Ruangan ini dipenuhi dengan orang-orang yang berlalu lalang. Suara klakson dari segala arah membuat telingaku berdengung. Aku terjebak di ruang dengan kondisi pakaian yang lusuh, dan tempat baru pertama kali mataku akrab dengannya. Ini pasti bukan tempat yang sering maupun pernah ku datangi.
Orang-orang bergurumun. Suara langkah kaki makin banyak, suara deringan telepon yang tidak hentinya berbunyi. Pembicaraan yang terjadi suaranya hanya meninggalkan kesan samar, tidak ada yang tertangkap di indera pendengaranku.
Uap asap yang keluar dari arah belakang pusat keramaian ini mampu menjadi fokus buatku. Marmer dengan motif catur hitam coklat di lantai membuat kesan ruangan ini menjadi lebih suram. Segulung surat kabar begitu saja mendarat di lantai tepat di hadapan mataku, namun segera di ambil oleh pria muda lalu di bukanya langsung ke pertengahan halaman. Apa dia tidak melihatku yang dengan tampang kebingungan melihat kesibukan di tempat ini?
Aku berjalan mengikuti arah pria tadi, mencoba mencari pintu keluar. Pintu kayu dengan warna hitam didorongnya begitu saja sambil terus membaca surat kabar yang terus digenggamnya. Bunyi dentingan lonceng dengan nada kecil menjadi bunyi pengiring pintu ditutup. Aku terhenyak dengan bantingan pintu yang cukup menimbulkan angin di hadapan wajahku, tapi tidak ada rasa sakit apapun. Aku mendorong pintu namun yang ada aku terjungkir keluar tanpa merasakan bukaan pintu. Bagaimana bisa aku mampu menembus pintu kayu ini dengan tubuh yang lemah?
Aku merasakan keanehan, semakin banyak suara yang memekakkan telingaku. Tempat ini menjadi kian asing dan tidak ada satu orang pun yang mampu ku kenali. Aku menjadi penasaran, sekaligus takut. Apa yang terjadi? Bagaimana cara aku bisa berada di tempat ini? Apa yang harus ku lakukan selanjutnya?
Aku berjalan dengan wajah yang merunduk, berfikir keras untuk memecahkan teka-teki perihal tersesatnya aku dengan dimensi yang tidak bisa aku tafsirkan. Otakku terus berproses, menelaah kembali kegiatan-kegiatan yang terakhir ku lakukan. Tapi, ingatanku berakhir di kamar unit apartemen ku dengan setumpuk hadiah serta karangan bunga di lantai. Tanda mata dari teman-temanku pertanda sidang akhirku berjalan lancar.
Aku istirahat sejenak di kursi yang ada depan toko baju. Menarik nafas lebih dalam. Dengan jelas, telingaku mendegar suara tertawa yang begitu renyah, suara ketawa yang selalu ku rindukan. Dengan cepat aku menoleh, ke dalam toko baju, dan menfokuskan penglihatanku.
Itu dia!
Dia disana, dengan celana jins biru mudanya, baju kaos putih dan kacamata hitam yang bertengger di kepala.
Aku segera berdiri, dan bergegas membuka pintu toko. Lagi, aku terjungkal masuk tanpa menyentuh engsel pintu. Dia masih dengan senyum yang tidak lepas menatap ke depan. Aku mengikuti arah matanya, dengan sekejap aku mengetahui alasannya apa.
Demi tuhan, walaupun bukan aku yang menjadi alasannya tersenyum lagi.
Senyum itu mampu menyembuhkan bagaimana hatiku melebam karena rindu.
Suara tawa itu mampu membasahkan keringnya jiwaku menunggu.
Dan aku tau, selanjutnya bukan ikhlas yang ku ingin._________________________________________________________________
-
-
-
-
-
-Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekali Lagi, Tinggallah! (Completed)
RomanceTuhan Maha Baik. Pada setiap kesalahanku, IA menitipkan malaikat sepertimu. Untuk memaafkannya.