Alma POV
Drrt..
Drrt..
Drrt..
Drrt..
Drrt..
Drrt..Aku meraba seluruh bagian kasur untuk mencari hp yang dari tadi bergetar.
"Siapa sih dari tadi ganggu aja, masih pagi juga." ungkapku kesal sambil membuka aplikasi obrolan Line.
Evelyn Ivanna: Bangun wei.
Evelyn Ivanna: Almaaaaaa
Evelyn Ivanna: Sayang bangun :(
Evelyn Ivanna: Almaaaa, bangun gak?!
Evelyn Ivanna: Missed
Evelyn Ivanna: Aku OTW!Alma: Baru bangun!
Sent
Ahh. Dia lagi. Wanita yang selalu tau kapan aku butuh ditemani, dan selalu tau cara untuk membuat aku merasa berarti untuk hidup. Evelyn Ivanna, wanita yang dengan setianya menunggu aku untuk memberinya kesempatan, menggantikan sosok yang memang tidak butuh pengganti.
Aku bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Ku nyalakan shower, dan membiarkan air terus mengguyur tubuhku. Rasanya sejuk seketika, membuatku nyaman untuk berlama-lama. Ku pejamkan mata sejenak menikmati sensasi yang dihasilkan..
"Aku kecewa sama kamu, Ai."
Kembali, kalimat yang mampu melumpuhkan seluruh sendi ku terngiang. Kalimat terakhir yang dia ucapkan sebelum meninggalkanku, menyisakan kenangan yang seharusnya tidak ada, membiarkan rindu menggerogoti seluruh detak jantungku, membiarkan cinta berkuasa atas segalanya, dan membuatku lemah hanya dengan mengingat kembali air mata yang tidak sepantasnya mengucur di pipinya.
Aku segera menyelesaikan mandiku, memakai kimono dan melangkah keluar dari kamar mandi. Di kasur telah tersedia sepasang baju santai lengkap dengan sepatu yang harus aku kenakan. Kenapa harus? Karena apa yang telah ada dikasur itu lah yang sesuai menurut Eve. Yah, Eve-lah yang menyediakan semua ini, dia selalu memperhatikan setiap detail dari diriku, dia selalu menjadikan aku prioritas utama di hidupnya. Ini bukan pernyataan sepihak, aku sudah berulang kali untuk memintanya menghentikan perlakuan ini, tapi berulang kali juga aku mendapati tatapan terluka darinya.
"Kok kesini, ada apa?" Tanyaku kepada Eve yang sedang memainkan ponselnya di atas kasurku.
"Gak papa. Iseng aja. Lagian di Line gak di bales." Jawabnya sambil tetap fokus memainkan kembali benda kesayangannya itu.
"Aku nanti pulang telat." Lanjutku sambil memakai pakaian yang telah disediakan. Perasaan risih tidak lagi ku rasakan jika berhadapan dengan Eve sekalipun dalam keadaan tanpa busana. Kedekatan kami yang intens menghilangkan rasa tidak nyaman itu. Demikian juga dia.
"Ehm." Jawab Eve sekenanya.
"Mungkin malam banget baliknya."
"Iya."
"Mau nungguin di sini atau ditempat kamu aja?" Tanyaku yang langsung duduk di hadapannya.
Eve menaruh ponsel yang dipegangnya di atas nakas, lalu menatap mataku.
"Aku tau kamu sok sibuk, bukan sibuk beneran. Hari ini kamu tuh cuma ada 1 mata kuliah dan gak ada rapat di organisasi manapun. Mau kemana hm? Jangan lupa makan siang, badan udah tinggal tulang gak usah diet-dietan, duit kamu beranak di dompet. Beli makan sepaket dengan abang-abangnya kalau perlu. Aku nginap disini malam ini." Jawabnya panjang lebar sambil mengusap pipiku. Hal yang paling ku suka darinya, memberi perhatian namun tidak pernah melarang.
"Aku pergi dulu. Nanti aku kabarin lagi." Aku langsung mengecup keningnya dan memakai sepatu, mengambil kunci mobil di meja belajar, dan langsung menancap gas menuju kampusku.
••••••••••••••
Eve POV
Alma.
Satu nama yang mampu membuat aku tergila-gila. Membuatku jatuh cinta sedalam-dalamnya. Menjadikanku dengan sukarela penunggu cinta darinya. Perempuan yang selalu ku harap memberikan celah untuk masuk ke dalam hatinya.
Aku mengenal Alma dari seorang temanku yang kebetulan satu fakultas dengannya. Kesan pertama yang ku tanggap dari dia yaitu, friendly, humble, urakan, dingin namun rapuh. Tapi entah mengapa sikapnya yang seperti ini justru menjadikannya pribadi yang sangat terkenal di kampus.
Ting..
Bunyi petanda ada pesan masuk di ponselku.
"Dia baru saja balik dari sini."
Huff.
Ku hembuskan nafasku yang berat, akhir-akhir ini, pesan yang ku terima selalu bernada sama. Alma masih mencari kekasih hatinya. Aku tau segala aktifitasnya, katakanlah ini terlalu protektif, tapi aku mencoba menjaganya, dari jauh.
Aku lelah, terkadang ingin berhenti saja dari segala usaha penantianku, dari segala harapanku. Tapi, aku selalu percaya bahwa, hasil tidak akan mengkhianati proses. Ku coba pejamkan mata, memikirkan tentang perasaanku, Alma, dan segala upayanya menguras banyak tenagaku.
°Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekali Lagi, Tinggallah! (Completed)
RomansaTuhan Maha Baik. Pada setiap kesalahanku, IA menitipkan malaikat sepertimu. Untuk memaafkannya.