Ruangan auditorium ini penuh dengan orang-orang yang memakai jubah toga wisuda. Aku duduk dengan tenang sesuai nomor urut wisudawan yang sudah ditentukan. Disebelah kananku ada Faris, teman seangkatanku yang sama-sama lulus di semester ini, dan disebelah kiriku ada Irma, adik tingkat yang lulusnya juga lewat dari waktu tempo seharusnya.
Acara yang seharusnya dimulai dari tadi ditunda karena keynote speaker yang akan memberikan sambutan utama belum datang, menjadikan riasan yang ku kenakan dari tadi subuh mulai luntur.
"Ahelah, ngaca mulu lu Al." Celutuk Faris saat melihatku menjadikan kamera depan ponsel sebagai cermin.
"Mendinglah, gue tau diri buat ngaca."
"Lu kenapa tadi dipanggil sama panitia?"
"Dikasi info buat siap-siap ngasi speech di atas."
"Weee, gila. Kok bisa elu sih yang terpilih?"
"Sogokan."
Faris mendorong bahuku membuat badanku bergoyang ke arah kiri dan menyenggol Irma.
"Selow aja elah. Gak pernah liat orang keren lu."
"Tai."
"Eh, fokus, MC udah ada tuh."
Aku dan Faris kembali menfokuskan tatapan ke hadapan, mengikuti rangkaian prosesi wisuda dimulai dari masuknya jajaran rektor hingga dosen ke dalam auditorium. Pembawa acara wisuda kali ini merupakan dosen dari Fakultas Ilmu Komunikasi, fakultasku sendiri. Dengan jam terbang protokolernya, tidak heran jika beliau ditunjuk sebagai pemandu acara.
"Al, Pak Indra beda banget yah waktu di kelas sama disini." Faris membisikkan kalimat tersebut di telinga kiriku, mengalihkan fokusku yang semula di ponsel mengarah melihatnya.
"Yah, menurut lu aja Ris. Yah kali dia mau bercanda di acara kayak gini."
"Coba dia kayak gini ngajarnya, gue yakin bisa lulus nilai A gue. Gak harus ribet sama aturan mainnya dia."
"Emang nilai lu apa?"
"C lah woi. Susah payah gue hafal protokoler Bahasa Inggris siang malam, kalau dapetnya segitu."
"Sedih amat."
"Tai banget emang si Alma."
"Acara selanjutnya, sambutan dari perwakilan wisudawan dan wisudawati lulusan tahun 2018. Mohon wisudawati Alma, dari Fakultas Ilmu Komunikasi untuk naik ke atas podium."
Sesaat setelah namaku disebut, aku menarik nafas dengan berat. Tugas hari ini cukup menjadi beban untukku. Memegang amanah sebagai perwakilan mahasiswa mungkin bukan hal yang baru, tapi menyesuaikan diri di momen sakral ini sangat asing untukku.
Aku mengucapkan salam dan kata pembuka sebagaimana yang telah diatur secara struktural, menatap ke penjuru ruangan ini yang aura bahagia begitu terasa. Para teman seperjuangan dan orang tua yang mengiringi.
"Rekan-rekan wisudawan-wisudawati, kita akan selalu mengenang keceriaan euforia kampus emas ini: ketika kita harus mengerjakan tugas kuliah hingga larut malam; ketika kita duduk di lantai lorong kampus untuk berbagi keluh kesah; ketika kita hampir putus asa karena tidak menemukan buku yang kita cari di rak-rak buku perpustakaan; Dan, ketika kita menunggu hujan reda sembari menikmati senja jingga yang perlahan lesap menuju peraduan malam. Kita telah banyak memperoleh pengalaman manis dan pahit di kampus kita tercinta ini. Memori ini semua akan kita jadikan sebagai kisah klasik dan sumber semangat ketika telah menapaki karir kita masing-masing."
Aku memberi jeda sebentar sebelum melanjutkan pidato yang sudah ku hafal di luar kepala, memerhatikan audiens yang satu-persatu mulai menghapus air matanya dengan tisu, dan memerhatikan mereka yang terus merunduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekali Lagi, Tinggallah! (Completed)
RomansaTuhan Maha Baik. Pada setiap kesalahanku, IA menitipkan malaikat sepertimu. Untuk memaafkannya.