Saat aku rapuh pada sakitnya hati, ingin kuteriakan agar dia tahu tentang rasaku dan rasanya.
Luka ini tidak berdarah dan tidak membiru. Tapi, menyakitkan, menyesakkan dan melelahkan. Aku mengetahui segala yang tidak dia tahu, tapi begitu sulit kuungkapkan karena satu hal. Hatinya.
*******
Yuki datang tiba-tiba membawa beberapa jenis buah, roti, susu dan makanan ringan dalam sebuah kantong cukup besar berwarna putih. Dia tiba bersama Lia yang entah sejak kapan saling mengenal.
Mereka datang dengan alasan menjengukku. Ya, hujan dua hari lalu membuat tubuhku tidak berdaya lagi. Demamku kambuh dan aku kembali meliburkan diri." Al, kamu udah minum obat? " Yuki bertanya dengan tatapan peduli. Peduli sebagai teman sepertinya.
Aku mengangguk lemah. Pening di kepala cukup membuat aku malas untuk sekedar duduk. Tapi syukurnya, Yuki tidak keberatan dengan hal itu.
" Saya tidak akan tahu kalo teman kamu nggak cerita. Tadi untungnya dia ketemu saya duluan sebelum ke sini. " jelasnya.
" Iya Mas. Tadi Bu Yuki yang nunjukin aku kost-an Mas ini. Udah lama nggak ke sini, jadi aku lupa. " sambung Lia.
" Terima kasih Yuki, Lia. Maaf, saya jadi ngerepotin. " ungkapku tidak enak hati.
Yuki menggeleng.
" Apa deh? Sebagai teman, kita emang harus ngelakuin ini Al. Iya kan Lia? " Yuki menoleh pada Lia dan langsung dihadiahi anggukan kepala sedikit ragu. Mungkin Lia menyadari kalimat yang Yuki katakan tadi.Jangan khawatir Lia, aku sudah terlalu biasa mendapat kalimat ini.
" E,,, Mas, aku izin ke belakang ya ambilin minuman buat Bu Yuki. Mari Bu,, "
Yuki mengangguk.
Sepeninggalan Lia, Yuki mulai duduk mendekat padaku. Aku bisa merasakan bau parfumnya yang sudah lama aku hafal.
" Al, saya ngerasa bersalah sama kamu. Gara-gara saya, kamu sakit. " ucapnya tidak enak.
Aku menggeleng tidak setuju.
" Saya emang udah sakit. Kebetulan hari itu saya sedikit kena air hujan, jadi wajar kan? Kamu juga nggak minta saya jemput. Jadi bukan salah kamu! "Yuki menarik napasnya. Punggung tangan Yuki menempel pada dahiku. Sejujurnya aku terkejut mendapat perlakuan tiba-tiba ini. Tapi, aku senang.
" Syukurlah udah nggak panas.Cepet sembuh ya! "
Aku mengangguk senang. Otak licikku berpikir sejenak.
Jika dengan rasa sakit ini mampu membuatmu lebih memperhatikanku, aku rela sakit setiap hari.Ah, berpikir apa aku ini.
" Kamu harus cepet sembuh biar bisa dateng ke acara spesial saya. "
" Spesial? "
Tanyaku. Aku mulai berpikir yang tidak-tidak sekarang." Iya, Ryu lamar saya kemarin. Kami akan tunangan. Dan sebentar lagi kami akan menikah, " jelas Yuki dengan senyuman . Matanya menatapku penuh kebahagiaan.
Melihat itu, aku merasa ada jarum menusuk tubuhku berulang kali. Perih dan mengejutkan. Dadaku sesak seolah oksigen di tempat ini menipis bahkan nyaris hilang. Suaraku tercekat di tenggorokan untuk sekedar menjawab 'ya'.Secepat inikah?
Aku tahu ini akan terjadi. Lalu kenapa rasa sakit yang aku rasakan masih sama besarnya?
Aku sesak, sakit dan takut.
Aku takut Yuki tidak bahagia bersama pria brengsek itu. Aku bahkan masih ingat setiap kata dan janjinya pada perempuan lain yang mengaku sebagai sahabat Yuki. Oh Tuhan, apa yang harus aku lakukan sekarang?
Memberitahu Yuki dan aku melupakan rasa sakit yang terjadi akibat kepercayaannya pada dua orang yang dia sayangi itu?
Tidak mungkin aku setega itu padanya. Melihat airmatanya saja mungkin aku tidak sanggup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Short Story ( Alki Version)
FanfictionIni fiksi tentang mereka, para idola yang juga diidolakan banyak orang. Bisa berakhir bahagia, dan bisa jadi berakhir dengan kesedihan. Judul awal One Shoot. Beberapa part diprivate Selamat membaca dan berkomentar. Salam manis, HumanMarch.