Aga mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi tanpa terkontrol. Deru napasnya tak terkendali, beberapa kali Ia mengumpat dalam hati.
"Itu anak sebenarnya mau bantuin gue deket sama Anna atau mau ngerebut Anna dari gue sih. Kenapa dia seolah-olah ngambil kesempatan dalam kesempitan. Cih, tai." Aga mengomel sepanjang jalan, membuat pengendara lain memilih menghindar daripada terkena peluru nyasar.
Tak lama kemudian, Aga terpikir sesuatu kemudian Ia menepikan motornya di pinggir jalan. Aga mengambil ponselnya dari saku celananya.
"Halo, Ga." ujar Atta di balik telepon.
"Woi, anjing! Gue tunggu lo sekarang di tempat tongkrongan kita." ucap Aga tanpa basa-basi.
Belum lagi Atta sempat menjawab, Aga menekan tombol end-call dan melanjutkan kembali perjalanannya.
***
Aga tiba lebih dulu di tempat tongkrongan mereka yang tak lain adalah sebuah rumah berlantai dua di salah satu perumahan yang terletak di Jalan Setia Budi. Rumah ini biasanya mereka jadikan sebagai tempat mengerjakan tugas studio perancangan sejak semester awal.
Sekarang rumah tersebut dalam keadaan gelap gulita karena sudah jarang ditempati. Beberapa furniture seperti sofa, meja gambar, lemari dan tempat tidur sudah berdebu. Aga masuk ke ruang tamu tanpa menyalakan lampu.
Aga duduk di sofa dengan keadaan kaki berada di atas meja dan punggung menyandar ke belakang sofa. Aga hanya mengenakan kaos oblong dan celana rombeng, yang terdapat banyak robekan di mana-mana.
Aga masih suka mengenakan celana rombeng tersebut meskipun Anna kerap kali memarahinya. Aga berkilah Ia akan kehilangan kepercayaan diri jika tidak mengenakan celana itu.
Aga merogoh saku kemeja dan mengambil sebungkus rokok beserta pemantiknya. Sebenarnya, Aga pelan-pelan sudah meninggalkan kebiasaan merokoknya demi Anna. Namun jika kepalanya hampir meledak seperti saat ini, satu-satunya cara untuk meredam emosinya adalah merokok.
Aga menghisap satu persatu rokok dengan membabi-buta, kemudian membuang puntung rokoknya dengan asal ke lantai.
"Anjing, naik odong-odong kali ya tu anak." decihnya.
***
Ketika Atta tiba di rumah tersebut, Ia melihat motor Aga sudah terparkir di depan pintu.
Atta mengernyit bingung namun air mukanya masih cukup tenang.
"Itu anak mau ngajak gue main gelap-gelapan apa ya." Atta menggelengkan kepala.
Atta memarkirkan mobilnya di sisi jalan, kali ini Ia membawa mobil karena takut tiba-tiba turun hujan lagi.
Atta mengenakan setelan jaket dan celana dengan bahan jeans, kacamata hitam dan sepatu converse berwarna putih.
Sebelum memasuki rumah, Atta menghela napas dan berkomat kamit dalam hati. Ia tahu, Aga pasti sedang sangat emosi walaupun Ia tidak tahu karena hal apa.
Atta masuk ke dalam dan menyalakan lampu ruang tamu.
"Woi, lo kenapa, Ga? "
Aga diam sambil terus mengisap rokoknya. Pandangannya tertuju entah kemana.
"Bukannya lo udah ngurangin rokok? Kenapa sekarang lo ngisap sebanyak ini?" Atta menghitung beberapa puntung rokok yang tercecer di lantai.
"Gak usah banyak bacot lo, Ta." ucap Aga tiba-tiba.
"Lo kenapa?"
"Lo nanya gue kenapa? Hah?" Aga membulatkan matanya, terlihat kemerahan di ujung-ujungnya.
Atta terdiam.
"Kenapa lo jalan bareng Anna?"
"Gue gak jalan bareng Anna." jawab Atta masih dengan keadaan tenang.
"Gue gak bisa jemput dia, bukan berarti lo bisa seenaknya nyari kesempatan."
"Kesempatan? Gue pesenin dia taksi. Tapi dia sendiri yang turun dari taksi itu."
"Ya, itu karena lo ngikutin dia dari belakang. Cih!" Aga meludah ke lantai.
Atta mengeladah ke langit-langit, "Oke, gue takut dia kenapa-kenapa."
"Lo khawatir?" Aga menatap Atta dengan tajam, namun tersirat wajah kekecewaan di dalamnya.
"Iya gue khawatir..."
Tidak ada jawaban dari Aga.
"...karena dia gebetan lo, gue ngerasa gue harus jaga dia saat lo gak ada."
"Persetan! Gak perlu, dia bakal baik-baik aja. Anna bukan cewe yang lemah." Aga tersenyum getir.
"Maaf." ucap Atta singkat.
Atta tidak ingin jika emosi Aga semakin meledak-ledak, karena Ia tahu, Aga termasuk orang yang nekat untuk melakukan apa saja.
"Gue gak mau ngeliat kalian barengan lagi, atau..."
"...pertemanan kita putus." ancam Aga.
Atta menghela napas, "Oke, gue bakal ngejauhin dia."
Aga bangkit kemudian mengisap rokoknya dalam-dalam dan menghembuskannya tepat di depan wajah Atta. Lalu Aga membuang puntungnya dan menginjaknya saat itu juga.
Aga pergi meninggalkan Atta dengan wajah penuh emosi.
Gue pernah kehilangan adek gue, Na. Dan saat itu gue ngerasa sendirian, hampa, dan seperti mati. Sekarang, setelah gue nemuin lo. Gue gak akan pernah lepasin lo. Lo satu-satunya yang gue punya. Batin Aga.
***
Halo semuanya, jangan lupa vote and comment ya! Kalian #teamAnnaAga atau #teamAnnaAtta ?
-Redelia
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonatta
Romantizm[Private Acak, Harap Follow dulu] Namanya Anna Mahendra. Dia adalah mahasiswi Arsitektur semester 5 jalur beasiswa program pemerintah. Dia gadis polos tanpa make up, tanpa high heels, tanpa kendaraan mewah. Dia berbeda. Suatu bulan, Ia jatuh ke bula...