"Saya berjanji Paman, Tumapel akan kita rebut, panji-panji kejayaan Jenggala akan kita kibarkan tinggi-tinggi, Daha akan kita buat bertekuk lutut kepada kita" ujar Rajasa
"Pasti, pasti Rajasa, kita akan buat Kertajaya menangis" kata Bango Samparan setelah bisa menguasai perasaannya.
"Ayo Paman, kita masuk ke kota Tumapel, seperti apa sekarang kota Tumapel setelah dikuasai oleh Daha" ajak Rajasa
Keduanya kemudian dengan penuh keharuan mendekati gerbang kota Tumapel yang lebih dari 5 tahun mereka tinggalkan.
Yang pertama mereka tuju adalah pusat kota Tumapel, mereka ingin melihat seperti apa kondisi kraton yang dulu mereka bumi hanguskan sebelum mereka tinggalkan.
Setelah berputar-putar melihat kondisi kota Tumapel kemudian mereka menuju ke pasar di seberang alun-alun untuk mencari warung makan, perut mereka keroncongan minta diisi.
Sesampai di warung, setelah memesan makanan dan minuman yang menjadi ciri khas warung itu, mereka kemudian mengambil tempat di pojokan agar selain makan mereka bisa mengamati keadaan.
Setelah pesanan meraka datang, maka mereka pun menikmati makanan dan minuman dengan lahap sambil pandangan mereka layangkan melihat suasana pasar di Kota Tumapel itu. Selain itu, mereka juga mendengarkan obrolan dari para pengunjung warung yang lain terkait situasi Tumapel saat ini.
Dari obrolan yang mereka dengarkan sambil makan itu, mereka dapat mencatat bahwa kondisi saat ini tidak mengenakkan bagi para penduduk asli Tumapel, karena seluruh pejabat yang menduduki jabatan di Tumapel diambilkan dari Daha, ditambah lagi sikap para pejabat Tumapel itu yang sangat membeda-bedakan antara warga asli Tumapel dengan para pendatang yang berasal dari Daha yang tinggal setelah kejatuhan Jenggala. Para pendatang yang tiba dari Daha itu kebanyakan adalah para tengkulak yang dilindungi para pejabat dari Daha. Mereka menguasai perdagangan di Tumapel dan membuat para pedagang asli Tumapel menjadi tersisih.
Bango Samparan berulang kali mengambil nafas panjang untuk meredakan kegeramannya mendengar situasi yang menghimpit warga Tumapel itu, namun dia menyadari bahwa dia tidak boleh larut dalam emosi yang justru akan berakibat fatal bagi dirinya maupun perjuangan mengembalikan kejayaan Jenggala.
"Jika situasi penjajahan oleh Daha ini tidak segera kita sudahi, maka keadaan rakyat Tumapel akan semakin sengsara" ujar Bango Samparan dengan berbisik kepada Rajasa
"Benar Paman, tapi sebaiknya kita bicarakan hal ini di luar kota Tumapel Paman, jangan disini" jawab Rajasa
" Benar, benar sekali, baiklah, ayo kita segera keluar dari sini" ujar Bango Samparan
Maka setelah membayar makanan dan minuman yang mereka nikmati, mereka pun kemudian meninggalkan warung dan bergegas ke luar dari kota Tumapel.
Setelah berada di luar tapal batas kota Tumapel, maka keduanya kemudian berhenti dan mencari tempat yang teduh di pinggir jalan di bawah pohon yang rindang untuk berbincang melanjutkan perbincangan mereka yang terputus di warung tadi.
"Aku ada ide Paman, namun tentu bukan kita yang akan menjalankan ide ini, karena kita harus segera ke Argopura dan bertemu dengan mPu Triguna, tapi jaringan kita yang selama ini ada dan tidur bisa kita bangunkan untuk memulai perjuangan mengusir Daha dari Tumapel" kata Rajasa
"Ide seperti apa Rajasa, jangan gegebah, kekuatan kita masih belum cukup kuat untuk mengempur Daha, mungkin 5 tahun lagi kekuatan kita baru bisa mengalahkan Daha" ujar Bango Samparan
"Kita memang belum akan menggempur Daha Paman, tapi ibarat menebang pohon, maka ide ku kali ini adalah kita akan memulai untuk memotong ranting-ranting kecil dahulu, bertahap kemudian memotong cabang-cabang sehingga pada saatnya kekuatan kita sudah penuh, maka mudah bagi kita untuk menebang pohon yang sudah kita potong ranting dan cabangnya" kata Rajasa
"Perumpamaan yang kamu berikan bagus sekali Rajasa, lalu apa ide mu yang engkau bilang memotong ranting-ranting kecil itu" tanya Bango Samparan
"Kita akan buat kekacauan di wilayah-wilayah Daha Paman, para pemuda yang selama ini kita latih sebagai calon prajurit kita tugaskan untuk membuat kekacauan di wilayah-wilayah Daha, kita rampok para tengkulak dan pejabat kaya Daha, kita begal para pedagang dari Daha, nah jika itu kita lakukan selama beberapa tahun ke depan, maka kita akan dapat dua keuntungan, pertama kekuatan Daha akan berkurang karena kita serang selama bertahun-tahun secara acak dan terpencar-pencar, kedua kita bisa mengumpulkan dana untuk membeli senjata dan perbekalan buat nanti kita menggempur Daha" terang Rajasa
"wah idemu sungguh bagus Rajasa, baiklah kalau begitu kita akan menemui salah orang kita di desa terdekat dari sini, kita minta dia untuk menyampaikan idemu ini ke Pawitra" kata Bango Samparan
Maka mereka kemudian bergegas untuk desa Lulumbang yang tidak begitu jauh dari Tumapel yang menurut Bango Samparan adalah salah satu desa yang ditinggali oleh bekas prajurit Jenggala yang menyamar.
Tak berapa lama mereka pun telah tiba di tapal desa Lulumbang, maka kemudian Bango Samparan bertanya kepada seorang penduduk yang sedang berada di pinggir jalan.
"Maaaf Ki sanak, kalau rumah Kebo Gantar dimana ya" tanya Bango Samparan
"O rumah Kebo Gantar, kalian terus saja, nanti di dekat pertigaan depan sana belok kiri, rumahnya yang di depannya ada pohon sawo keciknya" jawab penduduk itu
"terima kasih Kisanak, kami permisi" ujar Bango Samparan
Mereka pun kemudian berjalan mengikuti petunjuk yang diberikan oleh penduduk desa yang mereka temuai tadi. Sesampai di rumah sesuai petunjuk, mereka melihat seorang laki-laki paro baya yang sedang menanam pohon pisang di samping rumah.
Meraka pun kemudian menghampiri laki-laki itu, kemudian Bango Samparan berkata kepada laki-laki itu, "Permisi Ki Sanak, apakah kisanak melihat gelatik terbang dengan anak jatayu"
Laki-laki itu terkejut mendengar yang diucapkan oleh Bango Samparan kemudian berucap, "matahari telah tinggi jika anak jatayu sudah terbang keluar sarang"
Mendengar jawaban laki-laki itu, maka bango Samparan kemudian mendekat dan memeluk laki-laki itu, begitupun laki-laki itu tampak gembira dan berkata "mari-mari saudaraku, kita berbincang di dalam rumah, remaja gagah ini pasti junjungan kita bukan, mari Gusti silahkan masuk" ujar laki-laki itu mengajak bango Samparan dan Rajasa masuk ke dalam rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arok, Sang Pengguncang
Historical Fictioncerita fiksi tentang berdirinya kerajaan Tumapel (Singsasari), tentang kisah hidup Sri Rajasa sang Arok pendiri wangsa Rajasa, nenek moyang raja-raja mapapahit, dalam cerita yang berbeda dengan yang sudah dikenal selama ini. Sri rajasa dalam...