31

2K 182 22
                                    

Cerita ini udah hampir 2 tahun gak kelar-kelar yee. Wkwk.

Maafin guys kalau misalnya gue slow update, kadang lupa kadang mager. Tapi gue mulai belajar untuk sering-sering kok updatenya. Sambil nginget-nginget dikit. Oh iya, kalau misalnya ada kesalahan kayak typo atau gimana, mohon dikoreksi yah, gue kadang suka khilaf.

Enjoy...

_______________________________________________________

"Eve.." Tidak ada lagi kata yang bisa aku keluarkan selain ekspresi terkejut dan tidak sangka akan kehadirannya di sini, saat ini. Di hadapanku dengan respon yang aku tidak harapkan.  Tanpa peduli akan apa-apa, aku melesat menuju dirinya, merangkulkan tanganku dan memeluknya seerat mungkin. Air mata tanpa diundangpun langsung menetes, inilah kebahagiaan yang aku tunggu, kebahagiaan yang aku sia-siakan dan akhirnya menjadi duri yang tanpa ampun menusukku, memberikan kesakitan tiada tara antara kehilangan dan kerinduan.

Dia tidak bergeming, sekedar membalas pelukku pun tidak. Aku tidak peduli, saat ini aku hanya ingin mendekapnya, meyakinkan bahwa raga yang ku peluk sekarang bukanlah bagian dari mainan ilusi yang aku ciptakan.

Ruangan ini hanya terdengar suara isakan dariku, posisi kami tidak berubah sejak aku memeluknya. Sangat berat untuk melepasnya kembali, ketakutan akan kehilangannya membuatku terus memeluk tubuh Eve walaupun posisi ini cukup membuat kaki pegal.

"Kamu siapa?"

Deg..

Telingaku mendengung, waktu seakan membeku. Sekujur tubuhku serasa semakin dingin, dengan posisiku yang masih memeluknya, tangisku berhenti. Apa yang ia katakan? Eve tidak mengenalku atau hanya pura-pura tidak mengenalku?

Pelukanku dilepasnya dengan perlahan. Ia menatapku hanya beberapa detik dengan ekspresi datar yang sama sekali tidak aku sukai. 

"Saya tanya sekali lagi, kamu siapa?" Masih posisi berdiri, dia menyilangkan lengannya dan menatap tajam ke arahku. Tatapannya benar-benar berbeda, seolah-olah aku adalah orang asing yang mengganggu ketenangannya.

Aku masih saja berdiam diri, mencerna semua kejadian yang beberapa detik seolah memberikan kebahagian membuncah kepadaku, tapi di detik selanjutnya, aku serasa dihempas ke lapisan terdalam jiwaku, meninggalkan kesan perih untuk diingat kembali.

"Ya sudah." Dia memunggungiku kemudian berjalan ke meja kerja yang ada di ruangan ini. Ditekannya beberapa tombol yang ada pada pesawat telefon di meja. Dari pembicaraanya, ia memanggil Mbak Laura.

Tidak cukup lima menit, engsel pintu terbuka. Mbak Laura muncul dari balik pintu dan kaget melihatku dengan keadaan yang cukup berantakan masih berdiri di posisi semula.

"Laura."

"Iya bu."

"Kata kamu hari ini ada sekretaris perusahaan yang baru. Orangnya mana?"

"Udah ada di sini bu."

Eve merubah fokus pembicaraanya yang sebelumnya ke arah Mbak Laura sekarang melihatku dengan seksama.

"Ini?" 

Tatapan bingung Mbak Laura tidak juga hilang. Dengan gagap dia mengiyakan pertanyaan dari Eve.  Entah kenapa, walaupun di ruangan yang luas ini, hawanya terasa sesak sekali.

"Kamu sudah jelasin soal aturan kerja di sini?"

"Sudah bu. Tadi juga di bantu sama Pak Emil."

"Kalau gitu, kamu boleh kembali ke tempat."

"Baik bu."

Setelah Mbak Laura meninggalkan kami, Eve kembali sibuk dengan pekerjaannya sementara aku masih saja berdiri dengan posisi yang tidak berubah. Berkas-berkas yang ada di meja dibacanya dengan teliti, tanpa menghiraukan aku yang masih bingung harus berbuat apa.

Sekali Lagi, Tinggallah! (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang