Bab 14 - Sunrise Termanis

540 44 16
                                    

Azan subuh berkumandang pukul 5 pagi diiringi dengan kokok-kokok ayam tetangga. Udara sejuk mengalir masuk ke dalam kamar melalui ventilasi yang ukurannya cukup besar namun tetap dilapisi kawat halus agar nyamuk tak bisa lolos.

Anna menguap panjang kemudian bangkit dari tempat tidur dengan mata setengah tertutup. Ia berjalan menuju kamar mandi untuk berwudhu.

Menurutnya, alarm yang paling ampuh membangunkannya pada pagi hari adalah azan subuh. Namun, jika Anna sedang begadang mengerjakan tugas, Ia butuh tambahan beberapa alarm untuk membangunkannya.

Seusai menunaikan ibadah sholat subuh, Anna membangunkan Stella.

"Stel, bangun. Sholat subuh dulu." ujar Anna sambil menepuk pelan lengan Stella.

"Nghhhh." Stella menarik selimutnya hingga menutupi seluruh tubuh.

Anna mendesah pelan, kemudian Ia mengalihkan pandangan ke arah balkon.

"Stella mah kebiasaan."

Anna membuka pintu kaca menuju balkon.

"Masya Allah, bagus sekali sunrise nya." ujar Anna dengan mata berbinar.

Anna mengusap kedua tangannya yang kedinginan. Udara pagi di pegunungan pukul segini memang sangat sejuk.

"Stttt." ujar seseorang.

Anna langsung menoleh ke bawah.

"Kak Atta ngejutin aja, untung udah pagi kak."

Atta terkekeh sambil mengaduk teh hangat yang Ia letakkan di meja kaca samping kursinya.

"Stella udah bangun?" tanya Atta sambil menyesap pelan-pelan tehnya.

"Belum kak, dia susah bangun pagi."

Atta mengangguk.

"Ayo turun sini temenin kakak." Ujar Atta sambil menunjuk kursi di sebelahnya.

Deg.

Tiba-tiba sekujur tubuh Anna yang awalnya dingin menjadi panas seketika, terutama di bagian telinganya, yang jika dilihat dari jarak dekat, merah seperti kepiting rebus.

"Kok diam?" Atta tertawa.

Anna tersenyum kikuk sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Ayo sini." Atta mengisyaratkan 'ayo' dengan tangannya.

Tanpa menjawab lagi, Anna langsung turun ke bawah dengan mengenakan syal pemberian Atta.

Sepanjang perjalanan menuju teras, Anna menarik dan membuang napas dengan konstan.

Namun ketika Anna sudah tiba di teras, yang Ia temui hanyalah kesunyian. Atta sudah tidak ada lagi, hanya secangkir teh hangat yang semakin lama semakin dingin.

Anna duduk di kursi yang ditunjuk Atta tadi dengan perasaan gugup .

Anna kembali kedinginan, kemudian Ia kembali menggosok kedua telapak tangannya lagi.

"Minum ini, biar hangat." Tiba-tiba Atta muncul dari dalam.

"Eh, ngerepotin kak."

"Engga kok." Jawab Atta sembari duduk di kursinya.

"Kenapa setelah sholat subuh, ga tidur lagi? Kita kan berangkat jam 9, Na." ucapnya lagi.

"Kata orangtua aku, gak baik tidur pagi-pagi kak. Nanti rezekinya dipatok ayam hehe..." Ujar Anna.

"...lagian aku udah lama gak lihat sunrise di pedesaan kayak gini." lanjutnya.

"Udara pagi juga bagus untuk kesehatan. Mau lihat sunrise ya? Ditemenin gimana?" Tawar Atta.

"Ditemenin?" Anna bingung dengan ucapan Atta yang terdengar ambigu.

"Iya, ditemenin keliling–keliling villa sambil nyari spot yang bagus untuk lihat sunrise." Ujar Atta sembari menatap Anna.

Dan, Anna semakin salah tingkah.

"Eh, syal dari kakak dipake. Jaketnya kok engga?" Atta menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Iya kak, dingin banget di sini..." Anna menjawab, kemudian terhenti sejenak.

"...eh, itu kak, tadi aku lupa pakai lagi setelah selesai sholat subuh." Jawab Anna berbohong, padahal jaket itu sedang dipakai Stella.

"Bentar – bentar."

Atta masuk ke dalam kamar untuk mengambil sweater hitam dan kupluk dengan warna senada. Selain itu, Ia juga mengambil kamera dslr yang tergeletak di atas tempat tidur.

"Pake ini, Na." Atta menyerahkan sweater dan kupluknya.

"Punya kakak?"

"Jadi?"

Anna tersenyum tipis.

"Oh ya Na, yang lain bilang, katanya kamu orangnya berisik, tapi kalo sama kakak kok jadi jaim begini? Sebiasanya kamu aja." Ujar Atta, yang sontak membuat Anna mati kutu.

"Ha? Hmmm.. aku berisik kalo digangguin kak." jawab Anna asal sembari memakai kupluk yang diberikan Atta.

"Oh gitu..." Atta mengangguk.

"...kupluknya miring, Na." Atta langsung memperbaiki posisi kupluk tersebut yang sontak membuat Anna langsung meneguk ludah karena posisi dada Atta tepat di depan wajahnya saat ini. Aroma maskulinnya jelas tercium, membuat Anna tenggelam di dalamnya.

"Eh, maaf Na." Atta langsung mundur beberapa langkah.

"Gapapa, ayo kak." Ujar Anna menutupi kegugupannya.

Mereka pun berjalan beriringan keluar dari teras kemudian menuruni tanjakan karena lokasi villa berada di atas bukit.

Menyusuri lembah yang tidak terlalu curam, dan selanjutnya menaiki bukit lagi hingga mereka berada spot tertinggi di kawasan tersebut.

"Kakak kok tau tempat ini?"

"Beberapa bulan belakangan ini, setiap akhir minggu, aku ngawas proyek yang di sini dan nginap di villa. Jadi, kalo pagi suka ke sini. View nya bagus kan?" tanya Atta.

"Bagus banget kak, dari sini bisa kelihatan kebun teh petani, juga bukit – bukit yang ada di ujung sana." Jawab Anna sambil menunjuk perbukitan yang ada di sisi barat.

"Iya hehe." diam – diam Atta memperhatikan Anna yang masih terpesona dengan pemandangan yang ada di hadapannya.

Atta menyalakan kamera yang sedari tadi tergantung di lehernya kemudian mulai memotret pemandangan sekitar, diam – diam Ia juga memotret ekspresi Anna.

"Eh, kakak ngefoto aku ya? Lihat kak, pasti jelek tuh."

Anna berusaha mendekat dan meraih kamera tersebut, namun Atta malah menahan Anna dengan memegang dahinya.

Tiba-tiba suasana menjadi awkward. Keduanya sama-sama diam.

"Bagus kok bagus, coba berdiri di sana. Biar aku fotoin." Atta mengalihkan pembicaraan.

Anna yang pipinya masih memerah langsung menurut dan berdiri, Ia tersenyum kemudian bergaya.

Atta memotretnya beberapa kali.

"Lihat kak." Anna kembali mendekatkan wajahnya karena penasaran.

Atta menunjukkan hasil jepretannya.

"Bagus kak bagus. Aku mau, nanti kirimin ya." pinta Anna.

Atta hanya mengangguk dan tersenyum.

Halo readers, maaf baru bisa update malam ini. Semoga suka ya!

-Redelia

MoonattaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang