Bagian 20

6K 251 12
                                    

"Sshh... Auu aduh..." Andhika mengerang ke sakitan , saat melihat darah segae keluar berbarengan saat dia mengeluarkan air kencingnya.

"Kenapa pi?"

"Eh mami.." Rohali masuk ke kamar mandi dan melihat darah berceceran di lantai

"Kamu kenapa?"

"Ga tau ya mi, setiap kencing ada darahnya" terang Andhika. Rohali terdiam

"Apa yang terjadi?"

"Mungkin karena kita ML tanpa jeda semingguan lebih ini mi" terang Andhika. Rohali berpikir sebentar, mengingat nafsu sang suami yang membludak saat dia pulang dari Singapur.

"Bisa jadi ya, ya udah kamu istirahat dulu aja ya pi. Mami mau keluar dulu"

"Mau kemana?"

"Cari Diana, dia belakangan ini suka menghilang"

"Mami sudah coba cari tahu keluarga Aslan, kenapa Diana membatalkan pernikahan?" Rohali terdiam sebentar, nampaknya tengah berpikir

"Iyah, boleh juga. Nanti aku akan memcari tahu, sekarang kamu istirahat saja dulu" ujar Rohali dan meninggalkan kamar Andhika.
.
.
.
.

Velin mendesah pelan saat semua bujukannya nihil, tidak ada hasilnya. Dia pun menyandar dengan malas di kursi sofa caffe ini. Memandang kearah lurus hamparan sawah yang menghijau menyejukkan mata.

"Slan, aku tau kamu galau. Tapi ga dengan cara ini kamu lampiasin ke galauan kamu"

"Terus dengan cara seperti apa,Lin? Dengan pergi ke club terus mabuk - mabukkan?" jawabnya dengan kekehan kecil

"Ya...... Ga dengan gitu juga sih Slan.. Eh gimana kalau kita liburan?" tawar Velin

Aslan menggeleng "Males aku,Lin. Kamu ga ada jadwal praktek?" tanya Aslan lagi

"Gak, aku di suru mama kamu nemenin kamu. Kamu ga boleh terus seperti ini. Hidup kamu harus berlanjut donk, masa gara - gara Diana doank kamu jadi-"

"Gara - gara Diana doang katamu??" ujar Aslan sedikit meninggi. Velin seketika membungkam mulutnya

"Velin, kamu gak tau seberapa berharganya Diana buat aku! Kamu tau, aku laki - laki pertama yang telah menidurinya. Dan aku yakin, ada satu alasan yang gak bisa Diana sampaikan sampai pada akhirnya membatalkan semuanya"

"Jadi, kamu masih berharap Diana itu..."

"Dimata dan dihatiku Diana adalah wanita terbaik, entah kenapa aku begitu merasa ingin menjaganya. Melindungi dan mencintainya. Dia butuh aku,Lin!"

Velin berdehem sebentar "Iya kalau Diana membutuhkan kamu untuk melindungi dirinya, kenapa dia meninggalkan kamu sih Slan? Apa ga terbesit dipikiranmu hal buruk yang sedang ditutupi Diana?" Aslan mengeram kesal menoleh kearah Velin

"Velin, sebaiknya kamu pergi bekerja. Daripada kamu sibuk mencampuri urusanku!" usir Aslan dengan nada ketus. Velin menghela napasnya, sedikit tersinggung dengan perkataan Aslan dan dia memilih meninggalkan Aslan tanpa pamit.

Sepeninggal Velin, Aslan terdiam merenungi perkataan Velin. Bisa jadi Diana menyembunyikan alasan buruk tentang dirinya makanya membatalkan pernikahan. Aslan berpikir untuk mencari tahu alasan pasti kenapa Diana meninggalkannya begitu saja dan secara mendadak.

Dalam hati kecilnya, Aslan bisa merasakan bahwa Diana sama tersiksanya dengan dirinya. Sama - sama tidak bisa bahagia, karena harus melepas kebahagiaan yang seharusnya bisa di genggam bersama.

Aslan mulai berpikir untuk mencari tahu masa lalu Diana, seperti apa sosok wanita yang dipujanya. Meski Aslan menyadari bahwa Diana adalah perempuan terbaik baginya, tapi ternyata Aslan tidak mengerti dan tidak mengenal betul siapa Diana yang termasuk gadis tertutup itu.
.
.
.
.
.
Senyum Velin memudar saat melihat Diana masuk keruang perawatannya, teringat pertemuannya siang tadi dengan Aslan yang terus menerus membela wanita penyakitan itu. Sisi ego Velin membutakan dirinya yang menjadi dokter rawat bagi Diana

"Malam dok" sapa Diana dengan senyum tipisnya. Velin tidak menyahut dan tetap fokus dengan berkas - berkas riwayat kesehatan Diana. Velin tau, keadaan Diana semakin parah. Seharusnya Diana menjalani rawat inap, tapi Diana kekeh tidak mau dirawat di RS.

"Sepertinya moodmu sedang buruk Dokter Velin" ujar Diana saat stetoskop Velin mendengar detak jantung Diana

"Kamu harus dirawat inap, demi kesehatanmu juga janinmu Diana" ujar Velin datar. Diana terdiam, menatap punggung Velin yang menjauh darinya. Velin seolah tidak perduli padanya tidak seperti biasanya

"Iya baiklah, biarkan aku di rawat disini" jawab Diana sembari berjalan menuju timbangan di sudut ruangan

"Huh, turun drastis juga" gumam Diana menatap nanar timbangan yang menunjukkan turunnya berat badannya secara drastis karena penyakit yang terus menggerogotinya dari semua bagian tubuhnya. Diana duduk di hadapan Velin yang membuatkan resep obat untuk Diana. Lalu mengantarkan Diana keruang rawat inap untuk beristirahat. Velin dan para perawat mulai memasangi Diana infus dan beberapa suntikan lain di badan Diana. Diana merebahkan tubuhnya menatap langit - langit kamar. Setelah semua perawat pergi, Velin pun hendak keluar ruangan.

"Velin" panggil Diana. Velin menoleh

"Ada apa?" tanyanya ketus

Diana tersenyum "Apa aku memiliki salah?" Velin memutar bola matanya sejenak dengan malas dan hanya terdiam. Diana bangkit dari tidurnya dan duduk di atas ranjang dengan menyender

"Dokter Velin, tidak baik ketus pada pasien. Kamu seperti sedang kesal denganku" ujar Diana di sertai kekehan kecil. Velin hanya mendesah pelan dan duduk di sebelah Diana

"Ada yang kamu ingin tau tentang aku Velin?" tanya Diana pelan menatap Velin yang masih menutup mulutnya rapat - rapat. Velin hanya memandangnya tanpa berbicara

"Kalau kamu ingin tau, aku dengan Aslan.. Aku sudah batalkan pernikahan. Kamu sudah tau tentunya. Bukankah, tadi kalian sudah berkencan? Aku senang karena kamu bisa menggantikan aku"

"Berkencan?" Velin mengulangi kata - kata Diana dengan kemimg berkerut

Diana tertawa "Aku melihat kamu pergi bersama Aslan di resto siang tadi" ujar Diana lagi sembari memperbaiki letak infusnya yang sedikit mereng.

"Aku dan Aslan..." Velin tergugup

"Santai saja. Aku mau bercerita banyak hal denganmu Velin" ujarnya lagi, Velin mendongak menatap Diana dalam

"Cerita apa?"

"Tentang aku, hidupku, dan kenapa aku sampai mengidap penyakit ini" jawab Diana pelan

Velin menelan ludahnya dengan susah payah "Ke-kenapa kamu mau cerita sama aku Diana?"

Diana mengelus perutnya yang sedikit membuncit "Kelak, kamu harus menceritakannya pada anakku Velin. Dan bantu dia menemukan tempat terbaik, agar tidak bernasib sama dengan ibunya" jawab Diana pelan Velin masih terdiam

"Aku juga percaya padamu Velin..."

Tbc

Woman (not) For SALETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang