33

1.8K 204 35
                                    

Aku hanya butuh pelukmu untuk bisa menjadikan alasan bertahan lebih lama untuk mencintaimu.
Aku butuh kamu mengatakan cinta sekali lagi sebagai semangat aku bukanlah orang yang selalu mengecewakan.
Dengan mimpi-mimpi kita, aku ingin ada kamu untuk mewujudkan.

Dengan harapan-harapan kita, aku ingin ada kamu untuk turut serta.

Lantas, bagaimana aku mengatakan permohonanku kepada hatimu yang terlanjur beku?
Bagaimana aku harus memintamu berjalan beriringan denganku sedang pikiranmu tidak ada aku lagi?

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Alma POV

Hari ini sudah masuk minggu ke-2 aku bersikap profesional antara pekerjaan dan perasaan. Apa yang harus dikhawatirkan dari sikap Eve yang memang tidak mengenaliku. Dia orang yang berbeda, pribadi yang berbeda. Tidak ada harap yang bisa ku gantungkan untuknya setelah penantian lamaku.

Kegiatanku hanya berpusat pada pengurusan MOU, sign contract dengan kolega dan atur jadwal rapat direksi lainnya. Tidak ada pekerjaan yang mengharuskan aku harus bersinggungan langsung dengan Eve. Melegakan juga membuatku merasa berat.

Suara langkahnya yang melewati kubikelku, teriakan amarahnya dari dalam ruangan ataupun harum parfumnya di lorong ini seakan menjadi energi tambahan buatku dan menjadi alasan tambahan untuk tetap betah di posisi seperti ini. Tidak menuntut apa-apa lagi agar dia mengingatku. Tidak ada peluk lagi yang bisa ku harap atau tidak ada kecup lagi yang bisa ku nikmati. Asal dia baik-baik saja, aku pun.

Aku menyelesaikan tumpukan draf yang ada di sisi komputerku walaupun tenggat waktunya masih lama. Satu persatu dokumen ku baca dengan cermat dan memberikan highlight di lembaran yang menurutku penting. 

"Al, makan siang yuk." Ajak Ridwan, salah satu teman kantor ku yang berada di lantai sama. Aku tidak menyadari bahwa jam sudah menunjukkan pukul 12 siang dan saatnya makan siang. Namun, karena pekerjaan yang menurutku masih banyak, aku menolak ajakannya kali ini.

"Gak Wan. Lu duluan aja yah, gue masih banyak deadline." Tanpa menoleh ke arah Ridwan, aku masih fokus mengetik dan menatap layar komputer yang ada di hadapanku.

"Ya udah, gue duluan yah, nanti gue beliin lu apa kek di bawah." Aku hanya membalasnya dengan anggukan kepala singkat dan melanjutkan pekerjaanku.

Belum cukup 10 menit setelah kepergian Ridwan, suara pop-up notifikasi dari ponselku berbunyi. Pesan singkat yang rutin dikirimkan Adel.

Adel: Makan siang yah sayang. Minum air putih yang banyak. Istirahatin matanya kalau lelah. Jangan kerja mulu. Sesekali ngopi yah. Aku hari ini nemenin mama masak di rumah.

Pesan itu hanya ku baca tanpa membalasnya. Namun, aku mengikuti pesan yang diminta Adel. Ruangan dapur yang tidak jauh dari mejaku menjadi perhatian aku untuk membuat segelas kopi dan sekaligus untuk meregangkan otot. 

Di kantor ini yang tersedia hanya beberapa jenis kopi instan, teh celup, serta beberapa minuman soda yang ada di kulkas. Tentu saja aku memilih menyeduh kopi instan dengan mesin pemanas air. Setelah selesai menyeduh kopi, aku kembali ke meja ku namun di lantai yang sudah sepi ini, aku melihat Eve sedang berdiri sambil bersandar di meja ku dan menyilangkan tangannya di dada.

"Mampus gue." Gumamku dalam hati melihat ekspresinya yang rasanya tidak menyenangkan.

"Cepet jalannya. Lama banget." Dia bersuara tiba-tiba yang membuat gelas kopi di tanganku hampir saja jatuh.

"Iya Eve."

"Masih berani kamu manggil saya Eve?"

"Maaf." Kini aku berada di depan Eve setelah gelas kopi yang ku pegang disimpan di atas meja. Aura yang dikeluarkan oleh Eve benar-benar mengerikan. Tidak membawa kebahagiaan seperti dulu.

Sekali Lagi, Tinggallah! (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang