Eve POV
Ketika ada yang tidak mempercayai keajaiban, mungkin orang tersebut belum memaknai kekuatan perasaan. Pada akhirnya, apa yang diyakini, itulah yang akan diamini. Waktu akan berjalan perlahan bekerja dengan caranya, doa akan terus mendobrak pintu langit di nirwana, bagaimana seharusnya rindu ini tertuntaskan, bagaimana seharusnya rindu ini terbalaskan.
Pagi ku berbeda dari pagi sebelumnya, aku tidak tau apa yang harus ku syukuri. Ralat, bagaimana awal yang harus ku syukuri. Yakinku, tidak akan ada perih lagi setelah semua ini. Aku telah menggenggam apa yang ku butuh. Harapan bahwa besok tidak ada lagi usaha tambahan untuk menahan hasrat memeluk wanita yang ku cintai ataupun bertahan demi memantaskan diri bahwa memang aku untuknya.
Alma akan selalu menjadi permaisuri di hatiku. Akan selalu menjadi pemilik tahta di antara gemintang pada malam-malamku. Sumpah, aku cinta mati.
Aku tidak akan pernah membuat keputusan untuk melepaskanmu, terlebih meninggalkanmu, karena tidak akan pernah ada kata ikhlas untuk itu. Tentu saja, aku harus egois untuk menemukan kebahagiaan yang aku yakini itu hanya denganmu, Alma.
Selagi aku masih di sini, menggengam erat harapan yang tidak pernah kau beri, pantang untukku beranjak pergi. Karena selalu akan ada waktu untuk kita membuat kenangan, menciptakan momentun dan menyimpannya di dalam pikiranmu. Jadi, masih ada berapa banyak hati yang harus ku saingi?
_______________________________________________________________
Alma POV
Pagi ini begitu segar dan menyejukkan. Ternyata masih ada tempat di antara hiruk pikik kota Jakarta yang menawarkan pandangan halaman rumah sehijau ini. Pohon-pohon palem dengan batang yang sedikit besar menjadi dominan di antara pagar rumah ini, tentu saja ada beberapa pohon mangga di tiap sudut rumah.
Jika biasanya jam segini aku akan sibuk membereskan perlengkapan kantor sebelum berangkat kerja, maka hari ini aku diminta oleh Eve untuk beristirahat sejenak. Mengapa orang bisa memunculkan karakter yang berbeda dengan tempat yang berbeda juga? Seperti memainkan peran di film tertentu, dan tentu saja aku menyukai Eve dengan mode tenangnya seperti ini.
"Al, kamu tinggal di sini gak papa kan yah? Aku mau ke kantor." Dengar suaranya yang terkesan terburu-buru, aku memutar badan melihat ke dalam kamarnya. Untuk sejenak aku takjub, Eve tidak dengan setelan formal kantor, melainkan hanya mengenakan celana denim warna biru pudar serta kemeja putih yang oversized yang hanya sebagian sisi kemejanua dimasukkan ke dalam celana.
"Kamu ke kantor apa nongkrong?"
"Kantor, cuma ngedrop berkas doang, nanti aku minta supir jemput kamu yah."
"Kemana?"
"Nanti aja. Kejutan sayang." Kalimat terakhirnya seolah kalimat pemungkas yang mampu membuatku tercengang. Aku tersenyum tipis, melangkah ke arahnya.
"Kamu ke kantor mau ngedrop berkas atau ngedropin mental anak buah kamu?"
"Kenapa?"
"Baju kamu ketipisan sayang, dari jauh aku udah bisa lihat bra hitam kamu. Ganti gak?"
Eve tertawa tipis, lalu mengecup pipiku dengan cepat.
"Aku pergi dulu yah Alma, sarapan udah ada di bawah, tinggal ngomong aja yah."
Bagaimana rasanya cemburu yang ditahan, ingin dikeluarkan tapi tidak bisa. Itulah yang coba ku kendalikan, rasa ingin marah sudah memuncak melihat pakaian yang dikenakan oleh Eve. Enak saja mata lelaki atau perempuan bisa melihat dia seperti itu, yang seharusnya hanya buatku.
Dia kubiarkan melangkah begitu saja dengan gerakan kaki yang sangat tergesa-gesa. Aku bisa pastikan, langkah kakinya bergerak lebih cepat dari gerakan jarum jam perdetiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekali Lagi, Tinggallah! (Completed)
RomansaTuhan Maha Baik. Pada setiap kesalahanku, IA menitipkan malaikat sepertimu. Untuk memaafkannya.