Suasana kedaton Jenggala di kutaraja Tumapel terlihat tegang, para prajurit yang tampak kelelahan pasca bertempur selama berhari-hari melawan prajurit yang menyerbu dari Panjalu yang dipimpin langsung oleh Raja Sri Kertajaya dibantu para senopati perangnya, Mahisa Walungan, Gubar Baleman dan Arya Pulung.
Sang Raja Jenggala, Sri Girindra, tampak masgul mengingat dia tak menyangka bahwa kekuatan prajurit Jenggala ternyata tidak mampu untuk membendung serbuan dari para prajurit Panjalu.
Pikirannya melayang dalam kenangan beberapa tahun yang silam, betapa kekuatan prajurit Jenggala mampu menjebol benteng kedaton Panjalu di Dahanapura, sehingga membuat Sri Kertajaya dan pengikutnya terpaksa menyingkir ke barat guna menyelamatkan diri dari amukan prajurit Jenggala.
Namun kini situasi berbalik, hanya dalam hitungan beberapa tahun, kekuatan prajurit Panjalu sudah melampaui kekuatan prajurit Jenggala, sehingga tak ada kemungkinan menang bagi Jenggala pada perang kali ini.
Sri Girindra akhirnya harus memutuskan bahwa perang kali ini adalah perang terakhir baginya, setelah berunding dengan para senopati andalannya, Bango Samparan, Gajah Pangkur, Logandeng dan Kebo Lembong, maka Sri Girindra akan bertahan mati-matian bersama prajuritnya ditemani oleh Gajah Pangkur dan Logandeng, sementara Bango Samparan dan Kebo Lembong diminta untuk menyelamatkan anak bungsunya, Rajasa ke Gunung Penanggungan.
Akhirnya, dengan berat hati Bango Samparan dan kebo Lembong menyanggupi untuk menyelamatkan Rajasa sebagai satu-satunya penerus trah Jenggala setelah kakaknya, sasi Kirana yang menikah dengan Kameswara terbunuh dalam perang dengan Panjalu beberapa tahun silam.
Maka dengan ditemani beberapa prajurit pengawal, secara sembunyi-sembunyi rombongan kecil Bango Samparan meninggalkan kotaraja Tumapel untuk menuju ke Gunung Penanggungan yang merupakan tempat pertapaan Resi Gentayu, atau Sri Airlangga, leluhur kerajaan Jenggala dan Panjalu.
Sementara hari ke hari di medan pertempuran antara Panjalu dan Jenggala semakin memperlihatkan keunggulan Panjalu, satu persatu senopati andalan Jenggala terbunuh di medan laga. Setelah senopati Logandeng akhirnya berhasil terbunuh oleh senopati Gubar baleman, di hari berikutnya giliran senopati Gajah Pangkur terbunuh di tangan senopati Arya Pulung.
Akhirnya, raja Jenggala, Sri Girindra bertemu dengan Sri Kertajaya di medan laga, para prajurit tampak tegang menyaksikan pertempuran antara dua raja yang memiliki kesaktian hebat itu, namun akhirnya setinggi apapun kesaktian Sri Girindra, usia Sri Kertajaya yang masih muda menjadi pembeda dan keuntungan disbanding Sri Girindra. Semakin lama tampak Sri Girindra kepayahan dan kelelahan menghadapi sepak terjang Sri Kertajaya yang masih muda, dan akhirnya dengan mengerahkan ilmu pamungkasnya, Sri Girindra mencoba untuk mengalahkan Sri Kertajaya, maka segeralah dirapal mantra ajian pamungkasnya, ajian Dirada Meto, sementara Sri Kertajaya yang melihat bahwa Sri Girindra sudah matek aji pamungkasnya, maka Sri Kertajaya juga matek aji pamungkasnya, ajian Senggoro Sardulo. Maka terjadilah benturan yang dahsyat antara dua raja tersebut, namun ternyata kesaktian Sri Girindra masih selapis lebih tinggi dibanding Sri Kertajaya, sehingga akibat benturan itu Sri Kertajaya langsung pingsan sementara Sri Girindra terdorong mundur dan terjatuh. Melihat kondisi itulah maka para prajurit langsung mengerumuni keduanya.
Setelah Sri Kertajaya dibawa keluar dari medan pertempuran, maka Panjalu kemudian dipimpin oleh Senopati Gubar Baleman, sementara Jenggala dipimpin oleh seorang senopati muda yang yang bernama Wulung Seta. Dan akhirnya setelah hampir mendekati senja, kondisi prajurit Jenggala semakin terdesak oleh amukan para prajurit Panjalu sehingga jumlah prajurit Jenggala juga semakin sedikit, lebih dari dua pertiga prajurit terbunuh di medan laga, akhirnya melihat kondisi itu, maka setelah mendengar laporan dari prajurit penghubung, Sri Girindra memutuskan untuk menarik mundur prajurit tersisanya dan menyingkir meninggalkan kota raja, karena Sri Girindra tak ingin melihat seluruh prajuritnya terbunuh oleh amukan prajurit Panjalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arok, Sang Pengguncang
Tarihi Kurgucerita fiksi tentang berdirinya kerajaan Tumapel (Singsasari), tentang kisah hidup Sri Rajasa sang Arok pendiri wangsa Rajasa, nenek moyang raja-raja mapapahit, dalam cerita yang berbeda dengan yang sudah dikenal selama ini. Sri rajasa dalam...