Bagian 14

6.3K 211 8
                                    

"Ayah..."

Pria yang di panggil ayah itu menoleh dan tersenyum, gadis mungil berusia 10 tahun berlari menghampirinya. Pria itu berjongkok dan menyambut gadis kecil itu dengan merentangkan tangannya

"Ayah.." panggilnya lagi dengan isak tangis kecil

"Sshhh.. Kenapa sayang? Kenapa kamu menangis?" ujar pria itu membelai lembut punggung gadis kecilnya

"Ku mohon.. Jangan tinggalin aku lagi.." gadis kecil itu semakin memepererat pelukannya

"Sayang, ayah tak akan kemana - mana. Ayah akan menemanimu di sini"

"Ayah bohong. Ayah sudah meninggalkan aku sekian lama.. Aku tidak mau sendiri ayah.. Aku takut"

"Apa yang kamu takutkan sayang?"

"Aku bermimpi buruk, sangat buruk. Hidupku hancur berantakan ayah. Aku menderita saat tak ada ayah yang melindungiku lagi" rengeknya manja

"Tenang Diana.. Itu hanya mimpi. Sekarang kamu akan bersama ayah" gadis itu mengangguk memeluk leher ayahnya erat. Pria itu melepaskan pelukannya pelan membuat raut wajah gadis mungil itu kecewa

"Ayah pergi dulu, nanti ayah akan kembali"

Diana kecil menggeleng "Jangan pergi ayah.. Aku takut" Dia mempererat genggaman tangannya

"Ayah akan selalu ada di sekitarmu sayang.."

"Gak! Aku ikut ayah saja. Aku tidak mau sendiri ayah..."

Pria itu mengelus rambut hitam itu dengan sayang "Ayah pasti akan datang menjemputmu sayang.."

"Tidak ayah. Aku ikut sekarang.," Diana sudah menangis terisak

"Ingat semua masalah yang kamu hadapi adalah ujian berharga untuk menunjukkan betapa mulianya kamu. Betapa dewasanya anak ayah kelak. Bertahanlah sayang" kecupan hangat di dahi Diana membuat Diana mencium aroma obat keras di hidungnya.

Perlahan Diana membuka matanya sinar matahari menyilaukan matanya. Diana menyipitkan matanya dan berusaha membiasakan diri dengan cahaya yang masuk. Perlahan matanya terbuka lebar, mengedarkan pandangannya. Kepalanya sedikit berdenyut. Diana melirik infus yang terpasang di tangannya. Diapun hanya mendesah pelan. Berusaha mengingat kejadian hingga dia berada di ruang ini

"Halo ibu Diana" dokter cantik tadi masuk diikuti dua perawat yang tak kalah cantik juga. Diana tersenyum tipis

"Gimana ibu? Sudah lebih baik?" Diana mengangguk

"Saya kenapa disini ya dok?" tanya Diana akhirnya dengan pelan. Dokter itu tersenyum dan memeriksa denyut nadi Diana

"Ibu pingsan, dan di bawa ke sini. Saya sudah minta beberapa dokter untuk melakukan pemeriksaan terhadap ibu" dokter itu tersenyum lagi

"Kan saya perlu tes darah saja ya? Ko banyak ya?" dokter itu mengelus pundak Diana

"Saya sedikit khawatir ibu mengalami komplikasi. Jadi saya memutuskan untuk melakukan pemeriksaan secara intensif sama ibu" ujar dokter lagi. Diana hanya diam tak menjawab

"Istirahatlah, siang ini akan ada hasilnya. Mau saya hubungi pihak keluarga?" Diana menggeleng pelan.

"Dok, untuk pembayaran gimana ya dok? Kenak biaya berapa?" tanya Diana hati - hati. Diana takut tabungannya tidak cukup

"Saya sudah daftarkan ibu sebagai pasien BPJS. Jadi ibu tenang saja" ujar dokter itu dan hendak berlalu. Tapi Diana menahan lengannya

"Terima kasih banyak dok"

"Sudah tugas saya ibu"

"Panggil saya Diana saja dok, saya belom setua itu" dokter itu mengangguk

"Istirahatlah Diana" ujarnya kemudian keluar dari kamar yang ditempati Diana. Diana menghela napas rasanya lelah, dan dia mencoba untuk kembali tidur.
.
.
.
.

"Permisi ibu, saya bawakan makan siang" ujar seorang perawat kepada Diana yang masih tertidur. Perlahan Diana membuka matanya, menatap kembali sekitarnya dan dia masih berada di kamar perawatan

"Terima kasih" jawab Diana lemah menerima makan siang itu. Dengan enggan Diana menyuapkan makanan itu kedalam mulutnya. Sesaat kemudian pintu kamarnya terbuka dan dokter cantik itu masuk dengan membawa amplop coklat. Dia hanya tersenyum tipis

"Gimana makanannya, enak?" Diana menggeleng

"Hambar"

Dokter itu tertawa dan menarik kursi untuk tempatnya duduk di sebelah ranjang Diana "Ini hasil lab kamu" ujarnya pelan. Diana diam, menatap dokter cantik itu

"Hasil cek darah ini menyatakan kamu mengalami gangguan pada kekebalan tubuh kamu" ujarnya pelan. Lalu menghela napas "Penyakit komplikasi yang kamu alami ini, terjadi karena daya tahan kamu semakin menurun. Seperti kekebalan dalam tubuh kamu menurun, membuat semua penyakit menempel pada tubuh kamu"

"Maaf dok, saya tidak paham"

Dokter itu mengenggam tangan Diana "Saya hanya baru memprediksi saja, belum yakin. Kita akan melakukan pemeriksaan lagi. Beberapa tes yang harus kamu jalani. Dugaan saya sementara, kamu terkena HIV Diana"

Diana terdiam, tubuhnya seolah tersentak jauh ke dasar jurang dalam yang gelap. Diana hanya mampu menutup mulutnya rapat - rapat. Hatinya mencelos saat mengetahui cobaann dan ujian baru yang diberikan sang maha pencipta untuknya

"Berarti saya akan mati dok?"

"Urusan hidup mati, itu rahasia Tuhan Diana. Ini saya baru dugaan sementara. Belum bisa memvonis juga. Berdoa dan selalu sabar ya Diana" Diana hanya diam tak menjawab. Dokter cantik pun berlalu meninggalkan Diana dengan segala kebisuannya.
.
.
.
.
.

Rohali menunduk dalam saat keluarga Aslan menanyakan perihal keberadaan Diana. Aslan terus bertanya tentang keberadaan Diana. Rohali juga terus mencoba menghubungi Diana tapi Diana tak menjawab sama sekali

"Maaf tante, terakhir Diana pamit kemana?" tanya Aslan lagi.

"Dia bilang akan ke dokter, karena masuk angin" jawab Rohali. Aslan terdiam

"Dokter mana tante?" Rohali lagi - lagi bungkam. Aslan semakin gemas. Terlihat mama Aslan mencoba menenangkan

"Mungkin Diana ada urusan Aslan"

"Tapi ma, Diana gak pernah hilang tanpa kabar seharian gini" keluh Aslan

"Kita harus lapor polisi" lanjut Aslan lagi

"Tapi Aslan..."

"Ada apa ini?" tanya Diana tiba - tiba saat mendengar namanya di sebutkan. Semua mata menoleh kearah pintu utama. Sosok Diana dengan wajah pucat berdiri di ambang pintu berusaha tersenyum

"Diana!" Aslan bangkit dan berlari menuju arahnya memeluknya dengan erat sebelum Diana sempat menghindar. Diana menghela napas.

"Kamu kemana aja sayang??" tanya Aslan

"Aku ke dokter, terus aku ketemu temen lama dan kita curhat sampai lupa waktu" ujar Diana lagi

"Telpon, Wa, Line, BBM, Dm IG, SMS kenapa semua gak dijawab?"

Diana mengelus dagu Aslan dengan sayang "Maaf ya sayang, hapeku ketinggalan di mobil. Maaf ya?" ujarku. Aslan mengangguk

"Udah Aslan, antar Diana ke kamarnya wajahnya udah pucat gitu" ujar mama Aslan. Aslan mengangguk.

"Aslan, mama pulang duluan ya. Diana kamu cepet sembuh ya sayang" lanjutnya. Aslan dan Diana mengangguk, sementara Andhika dan Rohali mengantarkan calon besan mereka ke pintu depan.

Dengan lembut Aslan mengantar calon istrinya ke kamar. Diana hanya diam, menatap lurus ke arah manik mata Aslan. Aslan mengecup kening Diana dengan sayang. Diana tersenyum

"Aku merindukanmu, Diana" bisik Aslan. Diana memeluk leher Aslan. Dalam hati, Diana bertekad akan pergi menjauh dari Aslan. Biarlah malam ini dia akan memeluk erat pria yang dicintainya.

Aslan mengecup lembut bibir Diana. Hanya kecupan singkat tapi bisa memberi getaran berbeda bagi mereka berdua. Aslan mengecup rasa bibir Diana lagi, dan lagi perlahan mulai mengulumnya

Tbc

Woman (not) For SALETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang