2. Bumi Hangus

591 20 0
                                    

Karena memang sudah mendekati senja, maka ditariknya prajurit Jenggala dari medan laga dianggap oleh Panjalu hanya sebagai berakhirnya pertempuran hari itu saja, bukan sebagai akhir dari perang secara keseluruhan, sehingga kemudian prajurit panjalu juga ditarik mundur untuk kembali ke perkemahan mereka.

Di sisi lain, setelah menarik mundur pasukan, raja Girindra sudah memutuskan untuk menyingkir dari kotaraja Tumapel karena berdasar hitung-hitungannya sudah tidak mungkin lagi mereka bakal bertahan lebih lama menghadapi serbuan dari pasukan Panjalu. Kondisi pasukan Jenggala yang tinggal sepertiga dari keseluruhan karena korban yang jatuh selama berhari-hari di medan pertempuran membuat raja berfikir mereka tidak boleh mengorbankan segalanya dan habis-habisan dengan akibat jenggala akan tumpes tapis tanpa sisa.

Maka setelah berbicara dengan para senopati yang masih tersisa seperti Wulung Seta, Arya Laleyan dan beberapa pimpinan prajurit lainnya maka diputuskan bahwa seluruh prajurit yang tersisa akan meninggalkan kotaraja dengan sebelumnya mereka akan melakukan bumi hangus, membakar habis bangunan kraton sehingga nantinya panjalu hanya akan menikmati kemenangan berupa puing-puing yang tersisa dari pembakaran kraton Jenggala.

"Kita pernah mengalahkan Panjalu saat Kertajaya masih muda bertahun silam, namun kita lengah dan tidak menyangka bahwa kertajaya mempu menghimpun pasukan yang lebih besar dari jenggala untuk membalas kekalahannya, maka kini kita harus meniru apa yang dilakukannya, kita akan menyingkir dan menghimpun kekuatan untuk nantinya membalas kekelahan kita" Kata Raja Sri Girindra

"hamba sependapat Tuanku, memang kita tidak boleh diam saja, dengan kita menyingkirke tempat yang aman, maka kita akan punya waktu untuk menghimpun kekuatan hngga nantinya kita akan balas kekalahan kali ini, bahkan jika perlu kita hancurkan Panjalu, sehingga Jenggala dan Panjalu bisa disatukan kembali seperti pada masa kejayaan Prabu Airlangga di Medang kahuripan" ujar senopati Wulung Seta.

"Bagus, semangat seperti itu yang menggembirakanku, kita tidak boleh patah semangat, dulu Eyang Prabu Airlangga pun mengalami kehancuran saat mudanya, saat pralaya yang terjadi di Medang Wwatan Mas yang ditandai hancur leburnya kraton Medang dan gugurnya Eyang Prabu Dharmawangsa Teguh karena serbuan dari Sriwijaya dan Lwaram, namun akhirnya dengan semangat dan dukungan para kawula di seluruh tlatah Medang, akhirnya Eyang Prabu sanggup bangkit dan mengusir Sriwijaya dan mengancurkan Lwaram" kata Sri Girindra.

Demikianlah, setelah pembicaraan panjang lebar antara Sri Girindra dan para senopati yang tersisa, maka secara bergelombang pasukan Jenggala meninggalkan kotaraja secara diam-diam. Kemudian kelompok terakhir prajurit menjelang fajar membakar kraton sehingga menimbulkan kebakaran hebat.

Pagi harinya, saat para prajurit panjalu bangun dari tidurnya, dan bersiap untuk memulai pertempuran kembali di hari itu, mereka dikagetkan dengan terlihatnya asap pekat yang membubung yang terlihat dari arah kotaraja Tumapel.

"Apa yang terjadi di Kotaraja Tumapel?" para prajurit saling bertanya satu sama lain melihat asap hitam yang membubung tinggi itu.

Kemudian setelah melaporkan kepada senopati pimpinan mereka, maka diputuskan untuk mengirim beberapa prajurit guna melihat apa yang terjadi di kotaraja Tumapel. Maka dengan berjalan kaki, untuk menghindari diketahui oleh pihak Jenggala, para prajurit yang dikirim segera bergegas menuju ke kotaraja Tumapel.

Sampai di kotaraja, mereka menyaksikan situasi sangat sepi, rumah-rumah penduduk tampak tertutup rapat, jalanan lengang tak ada yang lewat, hingga akhirnya mereka sampai di alun-alun depan istana dengan kekagetan yang luar biasa, kraton dan bangunan-bangunan di sekitarnya telah rata dengan tanah karena terbakar habis, yang terlihat tinggal kobaran api di sana sini membakar sisa-sia bangunan yang ada.

Arok, Sang PengguncangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang