3

6.5K 387 13
                                    

Alma POV

Suara riuh dari luar kamar membangunkanku, setelah mengumpulkan nyawa untuk bangun, aku pun beranjak meninggalkan kasur menuju westafel kamar mandi untuk mencuci muka dan ritual pagi lainnya.

Selesai dengan segala kegiatan pagiku di kamar kecil, aku membuka pintu kamar dan berjalan menuju sumber keributan pagi ini.

Dia disana.

Dengan rambut dicepol tinggi hingga memperlihatkan leher jenjang putihnya, masih asik dengan kegiatan bersih-bersihnya. Vacum cleaner di tangannya terlihat lebih menarik di pagi ini, hingga mampu menyedot segala perhatian yang dia miliki.

Aku berjalan mendekatinya, memeluk dirinya dari belakang, mengecup sekilas bahunya yang terbuka.

"Terima kasih." Ucapku di dekat telinganya sambil memeluk dirinya dari belakang. Seketika ia matikan mesin vacum cleaner tersebut lalu mengusap lembut punggung tanganku yang melingkar di pinggang rampingnya.

"Untuk apa hmm?" Tanyanya menoleh sedikit ke belakang membuat bibir kami hampir bersentuhan.

"Untuk segalanya. Untuk kesediaanmu ikut serta dalam hidupku."

Ia berbalik tanpa melepaskan pelukanku. Melepaskan vacum cleaner dari genggamannya. Memeluk kembali pangkal leherku.

"Alma. Kamu tau kan, aku cinta sama kamu tanpa syarat. Gak ada batasnya. Bahkan dengan sukarela aku nyerahin hidup aku buat kamu. Tapi, kamu tau juga kan, aku merelakan hati aku untuk merasakan sakit bersamaan." Dia menjeda sejenak ucapannya sambil menarik nafas. Matanya menatap teduh mataku, aku selalu menemukan kelembutan disana, seperti saat ini. Telapak tangannya mengusap pelan pipiku, menyusuri rahangku dan berhenti di dadaku.

"Tapi aku belum bisa miliki ini." Ucapnya dengan nada datar sambil memperlihatkan senyumnya. Senyum yang paling ku benci, senyum yang mengisyaratkan 'tidak apa-apa'.

Aku memeluknya, bersyukur atas kehadiran malaikat lain dari tuhan untukku. Kosa kataku menghilang untuk membantah apa yang ia katakan. Segalanya benar, membuat aku menjadi manusia yang paling tidak beruntung.

"Terima kasih kembali cinta." Lanjutnya setelah pelukan singkat kami lepas. Dia tersenyum, kali ini senyum yang mampu membuat aku juga ikut tersenyum.

_______________________

Hari ini hari minggu, hari tanpa ada kegiatan apapun selain bermalas-malasan di apartemen. Eve keluar dari kamar dengan rambut yang masih basah, dia memutuskan untuk mandi setelah menyelesaikan pekerjaannya membersihkan tempat yang ku tinggali ini.

Ku raih handuk di tangannya dan menyuruhnya duduk di depan ku lalu mengeringkan rambutnya. Setelah selesai, Eve menyandarkan dirinya di dadaku dengan tetap memfokuskan perhatian ke layar televisi.

"Wangi banget sih." Kataku sambil menghirup puncak kepalanya. Harum bunga lavendel menusuk hidungku, harum yang mampu membuatku merasakan ketenangan.

"Hm." Jawabnya sekena.

"Eve, ntar masakin ayam tumis kecap yah. Trus sambel terasi juga. Sayurnya pengen  terung balado." Ucapku sambil meletakkan kepalaku di atas bahu kanannya.

"Iya Al. Ntar yah. Aku belanja ke supermart depan dulu. Mau nitip beli apa?" Tanyanya dengan mata masih fokus ke layar televisi di depan. Namun tangannya menarik tanganku agar lebih erat memeluknya.

"Apa yah? Aku nitip beliin roti di Breadtalk aja deh. Yang ada abonnya. Abon rendang yah."

"Lah. Emang ada outlet Breadtalk di depan?"

"Cariin sayang."

"Hmm."

Tuhan, aku menyukai segala dari dirinya.

Sekali Lagi, Tinggallah! (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang