Bab 17 - Menyerah? (1)

483 34 4
                                        

Setelah panggilan telepon terputus, dengan pikiran yang tak tenang, Atta masuk ke dalam kamar untuk mengambil kunci mobil yang tergeletak di atas nakas samping tempat tidurnya.

"Kak, mau kemana? Kok buru-buru?" ujar Stella sembari menuruni anak tangga, Ia mengernyit heran melihat Atta yang buru-buru mengunci kamar.

"Anna kabur, dan... kakak harus cari dia sekarang." Atta menjawab sekenanya.

Tanpa pamit, Atta bergegas keluar villa menuju mobil, menyalakannya kemudian menghilang dari pandangan Stella beberapa detik kemudian.

Stella membatu di tempat.

"Anna kabur?"

Stella tersenyum sinis, kemudian tertawa, dan menjerit setelahnya.

"AAAAAA."

"Selamat, lo berhasil, Na. Lo berhasil ngehancurin gue!"

***

Atta melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi kemudian menghentikannya secara mendadak.

"Sadar, Ta. Lo gak boleh kebawa emosi." Atta menarik napas kemudian mengembuskannya perlahan-lahan.

Beberapa detik kemudian Atta kembali menyalakan mobilnya dengan kecepatan yang lebih rendah. Atta sadar, kepanikannya justru akan membuat keadaan semakin parah. Sebelumnya, Atta selalu bisa mengendalikan dirinya, namun saat ini, Ia benar-benar kecewa dengan dirinya sendiri yang terlihat seperti orang bodoh.

Atta mengedarkan pandangan ke kiri dan ke kanan, sambil sesekali menanyakan kepada warga sekitar yang lewat, namun sama sekali tidak ada petunjuk.

"Harusnya Anna masih berada di sekitar sini. Kenapa sih dia suka bertindak bodoh? Dia tahu akan kesasar, tapi kenapa dia nekat?"

Atta menggaruk kepalanya yang tidak gatal, Ia benar-benar bingung harus mencari Anna kemana lagi, karena Ia sudah mengelilingi seluruh desa, namun Anna tidak ada di manapun

Sampai akhirnya, Atta mendapati seorang gadis yang hampir menyerupai seorang gembel sedang menangis sesenggukan di pinggir jalan, Ia sedang duduk di atas trotoar sembari memegang lututnya.

Atta meneguk ludah.

"Anna?"

Tanpa pikir panjang, Atta langsung turun dari mobil dan berlari menghampiri gadis itu.

"Ternyata kamu di sini, hfft, ayo ke mobil, Na." pinta Atta dengan napas terengah-engah, Ia menatap Anna yang sedang menunduk sambil menutup wajahnya.

Anna menoleh, Ia terkejut melihat keadaan Atta yang sama berantakan seperti dirinya. Kemeja dan rambutnya kusut, matanya juga merah.

"Kakak kenapa?" tanya Anna khawatir.

"Kamu yang kenapa, Na? Ayo ikut kakak kembali ke villa. Aga masih di jalan, jadi nunggunya di sana aja."

"Kak Aga gak akan menjemputku kak. Tadi aku berbohong."

"Siapa bilang? Aga lagi di perjalanan menuju ke sini. Kakak tadi yang menelponnya."

Mata Anna terbelalak tak percaya.

"Kenapa kakak telpon?"

"Kamu mau pulang kan? Lagi ada tugas kan? Yaudah, ayo ikut kakak balik ke villa." Atta mengulurkan tangannya agar Anna bangkit.

Anna menatap lengan itu lekat-lekat tanpa mengamitnya.

"Ayo, atau perlu kakak gendong?"

Mata Anna menajam kemudian dalam sedetik Ia langsung bangkit dan berjalan menuju kursi penumpang.

Atta menggeleng, kemudian tersenyum hambar.

***

Anna memilih duduk di belakang dan mengarahkan pandangannya ke jendela. Ia sama sekali tidak berbicara sepatah katapun.

Atta meliriknya sepintas.

"Nanti kamu mandi dulu ya, keadaan kamu berantakan banget, Na."

Anna mengangguk tanpa menoleh.

"Jangan nangis lagi ya." Ujar Atta pelan namun Anna dapat mendengarnya dengan jelas.

Anna melirik ke arah Atta yang sedang fokus menyetir dengan tatapan kosong, kemudian Ia menutup matanya.

Jaga hatimu, Na!

Halo semuanya, maaf banget. Aku udah berminggu-minggu gak update. Jurusan kami belum libur, gengs. Dan deadline tugas setumpuk😢

MoonattaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang