"Aslan? Kamu kok ke sini?" Ana kaget saat melihat Aslan berdiri di ambang pintu hotel tempatnya menginap
"Aku menjemputmu Ana"
Ana keluar dan mengunci kamar hotelnya "Kamu tau dari mana aku di sini?"
"Dari agensimu, tadi aku sempat datang ke tempat biasa. Terus aku tanya, katanya kamu di Bandung akan kembali hari ini"
"Jadi.."
"Jadi aku jemput kamu, ayo Ana"
Aslan menarik dengan gemas lengan mungil Ana, Ana tersenyum senang karena hati kecilnya memang memikirkan Aslan beberapa hari ini setelah pertemuan mereka. Ana terlalu gengsi untuk menghubungi Aslan terlebih dahulu, dia menunggu Aslan menghubunginya. Namun, Aslan tak juga menghubunginya membuat Ana pasrah akan perasaannya. Namun, Aslan kini hadir tiba - tiba di hadapannya.
"Aku mau ajak kamu jalan - jalan kota Bandung, kamu mau?" Ana mengangguk antusias, dia tentu ingin berjalan - jalan di kota ini. Ana merindukan suasana kota Bandung.
"Ada tempat yang ingin kamu kunjungi Ana?" Ana menoleh dengan mata berbinar
"TPU di pinggiran kota Bandung" ujarnya.
"Kamu mau ziarah?" Ana mendesah dan mengangguk
Aslan mengangguk dan menjalankan mobil menuju alamat yang di sebutkan Ana "Ini makam kerabat kamu?" Ana menggeleng
"Makam ayah dan Nenekku" terang Ana. Aslan mengerutkan dahinya
"Bukankah yang waktu ini membuka gerbang rumahmu, Papi kamu?" Ana mengangguk
"Iya dia papiku, dia orang tua angkatku" jawab Ana dengan senyum tipis. Aslan tertarik mendengar cerita Ana.
"Ohya? Jadi dia mengadopsimu? Lalu ibu kamu kemana? Apa sudah.."
"Ibu masih hidup, tapi beliau sudah menikah lagi. Aku tinggal bersama nenek dan ayahku, tapi mereka sudah pergi lebih dulu. Aku tidak tau dimana ibu berada, karena aku kehilangan contak ibu" terang Ana
"Apa kamu ga berniat mencari keberadaan ibumu? Mungkin dia juga mencarimu"
Ana mengalihkan pandangan keluar jendela "Gak usahlah" jawab Ana pelan. Aslan tersenyum
"Pasti kedua orang tua angkatmu begitu mencintai kamu, membuatmu bahagia hingga kamu lebih memilih tinggal bersama mereka daripada mencari keberadaan ibumu?" tanya Aslan. Ana berdehem pelan
"Aslan, sebaiknya jangan cepat menilai sesuatu. Sebelum melihat apa yang terjadi sebenarnya. Biar gak kelihatan sok tau" ujar Ana dengan nada pelan tapi sukses membuat Aslan tertawa terbahak
"Kamu unik banget Ana"
"Aku? Unik?"
"Iya kamu unik. Kamu terlalu misterius, membuat aku semakin penasaran"
Ana menoleh dan tersenyum "Kalau kamu sudah tau tentang aku, kamu gak akan penasaran lagi dan kamu gak akan menilaiku misterius juga pasti kamu akan menjauh dari aku mencari seorang wanita lain yang membuatmu penasaran"
Aslan kembali tertawa "Siapa yang mengatakannya padamu?"
"Aku mengenal banyak orang yang memulai hubungan dengan rasa penasaran"
"Ana, jangan menyimpulkan sesuatu dengan pemikiranmu sendiri, nanti jadi sok tahu loh. Karena gak semua orang itu sama Ana"
Ana mendengus jengkel saat Aslan membalas ucapannya dan mengalihkan pandangannya "Kamu lucu, Ana"
Ana tersenyum kearah Aslan saat Aslan menggenggam tangan mungil Ana. Ana menoleh dengan cepat saat melewati sebuah rumah dengan halaman luas. Aslan memberhentikan mobil saat Ana begitu fokus dengan rumah itu
"Kenapa Ana?" Ana menoleh dengan pandangan masam
"Gak apa - apa"
"Kamu pernah ke panti asuhan itu?" Aslan menebaknya
"Iya, Aku pernah tinggal di sana sebelum aku di adopsi"
"Ohya, kalau gitu kita mampir saja untuk menengok pengurus pantinya" usul Aslan. Ana menggeleng
"Gak. Aku gak mau ke sana" tegas Ana
"Tapi.. Kenapa?" Ana menatapnya tajam
"Jangan terlalu banyak ikut campur Aslan" tegas Ana. Membungkam bibir Aslan. Aslan mengangguk dan kembali menjalankan mobilnya
Rasa penasaran Aslan tentang Ana semakin menjadi. Aslan melihat Ana seperti banyak menyimpan beban berat. Jika memang dulu Ana tinggal di panti itu sebelum di adopsi, harusnya Ana senang bisa bertemu dengan pengurus panti. Apa Ana mendapat perlakuan kejam di sana? Membuat Ana begitu membenci tempat itu?
Ana dan Aslan sudah berjongkok di depan makam Ayah Ana dan Neneknya. Ana mengelus pelan nisan ayah dan neneknya memanjatkan doa dengan air mata yang tak kunjung berhenti. Aslan paham, dan meninggalkan Ana melepas rindu.
"Ayah, Nini, maaf Diana baru dateng hari ini. Sudah 10 tahun lamanya ya? Diana sudah besar sekarang ayah.. Nini" Diana mengusap air matanya
"Jangan tanya Diana bagaimana kehidupan Diana setelah kalian gak ada. Diana hancur ayah.. Diana hancur nini.. Rasanya Diana ingin menyusul kalian"
"Diana selalu memanjatkan doa untuk ayah dan nini, tolong jaga Diana dimanapun kalian berada ya?"
"Diana pamit pulang dulu ya ayah Nini, kalau Diana sempat Diana akan datang lagi ke sini. Love you" Diana mengelus dan mengecup pelan nisan ayah dan nininya sebelum beranjak meninggalkan makam kedua orang yang dicintainya.
"Udah?" sapa Aslan saat Diana menghampirinya ke depan mobil. Ana mengangguk
"Jangan nangis lagi" Aslan menghapus sisa - sisa air mata di pipi Ana. Ana tersenyum mendapat sentuhan hangat itu. Namun tiba - tiba
"Aawww..."
"Kamu kenapa Ana?" Ana memegangi perutnya yang terasa sakit
"Aku.. Ga tau.. Aku sakit"
"Kita kedokter ya?" ajak Aslan. Ana mengangguk namun ponsel Ana berbunyi nyaring. Telpon dari Rohali
"Ha-halo mami?"
"Kamu dimana? Jam berapa sampai Jakarta??"
"Sebentar lagi mami"
"Pulang sekarang! Atau orang suruhan mami akan menjemputmu?"
"Gak usah mami, ini Diana mau pulang"
"Cepet! Ada tamu ngerti?"
"Iya mami"
Ana menaruh kembali ponselnya dan menyentuh lengan Aslan "Kita ke Jakarta ya?"
"Tapi kamu kan harus ke dokter? Itu tadi mami kamu yang telpon? Kamu bilang saja kamu sedang sakit dan harus-"
"Kita ke Jakarta sekarang, aku mohon" ujar Ana terbata - bata. Aslan sedikit ragu, namun akhirnya dia mengiyakan permintaan Ana. Dalam hati Aslan merasa iba dengan Ana, dia berpikir bahwa Ana benar - benar sedang memiliki beban berat. Namun Ana seperti menyembunyikannya, dan Aslan bertekad untuk mencari tahu apa yang tengah terjadi.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Woman (not) For SALE
RomancePerjalanan penuh liku dan kepahitan di alami Diana. Sejak kecil Diana yang telah di adopsi keluarga yang menjual keperawanannya demi mendapat sejumlah uang, memaksanya menjadi pelacur murahan yang bisa di gilir seenaknya. membuat Diana harus menangu...