Dalam pada itu, rombongan Rajasa yang akhirnya telah menemukan gua pertapaan Maharaja Airlangga dan juga Patirtan Jalatunda di Gunung Pawitra akhirnya kemudian mulai membangun kawasan sekitarnya menjadi tempat tinggal sambil menunggu kabar mengenai nasib Raja Girindra dan para pejabat kerajaan Jenggala. Beberapa prajurit telik sandi yang ikut dalam rombongan Rajasa yang dikirim ke Kotaraja telah kembali dengan membawa kabar bahwa Raja beserta ratusan prajurit yang tersisa telah menyingkir dari Kotaraja dan membakar habis kraton Jenggala.
"Kotaraja kini dikuasai oleh Senopati Arya Pulung dari Panjalu Gusti" ujar prajurit telik sandi kepada Rajasa
"Begitu ya Paman Prajurit, berarti Ayahanda pasti sedang menuju kemari, tapi tentu dengan jalan berhati hati agar tidak ketahuan jejaknya oleh Panjalu" ujar Rajasa
"Benar Gusti, menurut hamba, Gusti Sri Girindra pasti dalam waktu dekat akan tiba di sini bergabung dengan kita" ujar prajurit telik sandi.
"Kalau begitu, kita harus membuat barak-barak tambahan untuk Ayahanda dan rombongannya" ujar Rajasa
Maka kemudian, dengan dipimpin oleh Senopati Kebo Lembong dan Bango Samparan, mereka membuat lagi barak-barak yang disiapkan untuk rombongan Sri Girindra yang diyakini akan tiba ke Gunung Pawitra dalam waktu dekat.
Sementara itu, sehabis melepaskan para perampok yang mencoba merampoknya, rombongan Sri Girindra kemudian meneruskan perjalanannya menuju ke Gunung Pawitra.
Beberapa hari kemudian, mereka telah tiba di kaki Gunung Pawitra.
"Akhirnya kita telah dekat dengan Gunung Pawitra Kakang Patih" ujar Sri Girindra
"Benar Gusti, kita telah sampai di kaki Gunung Pawitra, tinggal naik menuju ke tempat di mana dahulu Maharaja Airlangga bertapa di akhir usianya" jawab Patih Mpu Jatmika
"Baiklah, kita istirahat dahulu disini, kemudian nanti dua atau tiga prajurit bisa naik terlebih dahulu mencari tempat pertapaan Eyang Prabu Airlangga" ujar Sri Girindra
"Sendiko Gusti" ujar Patih Mpu Jatmika
Demikianlah, kemudian rombongan Sri Girindra beristirahat di sebuah lembah di pinggir sungai yang berada tidak jauh dari sebuah hutan kecil di kaki Gunung Pawitra.
Sementara yang lain beristirahat, maka Senopati Wulung Seto memerintahkan tiga orang prajurit untuk mencari keberadaan pertapaan Prabu Airlangga yang berada di lereng Gunung, yang menjadi lokasi pelarian yang diperintahkan oleh Sri Girindra kepada Senopati Kebo Lembong dan Bango Samparan untuk menyelamatkan Rajasa, anak bungsu Sri Girindra.
Bergegas, ketiga prajurit meninggalkan tempat istirahat rombongan untuk naik ke lereng menemukan lokasi pertapaan
Setelah beberapa lama mereka berjalan, akhirnya mereka melihat barak-barak sederhana yang berjajar rapi di lereng gunung tak jauh dari reruntuhan candi candi kecil.
"Kalau diperhatikan, barak barak itu masih terlihat baru, aku yakin itu adalah barak barak yang dibuat oleh rombongan senopati Bango Samparan dan Kebo Lembong" ujar seorang prajurit
"Betul sekali, ayo kita dekati, tapi jangan lengah, kita harus tetap berhati hati" ujar prajurit lainnya
Maka dengan mengendap endap, ketiga prajurit mendekati barak-barak atau pondok-pondok kayu yang tertata rapi di lereng gunung.
Setelah dekat dengan pondok-pondok kayu, seorang prajurit melihat Senopati Bango Samparan sedang mengangkat sebuah papan kayu dibantu beberapa orang.
"Gusti, Gusti Senopati" prajurit itu berteriak mendekat
"Siapa kalian" ujar Senopati Bango Samparan sambil meletakkan kayu yang diangkatnya
"Hamba Dadap Ijo Gusti, pengawal Gusti Prabu Sri Girindra" ujar prajurit sambil memperlihatkan tanda pengenal berupa cincin dengan ciri khusus pengawal raja
"Lalu dimana Gusti Prabu sekarang" tanya Senopati Bango Samparan
"Gusti Prabu dan rombongan sekarang beristirahat di pinggir sungai di kaki gunung Gusti, kami bertiga diperintahkan untuk mencari tempat ini, memastikan kalau Gusti Senopati dan Gusti Rajasa telah sampai ke Gunung Pawitra" ujar Dadap Ijo
"Baiklah, dua dari kalian istirahatlah, dan Kamu, ayo kita jemput Gusti Prabu" ujar Senopati Bango Samparan
Demikianlah, kemudian prajurit Dadap Ijo menjadi penunjuk jalan menjemput rombongan Sri Girindra.
Dan tidak berapa lama, akhirnya mereka sampai di tempat rombongan Sri Girindra beristirahat di pinggir sungai di kaki gunung.
"Hamba menghadap Gusti Prabu" ujar Senopati Bango Samparan kepada Sri Girindra
"Ah, Senopati Bango Samparan, syukurlah akhirnya kita masih bisa bertemu" ujar Sri Girindra
" Iya Gusti, Hyang Agung masih memberi umur panjang pada hamba sehingga bisa dipertemukan dengan Gusti Prabu" ujar Bango Samparan
"Bagaimana dengan Rajasa, apakah dia baik baik saja" tanya Sri Girindra
"Ampun Gusti, Gusti Rajasa baik baik saja, sekarang bersama Senopati Kebo Lembong sedang berlatih olah kanuragan Gusti" ujar Bango Samparan
"Syukurlah, dia memang harus berlatih keras, masa depan Jenggala tergantung dengan kemauannya untuk kerja keras, baiklah, ayo kita segera ke pertapaan Eyang Resi Gentayu" ujar Sri Girindra
Maka, kemudian rombongan Sri Girindra segera bergerak menuju ke lereng gunung tempat Senopati Bango Samparan membangun pondokan pondokan untuk tempat tinggal mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arok, Sang Pengguncang
Fiksi Sejarahcerita fiksi tentang berdirinya kerajaan Tumapel (Singsasari), tentang kisah hidup Sri Rajasa sang Arok pendiri wangsa Rajasa, nenek moyang raja-raja mapapahit, dalam cerita yang berbeda dengan yang sudah dikenal selama ini. Sri rajasa dalam...