27

6.7K 584 206
                                    

Sena.

Cepat lambat pastilah cinta terlarang ini memang akan diketahui, meski tak berniat terus sembunyikan, tapi tak disangka juga untuk secepat ini diketahui, sampai kini dimana ibu Dara benar menggetahuinya.

Amarahnya terlihat begitu berkilat, tatap tajam tak sukanya padaku juga jelas sangat, membuatku tak tau harus berbuat apa.

Bukan aku takut, tapi aku merasa tak pantas tak sopan jika aku menjawab tiap ucapannya, meskipun ada yang jelas membuatku tak terima saat ibu Dara seolah menyalahkan ibuku kala mendidikku.

Yang kucemaskan kini datang sudah, meski aku tak yakin bisa laluinya tapi aku percaya akan berjuang bersama Dara.

Tatap mata ibu Dara masih dipenuhi amarah, masih tajam menusuk menciutkan keberanian.

"Jadi kamu lebih memilih ibu memaksamu?" Lagi kudengar ucap ibu Dara.

Masih dengan wajah marahnya yang tak kunjung reda.

"Bu, Dara mohon ibu jangan memaksakan apapun pada Dara, karna Dara sudah dewasa bu, Dara sudah bisa menentukan hidup Dara Mau kemana, bahkan Dara sudah punya Syairra, tapi kenapa ibu masih saja mengatur hidup Dara? tidak cukupkah? Dara menuruti ibu dengan menikahi laki-laki pilihan ibu yang nyatanya tidak membuat Dara bahagia, kali ini Dara tidak akan menuruti perintah ibu lagi, Dara ingin menjalani bahagia yang Dara impi disini" ucap Dara.

Seolah mengungkapkan segala isi hatinya pada ibunya yang selama ini mungkin terus dipendamnya, yang juga baru kuketahuinya, dan kini saat hatinya tak kuat lagi hal dulupun terus dibeberkannya.

"Keterlaluan kamu, semua yang ibu lakukan karna kamu anak ibu, jadi ibu ingin hidupmu lebih dari sekedar terpandang" ucap ibu Dara.

Yang merasa tak terima dengan semua ucapan Dara.

"Hidup Dara atau hidup ibu yang gila kehormatan, sampai ibu rela menjadikan Dara umpan untuk mendapatkan kehormatan lebih" jawab Dara.

Yang seketika.........plaaakkkkkkk.

"Bu, apa yang ibu lakukan?"
Terdengar suara ayah Dara.

Tepat saat tamparan melayang dari tangan ibu Dara dipipi mulus Dara, membuatku ikut merasakan sakitnya seketika menatap tak percaya akan kejadian didepanku.

Kejadian yang membuat semua yang ada menjadi kaget, lalu dengan keberanianku seketika menarik Dara kepelukku, Dara yang tiba-tiba meneteskan air mata, tak hanya karna sakit dipipinya tapi kufikir pastilah karna sakit dihatinya akibat ulah ibunya.

"Ayah kenapa bisa ada disini?" Tanya ibu Dara terdengar.

Karna mendapati suaminya ada dirumah ini juga, yang sedikit jelas membuatnya kaget.

"Ibu yang kenapa diam-diam kesini? Dan kenapa juga sampai menampar Dara?" Tanya ayah Dara.

Dengan raut tegasnya, karna memang belum sepenuhnya menggetahui yang terjadi.

"Tanya saja sama anakmu tuh, yang sudah melakukan dosa, kaya tidak ada laki-laki saja sampai menjalin hubungan terlarang dengan gadis desa ini" jawab ibu Dara menunjuk padaku.

Dengan wajah sinis yang masih menguasai, dengan amarah yang masih membara, yang kurasa semakin membuat hatiku sesak karnanya.

"Tapi ibu tidak perlu sekasar itu pada Dara, semua bisa dibicarakan baik-baik tanpa ada kekerasan" ucap ayah Dara.

Mencoba memberi pengertian pada istrinya.

"Sudah, ibu sudah coba bicara baik-baik tapi Dara terus membantahnya" ucap ibu Dara berapi.

Sementara Dara masih dipelukanku, masih terdengar sedikit isakannya, sementara kulihat ibu Dara menatap semakin geram dan tak suka padaku.

Lalu perlahan Dara melepas dari pelukanku, lalu meraih tanganku dan menggenggamnya.

"Ayah, Ibu maafkan Dara, sekarang Dara ingin memperjelas semua karna kalian sudah terlanjur tau, Dara...Dara mau hidup disini dirumah nenek bersama Sena juga Syairra, Dara sudah menemukan kebahagiaan yang tak pernah Dara dapat dimanapun, dan menemukannya disini, pada Sena pada tempat ini, ja..jadi Dara mohon bebaskan Dara" ucap Dara pada ayah ibunya.

Terdengar juga terlihat begitu memohon dari hatinya.
Ibu Dara menatap sinis tak percaya pada ucapan Dara yang dirasanya makin tak waras.

"Ucapan kamu benar-benar ucapan orang yang tak waras Dara, mau jadi apa Syairra jika hidup sama kalian ditempat ini?! Kalian fikir hubungan jauh dari kata normal kalian akan diterima ditempat ini? Mikir Dara mikir!" Ucap ibu Dara.

Masih dengan emosinya yang jelas tak terima dengan semua ucapan Dara.

"Sudahlah bu jangan terlalu kasar bicaranya" ucap ayah Dara.

Berusaha menenangkan istrinya yang emosinya tak kunjung reda.

"Dara, ayah harap kamu memikirkan lagi semua dengan baik, ini tak hanya soal hidup kamu tapi juga masa depan Syairra, sebagai ibunya ayah yakin kamu tau apa yang terbaik untuk Syairra" terdengar lagi ucap ayah Dara.

Berbeda dengan ibu Dara yang terus emosi, ayah Dara nampak lebih lembut dalam berbicara meski dalam hati kurasa begitu banyak rasa kecewa yang melanda karna anak perempuannya ini.

"Ayah, semua sudah Dara fikirkan sejak awal, sampai Dara berani terus melangkah sejauh ini, itu karna Dara sudah memutuskannya, dan soal Syairra ayah tidak usah khawatirkan itu" jawab Dara pada ayahnya.

Yang membuat ayahnya hanya mampu menghela nafas beratnya, karna tak dipungkiri rasa kecewa didalam hatinya lebih dari biasa, meski tak ada niatnya untuk melarang atau memisahkan putrinya dengan gadis desa didepannya, tapi bukan berarti menyetujuinya dengan rela.

Sementara ibu Dara sudah semakin terlihat wajah tak santainya, wajah yang sedari datang sampai kini terus terlihat marah penuh emosi, hampir saja kata-kata yang mungkin lebih dari kasar diucapnya kalau saja ayah Dara tak terus coba menenangkannya, yang mau tak mau membuat ibu Dara hanya menatap tajam lebih dari silet pada putrinya.

"Ayah tetap berharap kamu memikirkannya lagi, ayah dan ibu pamit pulang, nak Sena titip Dara lagi ya" ucap ayah Dara.

Padaku juga Dara, yang dihadiahi tatapan tajam oleh ibu Dara, tapi ayah Dara tak pedulikan itu.

"Iya pak, maafkan saya untuk beberapa hal tak pantas yang sudah terjadi, saya harap bapak juga ibu mau memaafkan kelancangan saya juga Dara" ucapku menunduk sesopan yang kubisa.

Karna dihati terdalamku sungguh merasa tak enak pada orang tua Dara.

Ucapanku diangguki oleh ayah Dara, dan dihadiahi tatapan tajam oleh ibu Dara, tapi setelahnya ayah Dara menarik tangan istrinya keluar untuk pulang.

Meninggalkan rumah ini, dan kini aku dan Dara masih berdiri bertatapan, dengan fikiran yang jelas sama bermacam-macam.

Lalu seketika Dara menubruk tubuhku memelukku begitu erat, kedua tangankupun membalas lembut pelukan Dara, dengan usapan yang kuharap bisa menenangkan hati Dara yang sama kalut dengan hatiku.

Lalu Dara melepas peluknya, menatapku dengan senyum anggunnya yang selalu membuatku terpesona bagai pertama jumpa.

Dara mendekatkan wajahnya pada wajahku dengan tersenyum, membuat hatiku kembali berdegup, jika tadi berdegup cemas beda dengan kini yang berdegup gugup dibuatnya.

Dara seolah jadi lebih berani setelah kejadian tadi, terbukti Dara terus mendekatkan wajahnya pada wajahku yang juga semakin membuat jantungku berdebar-debar kala wajah Dara semakin tak berjarak, hingga jelas terasa kini bibir Dara menempel dengan begitu lembutnya dibibirku, hingga.........

"Mama?" Panggilan gadis kecil seketika menjauhkan bibir Dara dari bibirku................

TBC

Senandung Dara (GxG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang