Hari ini Anna kelihatan sedang terburu-buru, biasanya di waktu sepagi ini, ia sedang akan menyeruput teh dan mengunyah beberapa potong biskuit sebagai penunda lapar sampai ia menemukan sarapan favoritnya di kantin kampus, yaitu susu coklat kotak dan beberapa potong martabak sayur serta risoles.
Bola matanya merah dan terasa gatal dengan lingkaran yang semakin lama semakin menghitam, wajahnya kusam dan berminyak, juga bibirnya terlihat kering dan pucat.
Ini semua merupakan akibat dari pertarungan sengit beberapa malam belakangan ini dengan tugas perancangannya, yang sesuai jadwal, pagi ini akan dipin-up dan dinilai.
Dengan napas yang tersengal-sengal, Anna menggendong tas jinjing dan mengepit tabung gambarnya di bahu. Ia menatap kondisi kamar kost-nya yang sangat berantakan dengan wajah prihatin lalu menguncinya.
Beginilah rasanya menjadi anak perantauan, semua hal harus dilakukan sendiri. Dan jika sedang dikejar deadline seperti saat ini, kamarnya akan sangat wajar berserakan seperti kapal pecah.
Sepuluh menit lagi, koordinator mata kuliah Studio Perancangan akan tiba di ruangan sedangkan perjalanannya menuju kampus membutuhkan waktu tempuh dua puluh menit dengan berjalan kaki.
Anna sengaja mencari kost-an di sekitar kampus, agar tidak perlu memikirkan biaya ongkos yang tentu saja akan memberatkan orangtuanya, tetapi berjalan kaki selama dua puluh menit setiap hari cukup menguras tenaganya dan tentu saja membuatnya bermandikan keringat ketika tiba di kampus.
Namun pagi ini, Anna benar-benar dilema. Di satu sisi, Ia benar-benar takut jika tugas yang selama beberapa malam ini diperjuangkan gagal percuma hanya karena telat beberapa menit, tapi di sisi lain, Anna sedang mengalami krisis keuangan yang cukup parah.
Sesekali Anna melirik ke arah becak bermotor yang terparkir di sisi kiri jalan. Terdengar ajakan beberapa pengemudi becak yang mencoba merayu untuk menaiki becak mereka. Namun, Anna menggeleng sambil terus berjalan ke depan.
'Ah buang-buang uang saja kalau gue naik becak, lima ribu bisa kenyang kalo dibeliin gorengan. Lebih baik gue lari aja kali ya?' batinnya.
Tiiiin tiiiinn.... Tinnn tinnnn
Tanpa memedulikan sekelilingnya, Anna tetap berlari konstan menyusuri selasar demi selasar, Ia tidak perduli dengan suara klakson yang semakin lama semakin mengganggunya.
Biasanya jika Anna tidak sedang dikejar deadline pengumpulan seperti hari ini, Ia akan berjalan dengan santai sambil menikmati suasana kampus yang sejuk dan asri di pagi hari. Ia akan sangat terganggu dengan suara klakson yang ribut, bahkan tak jarang Anna menatap sinis si pengendara, sampai-sampai kadang mengumpat dalam hati.
"Na, Anna."
Merasa namanya dipanggil, mau tak mau Anna menoleh ke belakang dan mendapati seseorang yang tidak asing baginya. Ternyata kak Aga -dengan wajah datarnya- yang sudah mengganggunya pagi ini.
"Eh kak Aga, kenapa?" tanya Anna dengan napas tersengal-sengal.
"Cepet naik. Lo telat kan? Gak terima penolakan." ujarnya.
"Kok tau gue telat?"
"Kalo lo masih banyak tanya, yang ada lo makin telat Anna Mahendra." pekiknya dengan sedikit penekanan di bagian nama lengkap Anna.
"Eh iya ya, kakak pasti masuk pagi juga kan? Makanya nyuruh gue cepat-cepat karena takut telat juga?" tanya Anna dengan wajah menggoda.
Aga naik darah kemudian menoyor kepala Anna pelan.
"Bodo! Cepat lo naik!"
Anna yang menerima toyoran, mengaduh kesakitan tetapi wajahnya tak memperlihatnya ekspresi kesakitan sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonatta
Romance[Private Acak, Harap Follow dulu] Namanya Anna Mahendra. Dia adalah mahasiswi Arsitektur semester 5 jalur beasiswa program pemerintah. Dia gadis polos tanpa make up, tanpa high heels, tanpa kendaraan mewah. Dia berbeda. Suatu bulan, Ia jatuh ke bula...