37

1.6K 138 7
                                    

Untuk pertama kalinya aku merasakan kedamaian di dalam hati. Tidak ada lagi kebimbingan yang membuatku gundah dalam menentukan pilihan. Semuanya yang aku butuhkan diantara semrawutnya hidupku adalah kehadirannya. Raga yang didalamnya selalu tersedia beribu cadangan pelukan hangat untukku.

Seandainya ku tau dari awal menjatuhkan pilihan akan semenenangkan ini, aku tidak harus merasakan kepahitan akan kehilangan terlebih dahulu.

Benarlah, rasa sakit akan kehilangan adalah rasa sakit yang tidak ada penawarnya. 

_______________________________________________________

Aku terbangun dari tidur akibat menangis semalam dengan seseorang yang berada disampingku saat ini. Jika ada orang yang mampu membuatku merasakan seribu emosi, dia lah orangnya. Eve yang akan menjadi seluruh sisi baik di tiap momen hidupku, malaikat ini tidak akan pernah bisa menjadi satu kesalahan. Aku dengannya, aku tanpanya. Hanya sebuah ilusi rasa bagaimana aku berada dengan perasaan dicintai dan mencintai.

Rasa sakit langsung mendera kepalaku saat aku ingin bangun dari tempat tidur. Migrain yang mendadak menyerang membuatku harus merebahkan diri kembali. Sakit yang dihasilkan kali ini benar-benar melewati batas toleransiku terhadap penyakit kepala sehingga yang keluar dari mulutku berupa rintihan yang menggangu tidur Eve.

"Al, kamu kenapa?" Eve dengan ekspresi kagetnya langsung merangkul bahuku. Aku yang sedang menahan sakit di kepalaku tidak membalas pertanyaan dari Eve, namun pergerakan di kasur mengisyaratkan  bahwa Eve sedang beranjak dariku.

Dengan cepat, kini segelas air putih disodorkan oleh Eve di hadapanku. Aku meraih gelas tersebut dan meneguk seluruh isinya tanpa sisa. 

15 detik..

30 detik...

60 detik...

Semuanya masih terasa sakit di bagian kepala.

"Eve, tolong obat aku di laci." Tanpa bertanya apapun, Eve mengambil sebutir pil yang ada di dalam botol obat, kemudian diberikannya kepadaku.

"Udah yah, kamu istirahat dulu bentar. Ini tuh karena kamu bawa tidur nangis semalam." Aku merebahkan diri kemudian menarik selimut. 

Eve mimijat perlahan kepalaku yang terasa nyut-nyutan. Dengan tindakannya yang seperti ini, rasanya membuat mataku semakin berat sehingga aku sulit untuk menahan ngantuk lebih lama. Entah karena efek obat yang diberikan atau karena pijatannya yang membuatku merasa lebih baik.

_______________________________________________________

Suara riuh dari luar ruangan membangunkanku yang tidur cukup lama tadi setelah meminum obat sakit kepala. Aku mengumpulkan energi dan tenaga lebih lama sambil menghirup nafas dalam. Rasanya malas sekali untuk beranjak dari tempat tidur namun suara tawa Eve membuatku penasaran tentang siapa yang ditemani ngobrol olehnya.

Aku membuka pintu, dan betapa kagetnya melihat tamu yang hadir di hadapanku saat ini. Itu adalah teman-teman kerjaku. Ada Ridwan dan Mbak Laura di luar, dan beberapa karyawan yang hanya bertegur sapa sekilas di kantor. Sisanya tidak ada lagi yang ku kenal selain Dodit. Ini seperti pesta kecil-kecilan dengan berbagai jenis makanan yang ada di atas meja dan beberapa botol minuman soda. 

"Sini sayang." Eve tanpa basa-basi langsung memanggilku sayang di hadapan karyawannya membuat jantungku berhenti mendadak. Dia tidak takut dengan citra yang dibangunnya menjadi runtuh? Aku langsung melotot ke arahnya pertanda jangan memanggilku seperti itu. Yang ada hanya balasan senyum mengejek ku terima darinya.

"Ahelah, lu lama banget Al, sini duduk samping gue." Ridwan menolehkan badannya kemudian menggeser posisi Mbak Laura yang ada di sebelahnya. Melihat tempat duduk yang kosong itu, aku tidak tertarik untuk mengisi melainkan mengambil posisinya duduk di sebelah Dodit yang serasa masih lapang.

Sekali Lagi, Tinggallah! (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang