9. Bertemu Perampok

292 12 0
                                    

Dalam perjalanan menuju ke Gunung Pawitra, terkadang di dusun-dusun yang dilalui, Sri Girindra ketika sedang berhenti di warung makan sambil juga menyerap kabar dan berita mengenai perkembangan pasca perang yang membuatnya memutuskan untuk melarikan diri, menyingkir dari Kotaraja.

Dari penyerapan kabar yang dilakukannya, juga oleh para prajuritnya yang telah berbaur dengan warga, Sri Girindra mengetahui bahwa pihak Panjalu terus berusaha untuk mencari jejak keberadaannya dan juga para pembesar Jenggala lainnya. Namun karena hampir semua prajurit Panjalu yang disebar belum pernah melihat secara langsung wajah raja Jenggala, maka tidak ada hasil yang mereka dapatkan. Warga Jenggala sendiri, yang tinggal di dusun-dusun yang jauh dari Kotaraja, belum pernah sekalipun melihat wajah raja mereka, hal itu pula yang menambah penyebab gagalnya usaha pencarian yang dilakukan oleh para prajurit Jenggala.

"Tampaknya pihak Panjalu mulai menyerah untuk mencari jejak kita Kakang Patih, sejak beberapa hari yang lalu kita tidak lagi mendengar di warung-warung para penduduk membicarakan tentang prajurit Panjalu yang turun ke dusun-dusun" ujar Sri Girindra

"Ampun Gusti, demikian lah kiranya yang terjadi, sungguhpun kita tetap harus berhati-hati, sampai kita nanti sampai di tujuan, Gunung Pawitra" jawab Patih Mpu Jatmiko

"Betul Kakang Patih, tapi paling tidak kita jadi tidak terburu-buru untuk segera sampai ke Gunung Pawitra, dengan kondisi yang cukup aman dan tenang seperti hari-hari terakhir, maka kita bisa sambil sering istirahat agar tubuh kita tetap terjaga sehat" ujar Sri Girindra

"Ampun Gusti, jika memang demikian kehendak Gusti Prabu, maka kami hanya menurut saja" jawab Patih Mpu Jatmiko

Demikianlah, maka hari berganti hari, perjalanan rombongan pelarian Sang Raja Jenggala itupun semakin mendekati ke arah Gunung Pawitra.

Namun, ternyata, tanpa dinyana di sebuah jalan setapak di tepi hutan kecil yang dilalui tiba-tiba rombongan pelarian yang menyamar sebagai rombongan pedagang itu dihadang oleh sekelompok perampok.

"Berhenti, serahkan seluruh barang yang kalian bawa, baru kalian bisa melanjutkan perjalanan" ujar seorang perampok yang paling garang wajahnya

Patih Mpu Jatmiko segera memberi isyarat agar prajurit yang ada tidak salah berucap menghadapi perampok yang menghadang.

"Wulung, lindungi "kepala" jangan sampai didekati perampok-perampok hina itu" ujar Patih Mpu Jatmiko

"Siap Paman" ujar Senopati Wulung Seto seraya menggamit Sang Raja dan istri disertai beberapa prajurit menjauh dari arena.

Sementara Patih Mpu Jatmiko dan Senopati Windu Pati dengan prajurit yang lain langsung mencabut pedang mereka masing-masing dan langsung menyerbu para perampok.

Di sisi lain, para perampok yang ada tidak menyangka bahwa rombongan "pedagang" yang mereka hadang sama sekali tidak gentar dan justru langsung menyerbu mereka. Karena tidak siap, beberapa perampok ada yang langsung terkapar menerima sabetan pedang dari para prajurit.

Setelah beberapa saat, akhirnya seluruh perampok dapat ditaklukkan kemudian diikat di bawah pohon.

"Nah, sekarang kalian mau apa setelah kami ikat seperti ini" ujar Patih Mpu Jatmiko

"Ampun Tuan, ampuni kami, kami berjanji tidak akan mengulangi perbuatan kami lagi" ujar pemimpin perampok

"Baiklah, kali ini kalian kami ampuni, tapi lain kali, jika kalian masih tetap jadi perampok, maka kalian tidak akan kami ampuni lagi" ujar Patih Mpu Jatmiko

Akhirnya setelah para perampok itu berjanji untuk berhenti jadi perampok, maka mereka dilepaskan, dan kemudian rombongan pelarian Sang Raja kembali melanjutkan perjalanan.

Arok, Sang PengguncangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang