanya Rohali menatap Diana. Diana tersenyum

"Aslan dan keluarganya akan datang untuk melamarku Mami"

Senyum mengembang di bibir Rohali dan Andhika mendengar sebentar lagi salah satu anak asuhnya akan menikah dengan orang yang cukup kaya raya. Rohali mendekat kearah Diana dan merangkulnya

"Mami sudah buatkan surat perjanjian, jika kamu menikah dengan Aslan kamu harus mengirimkan Mami dan Papi uang sebesar minimal 200 juta perbulannya. Itu uang pokok bulanan, belum termasuk biaya lainnya nanti. Dan jika kamu tidak mengirimkan uang untuk kita, mami dan papi tentu sudah siapkan hukuman yang bisa membalikkan kehidupan kamu"

Diana menoleh sebentar lalu mengangguk paham "Iya mami, saya akan usahakan berikan apa yang mami dan papi mau"

"Inget ya Diana. Kamu gak mau belajar dari pengalaman Shanti? Dia menikah namun tidak mengirimkan sepeserpun uang kepada kami lagi, dan kamu tau sendiri? Dia di ceraikan suaminya karena suami dan keluarganya tau bahwa dia mantan pelacur" Rohali tertawa sebentar. Diana mengangguk paham

"Bagus, kamu memang yang paling penurut Diana. Sekarang tidurlah. Karena banyak hal yang akan kamu dan Aslan persiapkan untuk pernikahan kalian"

Diana melangkah dalam diam menjauh dari Rohali meninggalkannya dalam diam. Otak Diana terus berputar, menanyakan apakah ini kesalahan atau tidak. Menikahi Aslan memberikan keuntungan bagi dirinya, juga bagi Rohali. Tapi apakah tidak berdosa pada Aslan? Aslan yang begitu tulus mencintainya, menutupi semua masa lalu gelapnya.

Diana terduduk dipinggiran ranjang, menghela napas beratnya. Kehidupan bahagia dalam mimpinya seolah berada di depan mata, dia siap melangkah menuju kebahagiaan itu. Namun jalan menuju kebahagiaan itu bisa juga menjatuhkannya ke dasar jurang terdalam, jurang kenistaan dan jurang ke hancuran. Pilihannya hanya dua, maju perlahan dan dengan hati - hati dengan resiko terjatuh hancur, atau mundur perlahan menjauh dari kebahagiaan tetap seperti ini adanya. Diana memejamkan matanya, namun tiba - tiba perut bagian bawahnya kembali di dera rasa sakit. Sakit yang tak bisa di jelaskan dengan kata - kata. Seiring dengan rasa sakit yang menjalar setiap sudut perut bagian bawahnya, Diana juga merasakan mual yang tak tertahankan. Dengan langkah terseok menahan sakit di perutnya, Diana berjalan ke arah kamar mandi dan menumpahkan segala isi di perutnya hingga tak ada lagi yang bisa di muntahkannya.

Diana terduduk di atas closet, memegangi perut yang semakin sakit, kepalanya mendadak pening, meski mualnya telah mereda. Perlahan Diana merasakan seperti pipis dan celananya basah, Diana melirik kearah bagian bawahnya dan terkejut saat melihat darah mengalir dengan deras dari kewanitaannya, mengalir membasahi betis dan lantai kamar mandi. Rasa sakit pun tak kunjung reda, seperti tergencet batu besar di perutnya, juga seperti rasa sakit di kepalanya. Diana tak mampu menahan. Diana mengangkat wajahnya yang mulai memucat, melihat sedikit darah mengalir bagai ingus dari hidungnya.

"Astaga... Ada apa ini??" Diana menghela napasnya pelan sebelum semua nampak gelap.

.
.
.
.

Rasa sakit itu sudah sedikit menghilang, Diana mencoba bangkit dari tempatnya. Membersihkan diri dari darah- darah yang keluar dari tubuhnya. Diana memejamkan mata sesaat dan meraih tasnya, mungkin dia harus memeriksakan dirinya ke seorang dokter. Setelah menimang - nimang dia akan memulai dari dokter kandungan, karena dia merasa ada yang aneh dengan perutnya. Mungkinkah dia hamil lalu keguguran? Lalu setelah dokter kandungan, mungkin dia akan kedokter penyakit dalam. Baru saja hendak membuka pintu kamar, pintunya terbuka dan menampakkan Rohali dengan tersenyum senang

"Diana!!" serunya lalu masuk menarik lengan Diana

"Aslan dan keluarganya sudah datang di bawah, mereka akan melamar kamu secara resmi. Keluarga besar Aslan juga sudah datang"

"Hah??" Diana terkejut karena kedatangan Aslan yang tiba - tiba dan terlalu cepat baginya. Bukankah baru kemarin dia dan Aslan membicarakan soal pernikahan? Dan sekarang mereka semua sudah datang?

"Buruan siap - siap. Mami bantu. Sini mami riasin kamu, kamu pake kabaya bekas Vera aja ya" ujar Rohali lalu mendudukan Diana. Diana hanya diam menerima perlakuan Rohali. Sebenarnya ada banyak pertanyaan, tapi Diana lebih memilih diam

"Hari ini kamu dan Aslan akan langsung bertunangan" ujar Rohali. Diana tidak lagi terkejut dengan semua yang nampak terburu - buru. Baginya tidak heran, karena keluarga Aslan memiliki cukup uang untuk melakukan apa saja dalam waktu cepat termasuk acara pernikahan.

"Nah udah cantik, gak perlu banyak di rias. Kamu sudah cantik. Kamu primadona mami" ujar Rohali dengan tersenyum terlihat bahwa Rohali sangat bahagia. Diana hanya tersenyum tipis.

"Kamu senyum donk, biar ga keliatan rusak. Ini hari bahagia kamu, bahagia kita semua" ujar Rohali. Sesaat pintu kamar Diana terbuka, dan seorang wanita masuk ke dalam

"Maaf nyonya, nona Diana sudah di tunggu" ujarnya dengan membungkuk

"Oke mba Sun, sekarang kita mau turun" ujar Rohali dengan menggandeng tangan Diana. Diana mencoba melepas semua bebannya, tersenyum kepada calon keluarga baru dan calon suaminya. Diana menatap Aslan yang terduduk dengan gagah di sebelah ayahnya. Aslan nampak tampan dengan setelan jas yang membuatnya terlalu tampan bagi seorang Diana.

Diana melempar senyum saat pandangan mereka bertemu. Aslan pun tersenyum, melihat betapa cantik dan anggunnya calon istrinya. Wanita terbaik dan tercantik yang menjadi pilihan hatinya.

"Diana.. Kedatangan saya ke sini ingin mengantarkan putra saya Raslan untuk melamar kamu Diana"

Diana hanya terdiam menatap lurus ke arah para tamu, dan sesekali melirik Aslan

"Iya Diana, saya datang ke sini untuk melamar kamu menjadikan kamu istri saya, ibu dari anak - anak saya, menemani saya sampai akhir hidup saya" ujar Aslan. Aslan bangkit dari tempat duduknya. Menghampiri Diana yang terdiam. Aslan berjongkok di depan Diana dan mengeluarkan sebuah kotak kecik dari saku celananya, membukanya dan mengulurkan ke depan Diana

"Maukah kamu menerima lamaranku? Maukah kamu menjadi istriku? Berjanji sehidup semati di depan semua keluarga kita?" tanya Aslan dengan tatapan penuh cinta dan begitu memuja kecantikan Diana

Diana tersenyum "Bolehkah aku bertanya sebelum menjawab pertanyaanmu?" Aslan tersenyum dan mengangguk

"Kenapa semua terburu - buru Aslan?" ujar Diana pelan.

"Untuk menikah itu harus di segerakan Diana, bukan terburu - buru. Karena aku ingin menghalalkanmu, bukan sekedar menjadikan kekasih yang tak ada kepastiannya. Aku ingin kamu tau, aku serius mencintaimu. Jadi maukah kamu menerimaku menjadi suamimu?" semua orang tersenyum menatap mereka berdua, mereka terdiam menunggu jawaban Diana. Diana memejamkan matanya sebentar

"Maaf.. Aku tidak bisa..." jawab Diana lemah

Aslan mengkerutkan keningnya, yang lainnya juga nampak berbisik - bisik. Rohali menatap Diana tajam, banyak yang kaget dengan jawaban Diana

"Ana.. Kenapa?" tanya Aslan pelan

"Maaf aku tidak bisa... Menolak kamu Aslan.. Aku menerima lamaran kamu"

Tbc

Woman (not) For SALETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang