Bab 24: Rani's Way (End)

1.3K 29 2
                                    

Karena sebentar lagi Afkar akan melamar Rani dan gadis itu masih canggung dengan calon tunangannya, maka Mubin dan Arum berencana mengajak mereka berdua pergi agar bisa saling mengenal.

Ba'da Isya, 2 hari setelah jalan-jalan di Pulau Cemara, Arum mengetuk pintu kamar adik iparnya.

"Nok!" panggil perempuan bertubuh mungil itu,

Setelah dipersilakan masuk oleh sang empu kamar, Arum pun mendekati Rani yang tengah berkutat dengan ponselnya.

"Ke Eomah Ngapak, yuk, Nok!" ajak Arum langsung.

"Malem-malem gini?" tanya gadis yang terbiasa di rumah saat malam hari itu.

"Pengin kali-kali jalan-jalan malem sama Nok." Arum nyengir. "Mba yang traktir, deh!" tawarnya.

Sebenarnya kalau dipikir-pikir Rani bisa ikut, karena setelah mengikuti jejak kakak iparnya resign dan kursus merias ia jadi memiliki banyak waktu luang. Sebenarnya gadis itu tidak kursus, hampir. Karena sang perias pengantin yang membuka pelatihan justru takjub dengan ekmampuan gadis itu yang pandai men-cover warna kulit yang tidak merata dan memanipulasi bentuk wajah dengan blush-on. Akhirnya, adik mubin itu diangkat menjadi asisten Make-up Artist.

Keikutsertaan Rani makin menambah konsumen. Selain merias pengantin, mereka juga menerima riasan untuk acara apa saja. Seperti wisuda, kartinian, artis yang akan manggung, dan lain-lain.

Sementara Arum kursus menjahit. Rencananya, ia akan membuka usaha kecil-kecilan memproduksi pakaian, lalu dijual secara online.

Rani pun mengangguk.

Dengan mengenakan blus berwarna biru polos dan rok berbahan katun yang bermotif bunga matahari, kini Rani tengah menunggu kakak iparnya bersiap-siap.

"Emih ikut aja, yuk!" ajak anak gadis Muslihah itu.

"Emih jaga rumah aja, Nok. Capek." Muslihah beralasan.

Rani pun menyerah.

***

Meski sudah sempat menduga akan bertemu Afkar, Rani tidak menyangka akan jadi seperti ini. Gadis itu duduk di sebelah kiri Arum. Sementara pemuda itu tepat berada di hadapannya. Gadis berkulit putih bersih itu matanya tak secerah tadi ketika baru sampai di kedai.

Dalam bayangannya, setelah kejadian kemarin Afkar akan lebih ramah lagi kepadanya. Pasalnya, kini Rani tak memasang wajah dingin dan takut seperti saat terakhir kali mereka bertemu.

Rani mengaduk-aduk minumannya dengan malas. Maksudnya apa, sih dia kayak gitu? batinnya geram.

Pemuda itu seperti rollercoaster. Saat dirinya merasa takut, ia diberi kesenangan saat menanjak. Namun, saat sudah merasa senang di atas, dirinya dihempaskan hingga jantung serasa mau keluar dari rongga tubuhnya.

"Kenapa kalian selalu begini?" tanya Arum tak mengerti.

Menurutnya, jika Afkar terus-terusan seperti ini bagaimana bisa Rani akan menerimanya? Ia juga merasa usahanya sia-siap. Ini demi kebaikan bersama, tapi kenapa orang yang paling dipikirkan nasibnya justru tak peduli dengan dirinya sendiri? rutuk Arum geram.

Demi menyejukkan hatinya yang terbakar dan mukanya yang kini merah padam bak rajungan rebus, Rani menandaskan minuman dinginnya. Sementara kebabnya sama sekali tak tersentuh.

Rani bangkit. "Aku pulang dulu! Udah malem, kasihan juga Emih sendirian." Datar. Gadis itu sangat piawai menyembunyikan luka.

Sudah 1 jam lebih mereka duduk dengan keheningan. Sepasang pengantin baru itu tidak berusaha mencairkan suasana karena memberikan kesempatan besar bagi Afkar. Namun, pemuda itu justru menghabiskan waktu dengan membisu.

Raniway (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang