Menyambut pagi di tempat setenang ini selalu memberikan rasa tentram yang berbeda. Bau pohon kayu memberikan sensasi rasa menenangkan yang alami. Kali ini, pengharum ruangan dengan merek dan harga berapapun ku yakini tidak akan mampu menawarkan kenikmatan yang sama.
Sweater rajut yang begitu hangat ku kenakan saat berkeliling di sekitar rumah Adel. Hingga hari ini, melarikan diri dari permasalahan menjadi solusi terbaik dari tekanan batin tidak jelas yang aku alami. Seseorang berlalu itu karena kehendaknya bukan. Eve hanya sebatas itu memperjuangkan, setidaknya aku tau, batas mencintainya jauh di bawah Adel.
Yang mengatakan bahwa senja, kopi, musik indie perpaduan yang sempurna, pasti belum merasakan nikmatnya fajar, kabut, dan alunan musik intrumental dari Kiss The Rain-nya Yiruma. Soal kopi, saat kapanpun akan menjadi teman yang setia, bahkan di saat tengah matahari panas, macet di pusat Jakarta Utara sekalipun.
"Al." Aku berbalik dari hamparan pemandangan pepohonan di hadapanku. Menoleh ke arah wanita dengan senyum khasnya yang melambai dengan secangkir gelas yang ku tau berisikan kopi pesananku.
Ku langkahkan kaki menjauh dari tempat semula, menuju gazebo yang ada di halaman belakang rumahnya. Tempat ia menyiapkan sarapan pagi untukku, kebiasaan yang beberapa hari belakangan sering dilakoninya.
"Wah. Enak nih. Ada pisang goreng ih."
"Makan yah sayang." Dia memberikanku beberapa potong pisang goreng yang telah diirisnya menjadi bagian-bagian kecil sehingga memudahkanku mengunyahnya melalui garpu.
"Ih. Sumpah enak banget."
"Kalau gitu, harus ngomong apa?"
Aku menghabiskan sisa pisang goreng yang ada di dalam mulut, membersihkan bibir dari bekasan minyak menggunakan tissu yang ada, lalu mencium bibir Adel sekilas.
"Terima kasih selalu menuhin kebutuhan aku."
Dia tersenyum, mencari posisi nyaman dengan membetulkan letak duduknya. Kemudian mengambil novel bacaan lalu serius meneruskan kegiatan bacanya yang tertunda karena permintaanku.
"Adel."
"Hm."
"Gak punya pemikiran buat balik lagi?"
"Balik kemana sayang?"
"Ke tempat aku."
Semenit berlalu, Adel belum juga menjawab pertanyaanku. Hingga lembaran kertas novelnya dibalik 4 kali, ia belum juga menjawab pertanyaanku.
"Adel."
"Apa Ai?"
"Pisangnya habis."
Dia segera menutup novel dengan memberikan pembatas baca terlebih dahulu, membereskan peralatan sarapan kami, kecuali cangkir kopiku lalu membawanya kembali menuju dapur.
Mengapa pertanyaanku tidak dijawabnya sedangkan dia begitu sigap dengan tindakan membereskan peralatan makan?
Adel baru keluar kembali ke gazebo setelah beberapa menit dan langsung kembali ke mode bacanya.
"Adel."
"Iya."
"Kamu belum jawab pertanyaan aku."
"Pertanyaan yang mana sih sayang?"
"Kamu gak mau balik sama aku?"
"Ini aku udah balik sama kamu."
"Tinggal bareng aku lagi."
Kali ini, dia mengubah posisi duduknya menghadapku. Menatap bola mataku seintens mungkin. Jangan lupa senyumnya yang menawan ini menaklukkan tanpa jeda.
"Al."
"Iya."
"Jelasin kenapa aku harus tinggal di tempat yang sama dengan perempuan yang kamu jadiin alasan buat kesini?"
"Apaan sih. Aku kesini karena emang butuh kamu."
"Yah kamu gak bakal kesini dengan sukarela sayang."
"Aku suka dan rela kok."
"Ya udah. Kasi aku alasan kenapa aku harus balik tinggal sama kamu."
"Karena kamu sayang sama aku."
Adel hanya tersenyum mendengar jawabanku, lalu mengecup kepalaku sekilas. Memfokuskan kembali perhatiannya kepadaku.
"Karena kamu cinta sama aku."
Kali ini, dia memberikan kecupan dalam di keningku. Coba jelasin, alasan apa yang bisa buat aku milih Eve dibanding perempuan yang benar-benar mencintaiku ini.
Demi apapun, ku yakini Adel tidak akan pernah bisa menyakitiku. Seperti Eve.
"Karena, kamu, rotasi dimana semestaku berjalan dengan baik Adel."
"Aku tau Al. Alasannya bukan itu. Aku kenal kamu itu udah lama. Kamu masih buluk. Coba jelasin alasannya apa?"
Dia kali ini mengalihkan pandangannya dari mataku. Mengaitkan jemari kami lalu meletakkan di atas paha yang hanya dibaluti oleh kain bali gelap sehingga menampilkan paha putih bersihnya.
"Karena aku gak mau ngerasain kopi buatan lain kecuali kamu."
"Al."
"Iya sayang."
"Kamu tau setia itu apa?"
"Yah gak selingkuh."
Dia tersenyum lagi. Mengeratkan genggaman di jemari kami, menatap kembali manik mataku dalam-dalam. Saat ini, aku bisa bercermin di retina matanya.
"Setia itu susah dijelasin Al. Kadang kamu ngerasa kamu udah setia, padahal tanpa kamu sadar kamu udah ngecewain orang yang seharusnya kamu gak sakitin. Setia itu cuma batasan manusia buat gak macem-macem. Setia itu cuma tolak ukur manusia buat nilai mana manusia brengsek soal pertahanin cinta mana nggak. Kamu udah setia belum?"
Aku bingung harus menjawab apa dengan pertanyaan random dari Adel.
"Aku setia kok. Buktinya sampai sekarang aku masih sama kamu."
"Alma. Setia itu hanya segelintir orang yang bener-bener punya. Setia cuna bisa dilakuin oleh orang-orang yang berkelas. Walaupun kamu cinta mati sama aku, tapi kamu main hati dengan orang lain. Itu tetap setia versi kamu."
"Al, pisah sama kamu bukan waktu yang sebentar, hampir 3 tahun. Aku tau banyak yang berubah dari kamu. Banyak rencana kamu yang terputus karena hubungan kita yang berakhir tidak sebagaimana mestinya. Aku juga tau sayang, kamu tidak tinggal sendiri 2 tahun ini."
"Jujur Al, aku merutuki segala kesalahan bodoh aku. Tapi aku selalu yakinin diri aku buat bisa ketemu kamu lagi. Buat bener-bener perjuangin kamu hidup mati. Cukup sekali Alma. Aku hidup di kandang paksa dengan takdir. Cukup sekali aku merutuki Tuhan."
"Al, setia itu susah jabarinnya. Tiap individu punya makna sendiri. Kalau kamu bilang setia itu gak selingkuh. Itu gak salah. Kamu berhak sayang ngomong gitu.Aku bangga sama kamu. Jadi, kapan hatimu bisa digunain dengen bener lagi sih sayang?"
"Maksudnya?"
"Al. Kamu boleh bohong sama aku. Kamu boleh ngucapin kalimat-kalinat cinta yang memabukkan itu. Dan aku akui, aku bakal percaya sama apapun yang kamu bilang. Tapi sayang, mata kamu. Tidak bisa bohong. Pikiran kamu tertinggal dimana?"
"Adel. Aku butuh kamu. Persetan dengan persepsi kamu. Aku butuh nafas aku. Aku butuh kamu Adel."
Adel beringsut dari duduknya. Berdiri di hadapanku, memelukku dengan posisi wajah yang menangkup di perutnya. Memberi kecupan-kecupan singkat di puncak kepalaku, yang mampu mengantarkan sepersekian ribu sensasi ketenangan.
"Alma. Aku disini. Tidak peduli nantinya dimana dan kepada siapa kamu berakhir, aku disini sayang."
.
.
.
.
.
.
.
.
...........
![](https://img.wattpad.com/cover/56951492-288-k125213.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekali Lagi, Tinggallah! (Completed)
RomanceTuhan Maha Baik. Pada setiap kesalahanku, IA menitipkan malaikat sepertimu. Untuk memaafkannya.