Perjanjian Damai

3.2K 234 151
                                    

Diatas Pic. Zealda versi King.. ^^ Kalo beda dari pic yg dulu harap wajar, soalnya dalam cerita ini Zealda bukan remaja lagi.. XD

Jangan lupa baca deskripsinya terlebih dahulu sebelum mulai membaca kisah ini.. ^^

"Erick awas!!"

Sebuah cahaya melesat menghantam tubuh wanita yang mendorong tubuh pria dihadapannnya dan-lagi-lagi aku terbangun dengan tubuh berkeringat setelah itu. Aku tahu itu hanyalah mimpi, tapi aku tidak tahu kenapa mimpi itu selalu mendatangiku. Mimpi tentang wanita itu-putri mahkota, yang selalu kukagumi.

Aku menjuntaikan kaki ke lantai dengan rambut acak-acakan untuk meneguk segelas air. Cahaya malam menembus jendela hingga ruanganku begitu temaram. Disudut ruangan kutatap sebuah papan besar yang ditutup kain, kemudian perlahan aku membuka penutup itu.

Jemariku mulai menyusuri wajah wanita yang berdiri anggun didalam sana dengan pakaian kebesaran khas putri mahkota Axylon. Wajah yang begitu natural dengan riasan yang paling sederhana untuk seukuran putri agung sepertinya.

"Tuan putri," gumamku pada lukisan di hadapanku. "Akhir-akhir ini aku selalu memimpikanmu. Aku tidak mengerti kenapa bisa seperti itu. Apakah karena aku selalu mengagumimu dan mengidolakanmu?"

Aku menyentuh lukisan itu dan mataku mengerjap saat sesuatu berkilau dari jemariku. Aku menatap cincin Blue Saphire yang melingkar disana dan menatapnya lama. "Apa-kau marah karena aku memakai cincin pemberian putra mahkota? Maaf jika aku lancang, aku sendiri juga tidak mengerti kenapa ibu memberikan cincinmu padaku."

Mataku menatap Blue Saphire yang perlahan berpendar, entah karena pantulan cahaya atau karena memang bersinar, yang jelas setelah itu sebuah cahaya melesat masuk dalam kepalaku, menciptakan ilusi yang aku sendiri tidak tahu bagaimana situasinya.

Dalam sekejap kamarku berubah menjadi ruangan lain dan aku masih berdiri ditempatku. Aku menatap sekitarku kebingungan karena saat ini aku berada di aula istana. Ada banyak orang memakai gaun pesta dan berdansa. Aku menatap orang-orang di sekitarku yang sepertinya-tidak melihat kehadiranku seolah-olah aku hanyalah roh yang tersesat dalam pesta dansa.

"Kau tidak berdansa nona?"

Sejenak mataku teralihkan oleh pemilik suara itu kemudian aku memperhatikannya lebih. Pemuda itu-mirip sekali dengan lukisan putra mahkota yang kusimpan dikamarku.

"Yang mulia?" Kini mataku tertuju pada gadis yang disapanya. Ia begitu shock dengan kehadiran pemuda itu dan menjatuhkan gelas ditangannya.

"Putri mahkota," gumamku tanpa sadar.

Aku kembali menatap sekitarku sambil meremas rambutku. Pening dikepalaku mulai bergelayut namun keadaan disekitarku belum berubah.

Pemuda itu mengulurkan tangannya untuk mengajak berdansa ketika aku kembali memperhatikan mereka. "Kau belum menjawabku nona."

"Maaf yang mulia, saya tidak bisa berdansa."

"Kalau begitu, untuk apa kau di sini?"

"Saya hanya memenuhi undangan. Sekali lagi saya minta maaf yang mulia."

Pemuda itu meraih tangan gadis dihadapannya lalu menariknya ke tengah aula. Aku segera menyusul mereka karena penasaran, wajah mereka benar-benar tak asing di mataku. Peningku kembali kambuh dan sekelebat bayangan lukisan di kamarku muncul bagaikan kilat.

"Putra dan putri mahkota," racauku sambil meremas rambutku lagi.

"Yang mulia, saya sudah katakan kalau saya tidak bisa berdansa atau saya akan mempermalukan anda." Gadis itu terdengar seperti menolak namun terasa seperti tak enak hati atau-karena hal lain.

SelenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang